Nationalgeographic.co.id—Peradaban Yunani kuno melahirkan banyak filsuf. Beberapa di antaranya yang paling terkenal seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang berkontribusi pada ilmu pengetahuan modern.
Sampai hari ini, sejarawan filsafat Yunani kuno membagi tiga babak filsafat di Yunani: Pra-Socrates, Socrates, dan Post-Socrates. Dari itu semua, yang menarik untuk dipertanyakan, bagaimana sebuah kawasan di selatan Balkan Eropa ini bisa melahirkan banyak pemikir hebat?
"Filsafat pada zaman Yunani kuno sering disebut dengan masa keemasan (golden age) karena pada zaman dahulu setiap orang mempunyai kebebasan dalam mengutarakan gagasan dan argumentasinya dan Yunani dianggap sebagai gudang ilmu pengetahuan dan filsafat yang berlipat ganda pada masa itu," terang Fusvita Dewi dan rekan-rekan di Edumaspul dalam "The History of Development of Philosophy in Time Ancient Greece".
Sejauh ini, peradaban Yunani kuno dikenal juga terkenal dengan mitologinya. Mitologi Yunani kuno diperkirakan sudah ada antara 3.000 dan 1.100 SM. Segala hal yang terjadi di lingkungan sekitar, pada awalnya, disebabkan campur tangan dewa-dewi Yunani kuno.
Namun, sejak abad ke-6 SM, muncul kalangan yang menentang mitologi atas apa yang terjadi pada alam. Berdasarkan pengamatan mereka, peristiwa alam semesta dan segala isinya memiliki alasan yang sebenarnya bisa diterima secara rasional, alih-alih unsur magis. Hal ini memunculkan demitologi yang mulai menyadarkan pemikiran untuk tidak mudah percaya pada mitos.
"Para filosof pertama yang muncul pada Zaman Yunani berasal dari kota Miletos yang letaknya di pinggiran Asia Kecil. Mereka tertarik dengan alam, lalu bertanya-tanya tentang apa sebenarnya alam itu dan mencari tahu," terang Fusvita dan rekan-rekan.
Miletos merupakan salah satu koloni Yunani di Asia Kecil atau Turki modern. Di sini pun terdapat perguruan yang mengamati alam dan fenomena yang terjadi. Pemahaman ini diajarkan oleh para sofis. Sofis adalah guru filsafat dan retorika, biasanya mengajar dari rumah ke rumah dan dibayar, yang memiliki pemikiran skeptis dan penalaran.
Dari sekolah inilah, muncul filsuf paling awal dari peradaban Yunani kuno, seperti Thales, Anaximandros, dan Anaximenes.
Masa ini disebut oleh kalangan sejarawan dan filsuf modern sebagai pra-Socrates. Para pemikir Yunani kuno lebih banyak menyelidiki fenomena alam. Mereka percaya bahwa manusia berasal dari satu zat tertentu.
Selain di Miletos, kebiasaan mengamati alam dan berpikir muncul di kota-kota Yunani lainnya, termasuk Sisilia di Italia modern. Di sana lahir Empedokles (skt. 450 SM) adalah filsuf pertama Yunani kuno yang mengusulkan empat elemen pembentuk kehidupan: air, tanah, api, dan udara.
Isi pemikirannya berbeda dengan Anaximander dari Miletos dari abad ke-6 SM yang menyebut bahwa manusia dari berbagai satu zat tertentu, yang salah satunya adalah "Apeiron" atau zat nirbatas.
Saking sering mengamati alam, Yunani kuno juga melahirkan pemikir matematika yang paling terkenal pada era pra-Socrates seperti Pythagoras dari Samos, ahli matematika yang menciptakan Teorema Pythagoras.
Di sisi lain, masyarakat Yunani kuno terbiasa dengan memahami pengalaman yang terjadi dilihat dari satu sisi, tetapi juga direnungkan secara kritisi atau sikap ingin tahu untuk belajar dari kesalahan.
"Hakikat filsafat tentang pertentangan antara akal dan hati. Dalam hal ini, pikiran menang dan juga kalah, begitu pula hati menang dan kalah, bahkan pikiran dan hati sama-sama menang," lanjut Fusvita dan rekan-rekan.
Pengaruh kebudayaan lintas batas
Yunani kuno dan koloni di sekitarnya terhitung lebih muda dibandingkan peradaban kuno lainnya. Timur Tengah telah berdiri peradaban ribuan tahun SM yang saling berinteraksi seperti Mesopotamia dan Mesir kuno. Peradaban-peradaban ini bertukar ilmu pengetahuan ke berbagai daerah, termasuk Yunani kuno.
Jauh sebelum Yunani kuno, ilmu matematika dan geometri berkembang di Mesir dan Mesopotamia. Ilmu ini berkembang karena lingkungan yang memaksa. Misalnya, sungai Nil di Mesir dan Sungai Euferat di Mesopotamia kerap kali banjir. Hal ini memicu pemikiran di masing-masing peradaban untuk berhitung, baik dari segi tata letak dan prediksi cuaca.
Akan tetapi, sains seperti ini hanya dipakai untuk tujuan keagamaan semata. Mesir kuno dan peradaban Mesopotamia melahirkan perhitungan kalender dari fenomena alam untuk menentukan tanggal perilaku dewa-dewi.
Tentu berbeda dengan peradaban Yunani kuno yang berinteraksi dengan kedua peradaban tersebut. Para pemikir mempelajari ilmu pengetahuan mereka untuk keingintahuan, walau asma-sama berusaha memahami alam semesta.
Struktur negara dan politik Yunani kuno
Transfer ilmu pengetahuan di Yunani kuno bisa di mana saja, termasuk di forum politik. Yunani kuno bukanlah satu negara seperti hari ini, melainkan terdiri dari berbagai macam polis (negara kota) yang diatur secara tersebar dan berjalan secara demokratis.
Demi mempertahankan kedaulatan polisnya, berbagai kalangan bisa berbagai ilmu pengetahuan, berpikir bersama, dan mengutarakan pendapat di dalam majelis. Diskusi ini mendorong sistem masyarakat Yunani kuno yang lebih plural.
Kelak, dari sistem ini akan melahirkan filsuf era Socrates seperti Socrates sendiri, Plato, dan Aristoteles. Ketiganya memulai pembelajaran atas fenomena alam dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuka pikiran dan memancing analisis. Aliran-aliran para filsuf era ini membahas isu-isu masyarakat dan politik.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR