Beberapa sejarawan berpendapat, pertempuran mistis tersebut mewakili pertemuan pertama antara orang Minoa yang tidak menunggang kuda dan penunggang kuda nomaden di stepa.
Dengan demikian, mitos tersebut mungkin merupakan metafora untuk konflik pertama antara peradaban penunggang kuda dan masyarakat Yunani kuno, yang tidak mengenal penunggang kuda.
Karya seni yang terinspirasi oleh pertempuran Centauromachy menjadi lebih menonjol, itu setelah mitos Yunani mengalami penyaringan melalui lensa filsafat Yunani kuno.
Pertempuran antara suku Lapith dan Centaur kemudian dianggap sebagai perwujudan kiasan dalam perjuangan internal antara perilaku beradab dan liar.
Analogi ini diperkuat oleh fakta bahwa suku Lapith memahami cara mengonsumsi wine yang benar, yaitu harus diencerkan dengan air dan tidak diminum berlebihan, seperti yang dilakukan para centaur.
Para pematung Yunani kuno yang bekerja di bawah Pheidias menganggap kisah pertempuran tersebut sebagai simbol konflik besar.
Konflik besar antara orang-orang Yunani yang beradab dan orang-orang barbar.
Jadi, pertempuran antara Lapith dan centaur digambarkan dalam pahatan metope Parthenon, serta di Kuil Zeus di Olympia. Pertempuran ini juga menjadi subyek banyak vas.
Penyair Perancis José Maria de Heredia menyertakan sebuah soneta tentang pertempuran dalam karyanya yang berjudul Les Trophées.
Selain itu, selama periode Renaisans, konflik mistis mitologi Yunani ini menjadi tema populer di kalangan seniman, termasuk Michelangelo.
Pada abad ke-19, ia menciptakan relief marmer mengenai subjek tersebut di Florence, sekitar tahun 1492.
Pada dekade berikutnya, Piero di Cosimo melukis Pertempuran Centaurus dan Lapith, yang sekarang disimpan di Galeri Nasional di London.
Kemudian dekorasi dengan Centauromachy juga dilukis oleh Luca Signorelli dalam bukunya Virgin Enthrones with Saints.
Karya itu terinspirasi oleh sarkofagus Romawi yang ditemukan di Cortona di Tuscany pada awal abad kelima belas.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR