Nationalgeographic.co.id - Timur si Pincang atau lebih kenal sebagai Timur Lenk atau Tamerlane, merupakan pendiri Kekaisaran Timuriyah di Asia Tengah. Kekaisaran yang didirkan berdiri pada 1370-an ini didirikan olehnya karena Kekaisaran Chagatai sedang tidak stabil.
Timur Lenk berasal dari suku Barlas, subkelompok bangsa Mongol yang menetap di Uzbekistan modern. Ayahnya, Taraghai Bahdur, adalah kepala suku. Penulis dan pengelana Ahmed bin Arabshah dalam catatannya Tamerlane or Timur: The Great Amir menyebutkan bahwa Timur Lenk masih punya hubungan secara genealogi dengan Genghis Khan, namun diragukan oleh sejarawan.
Ada banyak cerita mitos tentang Timur Lenk yang membuat ahli sejarah harus skeptis dalam menuliskan riwayat hidupnya. Kebanyakan informasi tentangnya berasal dari manuskrip yang ditulis abad ke-18 dan ke-19 yang tersebar di Asia Tengah, Rusia, dan Eropa.
Secara genealogi, Timur Lenk punya nenek moyang dari Mongolia yang masih berkaitan dengan Genghis Khan.
Riwayat Timur Lenk menguasai Asia Tengah
Timur Lenk lahir pada 1336 di Kesh, sebuah kota sekitar 80 kilometer dari Samarkand yang kini dikenal sebagai kota Shahrisabz. Keluarganya memiliki hubungan dengan Kekaisaran Chagatai yang merupakan pecahan dari Kekaisaran Mongol.
Ron Sela dalam The Legendary Biographies of Tamerlane menyebutkan bahwa Timur Lenk dibesarkan di Bukhara. Di sana dia bertemu dengan istri pertamanya, Aljai Turkanaga. Kelak, sebagai penakluk, dia akan memiliki berbagai istri dan selir untuk menguasai berbagai negeri.
Kondisi Kekaisaran Chagatai sedang runyam. Sebagian wilayahnya sudah berpisah sejak 1347 menjadi Moghulistan yang kini berada di sekitar Xinjiang, Tiongkok.
Kerunyaman ini disebabkan konflik antara klan nomaden lokal dan Kekaisaran Chagatai. Pemimpin Chagatai dinilai telah kehilangan tradisi yang diturunkan oleh Genghis Khan dan nenek moyang, termasuk kaisarnya yang kini telah memeluk agama Islam. Pajak yang sangat memberatkan pun menjadi penyebab konflik di dalam negeri.
Pada 1357, Timur Lenk menyatakan kesetiaannya kepada Tughluq Temur. Tughluq Temur kemudian berkuasa sebagai kaisar antara 1360 dan 1363. Pada 1361, Timur Lenk menjadi menteri untuk kegubernuran Transoxania di bawah pimpinan gubernur Ilyas Khoja, putra Tughluq Temur.
Timur Lenk membelot dengan melarikan diri dan bergabung dengan kelompok perlawanan yang dilakukan saudara iparnya bernama Amir Husain. Keduanya mengalahkan Ilyas Khoja pada 1364. Dengan cepat, Timur Lenk menundukkan Transoxania sekitar 1366.
Kekuatan Timur Lenk semakin kuat. Setelah istrinya wafat pada 1370, dia lebih leluasa untuk bergerak balik melawan Husain. Husain pun dibunuh dalam pengepungan di Balkh, Afganistan. Kemenangan ini mengantarkan Timur Lenk mendeklarasikan diri sebagai pewaris Kekaisaran Chagatai untuk memulihkan Kekaisaran Mongol.
Kebangkitan Timur Lenk
Meski mengeklaim dirinya sebagai pemimpin kawasan Kekaisaran Mongol di Asia Tengah, Timur Lenk tidak murni keturunan bangsa Mongol. Oleh karena itu, di dalam pemerintahannya tidak menyebut diri sebagai "khan" untuk kaisar, melainkan "amir" yang diambil dari bahasa Arab.
Kekuasaannya yang baru disebut sebagai Kekaisaran Timuriyah. Seperti upaya sebelumnya, Timur Lenk dengan cepat menyebar pengaruhnya di seluruh Asia Tengah dalam dua dekade berikutnya. Timur Lenk memimpin invasi ke Rusia pada 1380 untuk membantu Gerombolan Emas yang dipimpin Toktamasyh.
Saat itu Gerombolan Emas hendak merebut kembali Lituania yang memberontak. Toktamysh adalah anak didik Timur Lenk sendiri.
Namun, secara pribadi untuk Kekaisaran Timuriyah, Timur Lenk menganeksasi Herat di Afganistan pada 1383. Serangan ini kemenangan besar menghadapi Dinasti Kart dari Persia yang sebelumnya bangkit dari sisa-sisa Kekaisaran Ilkhanat Mongol. Pada 1385, seluruh Persia jatuh di tangan Kekaisaran Timuriyah.
Terhadap Gerombolan Emas, Timur Lenk menyerang Toktamysh yang dinilai berkhianat. Serangan tersebut terjadi antara 1391 dan 1395. Timur Lenk bahkan meruntuhkan kuasa Gerombolan Emas di ibukota Sarai dan merebut Moskow.
Persia menyempatkan kesibukan Timur Lenk di Rusia untuk memberontak. Timur Lenk segera membalasnya dengan porak-poranda dan mengerikan demi memberi ketakutan siapa pun yang melawan.
Ambisi penaklukkan
Kekaisaran Timuriyah melancarkan serangan ke India pada 1398 dengan tentara sebanyak 90.000. Kondisi Kesultanan Delhi sedang kacau balau setelah kematian Sultan Firuz Shah Tughluq pada 1388. Hal ini membuat Timur Lenk menguasai Kashmir, Delhi, dan bagian utara India lainnya.
Timur Lenk juga mengulang kekejaman bangsa Mongol di abad sebelumnya, yakni mengepung Bagdad pada 1401 dengan pembantaian. Dengan sigap, ia juga menyerang Kekaisaran Ottoman yang masih muda usianya. Kabar ini disambut bangsa Eropa yang membenci Kekaisaran Ottoman, sekaligus ketakutan karena keberadaan Timur Lenk yang maju mendekati gerbang benua.
Meski menang melawan Kekaisaran Ottoman, Timur Lenk tidak terlalu menghadap ke barat. Dia punya ambisi lain: Tiongkok. Rencananya, ia akan menaklukkan Tiongkok yang berada di bawah Dinasti Ming, wangsa yang meruntuhkan Dinasti Yuan Mongol.
Sayangnya, misi ini tidak berjalan lancar karena berangkat di musim dingin. Selain itu, Timur Lenk memasuki usia senja yang membuatnya jatuh sakit. Dia pun wafat pada 1405 di Otrar, Kazakhstan hari ini. Cita-cita menguasai Tiongkok tidak terwujudkan, bahkan tidak dilakukan oleh penerusnya.
Pahlawan atau bandit bengis?
Kisah kehebatan Timur Lenk menguasai wilayah Asia Tengah membuatnya dianugerahi sebagai pahlawan oleh masyarakat Uzbekistan setelah merdeka dari Uni Soviet.
Patungnya berdiri dengan gagah di Samarkand hari ini. Kota ini merayakan Timur Lenk yang menjadikan kota Samarkand sebagai ibukota Kekaisaran Timuriyah, setelah sebelumnya hanya kota besar persinggahan di Jalur Sutra.
Namun, tidak semuanya sepakat. Khiva, misalnya, memiliki pengalaman buruk dengan Timur Lenk di masa lalu karena menghancurkan kota mereka dengan membunuh hampir semua penduduk.
Meski beragama Islam, Timur Lenk sangat meragukan untuk bisa dianugerahi sebagai pahlawan muslim. Dalam ekspedisinya banyak kota-kota besar peradaban Islam dalam sejarah abad pertengahan dihancurkan oleh Timur Lenk. Bagdad, misalnya, berdarah lagi di tangannya.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR