Nationalgeographic.co.id—Pengobatan di sejarah Romawi kuno menggabungkan pengetahuan ilmiah dengan keyakinan supernatural dan agama.
Para dokter Romawi mengadopsi banyak praktik dan filosofi dokter Yunani Hippocrates serta para pengikutnya, khususnya setelah kedatangan Archagathus dari Sparta pada tahun 219 SM. Dia dianggap sebagai dokter Yunani pertama yang berpraktik di kota tersebut.
Namun, orang Romawi kuno juga memakai jimat untuk menangkal penyakit dan mempersembahkan nazar di kuil kepada dewa yang dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan.
Perpaduan kedua pendekatan ini menghasilkan beberapa fakta mengejutkan tentang kesehatan dan pengobatan dalam sejarah Romawi kuno.
Darah Gladiator Jadi Obat Epilepsi
Darah dan hati para gladiator yang dibunuh dipercaya sebagai obat epilepsi. Tumpahan darah seorang gladiator di sejarah Romawi kuno belum tentu berakhir setelah kalah dalam pertarungan sampai mati.
Tanpa pemahaman ilmiah tentang penyebab epilepsi, dokter Romawi merekomendasikan agar mereka yang menderita penyakit misterius meminum darah hangat yang diambil dari tenggorokan gladiator yang terbunuh sebagai obat mujarab.
”Darah para gladiator diminum oleh penderita epilepsi seolah-olah itu adalah minuman kehidupan,” ujar pakar Romawi, Pliny the Elder.
Dokter juga menganjurkan konsumsi hati gladiator sebagai pengobatan. Dokter Romawi, Scribonius Largus, mengatakan bahwa para penonton akan “melangkah maju dan mengambil sepotong hati dari seorang gladiator yang tergeletak di dalam debu.”
Dokter mungkin telah meresepkan pengobatan mengerikan tersebut karena gladiator dipandang sebagai simbol kejantanan yang meninggal dengan sehat.
Pengobatan Galen Mempengaruhi Praktik Kedokteran
Dokter paling terkemuka di Roma kuno mempengaruhi praktik kedokteran selama 1.300 tahun setelah kematiannya.
Lahir dan besar di Yunani, Galen dari Pergamon mempelajari teori anatomi dan fisiologis di Alexandria, Mesir.
Dia mengasah keterampilan medisnya dengan merawat gladiator yang terluka di tempat kelahirannya sebelum menetap di Roma pada tahun 162 M.
Selain melakukan operasi seperti pengangkatan katarak, Galen menganjurkan olah raga, pola makan seimbang, kebersihan yang baik dan mandi serta berteori bahwa otak, bukan jantung, yang mengendalikan tubuh.
Dia adalah dokter pertama yang menunjukkan bahwa laring menghasilkan suara dan mengidentifikasi perbedaan antara darah vena dan arteri.
Melayani sebagai dokter pribadi untuk beberapa kaisar, Galen memajukan pengetahuan anatomi melalui perawatannya terhadap gladiator dan pembedahan serta pembedahan hewan.
Dia menulis ratusan risalah medis, beberapa di antaranya tetap menjadi referensi standar hingga tahun 1500-an.
Kunci kesehatan yang baik dianggap menjaga keseimbangan empat 'humor'. Para dokter Romawi berpegang pada teori yang dikembangkan di Yunani kuno bahwa kesehatan dan emosi seseorang diatur oleh empat zat internal yaitu darah, dahak, empedu kuning, dan empedu hitam.
Humor ini dihubungkan dengan empat kualitas unsur (panas, dingin, basah dan kering). Para dokter Romawi menghubungkan berbagai penyakit dengan ketidakseimbangan dalam cairan tubuh.
Galen, percaya bahwa kelebihan empedu hitam menyebabkan tumor kanker. Keseimbangan dapat dipulihkan melalui perawatan seperti pertumpahan darah, muntah, enema, menginduksi keringat dan konsumsi makanan dalam jumlah besar yang diklasifikasikan sebagai panas atau dingin dan basah atau kering.
Tahukah kamu? Tidak diperlukan pelatihan formal untuk menjadi dokter di Romawi kuno. Siapa pun dapat menyandang gelar dokter tanpa mengikuti ujian atau memenuhi serangkaian kualifikasi.
Kesempatan Mempelajari Anatomi Manusia Terbatas
Larangan Roma kuno terhadap sebagian besar pembedahan mayat manusia karena masalah agama, etika, dan kesehatan masyarakat menghambat studi anatomi.
Dokter seperti Galen malah mengandalkan pembedahan dan pembedahan hewan, khususnya babi dan primata karena struktur anatomi mereka mirip dengan manusia.
Pembedahan ini menjadi tontonan publik yang berfungsi sebagai hiburan dan cara dokter menarik pasien baru.
Mimpi sebagai Alat Diagnostik
Banyak dokter di sejarah Romawi kuno yang mempertimbangkan mimpi ketika membuat diagnosis dan menentukan pengobatan. Mereka percaya mimpi bisa menjadi sinyal dari jiwa tentang ketidakseimbangan humoral dalam tubuh.
Para dokter percaya bahwa mimpi dapat memberikan wawasan tentang pasien yang tersembunyi dari pengamatan langsung.
Misalnya, mimpi yang menampilkan salju atau es dianggap menunjukkan dahak yang berlebihan (humor yang dianggap dingin dan basah), sedangkan mimpi yang menampilkan api menandakan peningkatan kadar empedu (humor yang dianggap panas dan kering).
Galen mendiagnosis seorang pegulat yang bermimpi kesulitan bernapas sambil berdiri di dalam kolam darah sebagai menderita humor yang berlebihan, jadi dia meresepkan pertumpahan darah sebagai pengobatannya.
Kubis Dianggap sebagai Obat Ajaib
Banyak dokter Romawi mengaitkan pola makan dengan kesehatan yang baik dan menyebut kubis sebagai makanan super yang dapat mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit.
Sejarawan Romawi Cato the Elder membuktikan kebenarannya dalam risalah sepanjang hampir 2.000 kata tentang khasiat kubis yang menyehatkan di De Agricultura.
Menurut Cato, sayuran berdaun ini dapat menyembuhkan sakit kepala, gangguan penglihatan, dan masalah pencernaan. Penggunaan kubis yang dihaluskan dapat menyembuhkan luka, memar, luka, dan dislokasi tanpa rasa sakit.
“Singkatnya, ini akan menyembuhkan semua organ dalam yang menderita,” tulisnya. Cato bahkan menulis bahwa menghirup asap kubis rebus meningkatkan kesuburan dan mandi dengan air seni seseorang yang makan banyak kubis dapat menyembuhkan banyak penyakit.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR