Di sisi lain, masyarakat Yunani kuno terbiasa dengan memahami pengalaman yang terjadi dilihat dari satu sisi, tetapi juga direnungkan secara kritisi atau sikap ingin tahu untuk belajar dari kesalahan.
"Hakikat filsafat tentang pertentangan antara akal dan hati. Dalam hal ini, pikiran menang dan juga kalah, begitu pula hati menang dan kalah, bahkan pikiran dan hati sama-sama menang," lanjut Fusvita dan rekan-rekan.
Pengaruh kebudayaan lintas batas
Yunani kuno dan koloni di sekitarnya terhitung lebih muda dibandingkan peradaban kuno lainnya. Timur Tengah telah berdiri peradaban ribuan tahun SM yang saling berinteraksi seperti Mesopotamia dan Mesir kuno. Peradaban-peradaban ini bertukar ilmu pengetahuan ke berbagai daerah, termasuk Yunani kuno.
Jauh sebelum Yunani kuno, ilmu matematika dan geometri berkembang di Mesir dan Mesopotamia. Ilmu ini berkembang karena lingkungan yang memaksa. Misalnya, sungai Nil di Mesir dan Sungai Euferat di Mesopotamia kerap kali banjir. Hal ini memicu pemikiran di masing-masing peradaban untuk berhitung, baik dari segi tata letak dan prediksi cuaca.
Akan tetapi, sains seperti ini hanya dipakai untuk tujuan keagamaan semata. Mesir kuno dan peradaban Mesopotamia melahirkan perhitungan kalender dari fenomena alam untuk menentukan tanggal perilaku dewa-dewi.
Tentu berbeda dengan peradaban Yunani kuno yang berinteraksi dengan kedua peradaban tersebut. Para pemikir mempelajari ilmu pengetahuan mereka untuk keingintahuan, walau asma-sama berusaha memahami alam semesta.
Struktur negara dan politik Yunani kuno
Transfer ilmu pengetahuan di Yunani kuno bisa di mana saja, termasuk di forum politik. Yunani kuno bukanlah satu negara seperti hari ini, melainkan terdiri dari berbagai macam polis (negara kota) yang diatur secara tersebar dan berjalan secara demokratis.
Demi mempertahankan kedaulatan polisnya, berbagai kalangan bisa berbagai ilmu pengetahuan, berpikir bersama, dan mengutarakan pendapat di dalam majelis. Diskusi ini mendorong sistem masyarakat Yunani kuno yang lebih plural.
Kelak, dari sistem ini akan melahirkan filsuf era Socrates seperti Socrates sendiri, Plato, dan Aristoteles. Ketiganya memulai pembelajaran atas fenomena alam dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuka pikiran dan memancing analisis. Aliran-aliran para filsuf era ini membahas isu-isu masyarakat dan politik.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR