Nationalgeographic.co.id – Pada akhir tahun 1800-an, gerakan Zionis menyerukan pembentukan negara Yahudi di Palestina. Sultan Abdul Hamid II Kekaisaran Ottoman mengambil serangkaian tindakan pencegahan untuk membatalkan rencana tersebut.
Namun, ketika sultan digulingkan dan Turki Muda mengambil alih kekuasaan, gerakan itu menyebar di wilayah tersebut.
Orang-orang Yahudi menyebar ke seluruh dunia setelah Romawi membakar Yerusalem pada tahun 70 M. Sejak saat itu, mereka menantikan seorang penyelamat, seorang mesias, yang akan mengumpulkan mereka dalam satu negara.
Ketika kedatangan mesias yang telah lama ditunggu-tunggu ini tertunda, beberapa idealis Yahudi melakukan mobilisasi untuk mendirikan negara Israel.
Kelompok yang berkumpul di Basel, Swiss, pada tahun 1897 disebut Zionis, diambil dari nama Gunung Zion tempat Beth ha-Mikdas (Masjid Al-Aqsa) milik Nabi Sulaiman didirikan.
Sebuah Wilayah yang Dijanjikan
Zionis meminta bantuan dari Kerajaan Inggris, yang merupakan negara paling kuat pada saat itu, tetapi tuntutan mereka tidak ditanggapi dengan serius.
Belakangan, kekaisaran menyadari bahwa gerakan Yahudi ini semakin kuat dan menawarkan wilayah seperti Uganda, Siberia, dan Siprus, tetapi mereka tidak menyetujuinya.
Mereka menginginkan Palestina, rumah bagi ratusan ribu orang Arab, yang merupakan tanah perjanjian yang disebutkan dalam Taurat.
Sultan Abdul Hamid II Perjuangkan Palestina
Pemerintah Ottoman mengambil beberapa tindakan pencegahan terhadap gerakan ini yang mengancam integritas wilayahnya. Pada tahun 1871, jauh sebelum Zionis mengambil tindakan, Kekaisaran Ottoman mendeklarasikan 80 persen wilayah Palestina sebagai milik negara.
Menyusul suksesi Sultan Abdul Hamid II, ia meningkatkan tindakan pencegahan terhadap pemukiman Yahudi di Palestina. Pada tahun 1883, ia membatasi perolehan tanah Palestina dan memutuskan untuk mengambil sendiri wilayah strategis tersebut.
Source | : | Daily Sabah |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR