Pada tahun 1900, Sultan Abdul Hamid II Kekaisaran Ottoman membatasi masa tinggal orang Yahudi di wilayah Palestina hingga 30 hari.
Ia selanjutnya melarang perolehan wilayah bagi orang Yahudi asing di Kekaisaran Ottoman, termasuk Palestina.
Dinyatakan bahwa Kesultanan Utsmaniyah bukanlah kawasan pemukiman bagi orang-orang yang diasingkan dari Eropa.
Tidak ada ruang untuk persetujuan. Penduduk asli Budapest, Theodor Herzl, pemimpin gerakan Zionis, meminta audiensi dengan Sultan Abdul Hamid II Kekaisaran Ottoman.
Ketika permintaan ini ditolak, ia menyampaikan tawarannya kepada sultan melalui teman dekatnya, Phillip Newlinsky dari Polandia, pada bulan Mei 1901.
Mereka menawarkan untuk membayar utang luar negeri Ottoman dan memberikan propaganda bagi Sultan Ottoman di Eropa dengan imbalan pembukaan Tanah Palestina untuk pemukiman Yahudi dan pengalihan pemerintahan kepada orang-orang Yahudi.
Sultan menolak tawaran ini dengan pepatah terkenal: "Saya tidak akan menjual apa pun, bahkan satu inci pun wilayah ini karena negara ini bukan milik saya, tetapi milik seluruh Ottoman. Rakyat saya memenangkan tanah ini dengan darah mereka. Kami memberikan apa yang mereka inginkan. kita punya cara untuk mendapatkannya."
Herzl mengulangi tawarannya sekali lagi pada tahun berikutnya, tetapi jawabannya tetap sama.
Sultan Abdul Hamid II Digulingkan
Kaum Turki Muda mencopot Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1909. Mereka mengasingkan sultan ke Tesalonika dan memenjarakannya di rumah seorang bankir Yahudi bernama Allatini.
Seluruh wilayah milik sultan dinasionalisasi dan kaum Yahudi diizinkan menetap di Palestina oleh Turki Muda.
Meskipun mereka menyinggung seluruh komunitas Ottoman dengan politik Turkifikasi mereka, mereka juga bersinggungan dengan orang-orang Yahudi karena mereka membantu Turki Muda merebut kekuasaan.
Source | : | Daily Sabah |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR