Kisah Asclepius muncul dalam karya Homer yang terkenal, Iliad. Ia dikisah sebagai seorang penyembuh terampil dan ayah dari dua dokter Yunani.
Namun, sang penyebab kemudian menjadi sosok heroik di dunia kuno dan akhirnya mendapat status dewa sama seperti ayahnya dewa Apollo.
Pemujaan Asclepius dimulai di Thessaly tetapi populer di banyak wilayah Yunani kuno. Dia akhirnya dikatakan memiliki preferensi untuk menyembuhkan orang sakit ketika mereka sedang tidur.
Sehingga banyak orang sering tidur di kuil Asclepius. Bangsa Romawi juga mengadopsi pemujaan Asclepius dari mitologi Yunani ini.
Ular dan Tongkat Asclepius
Ada tiga teori utama yang memberikan penjelasan mengapa Tongkat Asclepius memiliki seekor ular yang melilitnya.
Yang pertama adalah ular melambangkan gigitan ular, yang merupakan jenis penyakit terburuk yang pernah diderita seseorang pada zaman dahulu.
Dampak akibat gigitan ular sangat sulit disembuhkan. Namun, Asclepius memiliki kekuatan untuk menyembuhkan gigitan ular sekalipun.
Yang kedua adalah apa yang disebut “teori cacing”. Teori itu didasarkan pada teknik yang digunakan untuk menghilangkan cacing parasit yang ditemukan dalam Papirus Ebers.
Papirus Ebers merupakan sebuah dokumen medis Mesir kuno yang berasal dari pertengahan milenium ke-2 SM.
Untuk mengobati infeksi cacing parasit, dokter akan membuat sayatan pada kulit pasien, tepat di depan jalur cacing tersebut.
Saat cacing tersebut keluar dari luka, dokter akan melilitkannya pada sebatang tongkat sampai cacing tersebut dikeluarkan dari tubuh pasien. Praktik itulah yang diyakini menyerupai Tongkat Asclepius.
Teori lainnya bersifat Alkitabiah, kisahnya dijelaskan dalam Perjanjian Lama, Tuhan mengirimkan ‘ular api’ untuk menghukum orang bani Israil yang menentang Allah dan Nabi Musa.
Ketika mereka bertobat, Allah memerintahkan Musa untuk mendirikan sebuah tiang dengan ular perunggu di atasnya, agar semua orang yang melihatnya tidak mati karena gigitannya.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR