Nationalgeographic.co.id—“Pada tahun pemerintahan Gaius Julius Caesar Augustus Germanicus, yang dikenal dalam sejarah sebagai Caligula, sebuah peristiwa terjadi yang akan selamanya mengaburkan batas antara kegilaan dan kejeniusan, kekuasaan dan kebodohan,” kata Christiana Athanasiou, seorang penulis sejarah dari Yunan.
Pertempuran ini adalah kisah paling terkenal dalam sejarah Kekaisaran Romawi, dimana Kaisar Caligula menyatakan perang terhadap Neptunus, dewa laut.
Di pantai Galia, menghadap ke perairan bergolak yang memisahkan Kekaisaran Romawi dengan pulau Britania, pasukan Roma berdiri dengan pakaian perang lengkap.
Kala itu, suasana benar-benar terasa sangat tegang. Para prajurit terlatih dan veteran berpengalaman, akan menghadapi musuh yang berbeda dari sebelumnya: hamparan laut tak berujung.
Para prajurit mulai saling bertukar pandang. Sebentar lagi mereka akan memulai serangan sia-sia: mencambuk ombak agar tunduk. Mereka juga diperintah untuk mengumpulkan kerang sebagai tanda kemenangan.
Caligula, berjubah ungu dan emas, dengan wajah murka, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, memberi isyarat untuk maju.
Di antara barisan berdiri Marcus Valerius, seorang perwira yang kesetiaannya kepada Caligula sekuat baja gladiusnya.
Di sampingnya, Gaius Aelius, seorang skeptis yang memandang keputusan kaisar dengan jijik, menggumamkan umpatan-umpatan di dalam hati. Dan ada Lucius muda, seorang prajurit baru yang matanya yang lebar mencerminkan kegilaan saat itu.
Ketika para legiun memulai serangan dengan cambuk mereka, Marcus meneriakkan semangat, suaranya nyaris tak terdengar di atas deru lautan.
Gayus mencibir, "Apakah kita akan menenggelamkan Poseidon dengan keringat kita?" Tapi Lucius, yang selalu polos, meraup kerang-kerang laut ke dalam helmnya dengan semangat yang memungkiri absurditas tugas mereka.
Hari semakin siang, sampah-sampah hasil rampasan perang melawan alam mulai berserakan. Caligula mengawasi dari tempat duduknya yang tinggi, sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
Tak jelas apa arti dari senyuman itu, sulit untuk menguraikannya. Apakah itu kegembiraan karena kegilaan atau kepuasan dari suatu strategi yang tak terlihat?
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR