Nationalgeographic.co.id—Salahuddin Ayyubi, pemimpin Muslim Kurdi yang terkenal karena perannya dalam Perang Salib. Kepiawaiannya di medan perang tak hanya membuatnya dihormati oleh para pengikutnya, namun juga oleh musuh-musuhnya.
Seruan untuk Perang Salib Pertama, yang dimulai 40 tahun sebelum Salahuddin lahir, menjadi titik awal dari perpecahan yang membentuk dunianya. Perang Salib tersebut memicu perseteruan atas Yerusalem serta pendirian negara-negara Kristen di wilayah Palestina.
Di sisi lain, dunia Islam saat itu terbelah oleh konflik Sunni-Syiah dan berbagai kelompok lainnya yang saling bertengkar soal isu teologis maupun sekuler.
Tentara salib berhasil memanfaatkan situasi perpecahan di antara pemimpin-pemimpin Muslim dan absennya kekuatan militer yang terpadu.
Kemunculan Salahuddin merupakan angin segar bagi umat muslim. Dengan kemampuannya yang luar biasa, ia berhasil mempersatukan umat muslim. Segera, Salahuddin menjadi tantangan besar bagi pasukan tentara salib.
Kairier Awal Salahuddin
Salahuddin, yang nama lengkapnya adalah al-Malik al-Nasir Salah al-Dunya wa'l-Din Abu'l Muzaffar Yusuf Ibn Ayyub Ibn Shadi al-Kurdi, putra Ayub, seorang tentara bayaran Kurdi yang terlantar, lahir pada tahun 1137 di benteng Takrit utara Baghdad.
Salahuddin kemudian merangkak naik melalui jajaran militer dimana ia mendapatkan reputasi sebagai penunggang kuda yang terampil dan pemain polo berbakat.
Dia mengikuti pamannya Shirkuh dalam kampanye militer, yang berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 1169.
Salahuddin kemudian mengambil alih dari kerabatnya sebagai gubernur Mesir untuk Nur ad-Din (kadang-kadang juga disebut Nur al-Din), gubernur independen Aleppo dan Edessa (r. 1146-1174).
“...seorang pria pendek, dengan wajah bulat, jenggot hitam yang rapi dan mata hitam yang tajam dan waspada. Dia menempatkan anggota keluarganya pada posisi-posisi yang berkuasa dan tampaknya menantang otoritas tuannya,” kata sejarawan J. Phillips, mendeskripsikan Salahuddin muda.
Ketika Nur ad-Din meninggal pada Mei 1174, koalisi negara-negara Muslim yang ia bentuk hancur karena penerusnya berjuang untuk supremasi. Salahuddin mengklaim bahwa dia adalah pewaris sejati dan mengambil alih Mesir untuk dirinya sendiri.
Menyatukan Dunia Muslim
Salahuddin, yang kini menjadi Sultan Mesir, mengulangi prestasi Nuruddin di Suriah ketika ia merebut Damaskus pada 1174.
Salahuddin mengklaim dirinya sebagai pelindung kaum Ortodoksi Sunni dan pemecatannya terhadap khalifah Syiah di Kairo serta pengorganisasian negaranya sesuai dengan hukum Islam yang ketat memberikan bobot yang serius terhadap klaim ini.
Salahuddin kemudian berusaha menyatukan dunia Muslim atau setidaknya membentuk suatu bentuk koalisi yang berguna–bukan tugas yang mudah mengingat banyaknya negara bagian, penguasa kota yang independen, dan perbedaan pandangan antara Muslim Sunni dan Syiah.
Strategi Militer dalam Perang Salib
Langkah awal Salahuddin untuk memperkuat militernya adalah mendisiplinkan pasukannya yang sulit diatur. Baginya, hal ini tak kalah penting dibanding strategi militer brilian maupun mutakhir.
Upayanya membuahkan hasil. Pada 1187, ia mampu menyetarakan kekuatan militer muslim dengan Tentara Salib.
Di dekat Tiberias, Palestina Utara, Salahuddin dan pasukannya berhasil menjebak dan menghancurkan Tentara Salib dalam satu serangan. Begitu besar kerugian yang diderita pasukan Salib dalam pertempuran ini, sehingga dengan cepat kaum Muslimin dapat menguasai hampir seluruh wilayah Yerusalem.
Namun, pencapaian puncak Salahuddin dan pukulan paling dahsyat bagi seluruh gerakan Perang Salib terjadi pada tanggal 2 Oktober 1187. Dia berhasil menduduki kota Yerusalem setelah selama 88 tahun berada di tangan kaum Frank.
Menurut dosen senior Bahasa dan Peradaban Timur Dekat Universitas Chicago, Paul Walker, Salahuddin berencana untuk membalas pembantaian umat Islam di Yerusalem pada tahun 1099 dengan membunuh semua orang Kristen di kota itu,
“Tetapi ia setuju untuk membiarkan mereka membeli kebebasan mereka asalkan para pembela Kristen tidak mengganggu penduduk Muslim,” kata Walker.
Karier militernya yang gemilang segera membuat namanya turut bersinar. Di mata musuh-musuhnya, dia adalah seorang ksatria yang gagah berani dan bijak.
Sang Inspirator
Nama Salahuddin tidak hanya dikenal karena kehebatannya dalam strategi militer, tetapi juga karena sifat-sifat kepemimpinan yang menginspirasi. Salah satu hal yang membuat Salahuddin begitu dicintai oleh musuh-musuhnya adalah sikapnya yang adil dan dermawan.
Dalam mengelola wilayah yang telah disatukannya, Salahuddin dikenal sebagai pemimpin yang peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya, tanpa memandang latar belakang agama atau suku.
Sikapnya yang terbuka terhadap berbagai agama dan budaya membuatnya dianggap sebagai sosok yang toleran dan berjiwa besar.
Meskipun menyandang status penguasa, Menurut Phillips, Salahuddin justru dikenal memiliki hidup yang sangat sederhana, baik dalam berpakaian maupun bersikap.
“Ketika ia meninggal pada tahun 1193, begitu besar kedermawanannya sehingga perbendaharaannya hampir kosong, dan konon uang harus dipinjam untuk membeli batu bata untuk melapisi makamnya,” kata Phillips.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR