"Indonesia adalah mukjizat keberagaman," ujar Yoanata saat mengantar pembahasan. Bentang negeri kepulauan ini memiliki kekayaan ragam budaya, suku bangsa, ras, puspa dan satwa, bahkan ragam batuan Bumi yang kita pijak.
Keberagaman manusia yang menghuninya pun melahirkan ragam sudut pandang, cara berpikir dan bertindak dalam menyiasati kehidupan. Namun, bagaimanakah nasib mukjizat keberagaman itu ketika populasi kita mencapai delapan miliar? Kita pun dituding sebagai penghancur pusparagam kehidupan di Bumi. Apa yang harus kita lakukan demi mengakhiri tragedi?
Pemparan ini menampilkan empat sampul dan sisipan poster dua sisi yang mendampinginya. "Degup Cycloop" yang terbit pada edisi Januari 2021, berkisah tentang Cagar Alam Pegunungan Cycloop dan kawasan penyanganya di Papua; "Permata Air Hitam" yang terbit pada November 2021, berkisah tentang ancaman dan upaya pelestarian alam di kawasan Mahakam Tengah, Kalimantan Timur; "Pusparagam Lore Lindu" yang terbit pada edisi Desember 2021, berkisah tentang kelindan manusia dan cagar biosfer di jantung Wallacea, Sulawesi Tengah; dan "Bersenyawa di Paya Papua" yang terbit pada edisi Januari 2023, berkisah tentang keanekaragaman hayati di Taman Nasional Wasur dan bagaimana budaya setempat mampu berdenyut bersama.
Utomo Priyambodo, Writer National Geographic Indonesia, mengisahkan perjalanannya dalam penugasan di Mahakam Tengah. Sebagai penulis, ia mempersiapkan penugasan itu dengan riset pendahuluan sehingga mendapat gambaran yang jelas tentang kawasan dan narasumber. Dalam pemaparannya berjudul Menyusun Kisah Penjelajahan National Geographic Indonesia, ia mengungkapkan bahwa saat menghimpun informasi di lapangan, ia biasa menyerap pengetahuan dan hal detail melalui pancaindranya.
Ricky Martin, Videografer National Geographic Indonesia, berbagi pengalamannya selama lima tahun terakhir bersama majalah bingkai kuning ini. Ia menegaskan bahwa National Geographic Indonesia mengutamakan proses kreatif dalam setiap pembuatan produk jurnalistik.
"Dalam membuat sebuah liputan video dokumenter, National Geographic Indonesia berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait tema-tema pusparagam Nusantara," kata Ricky. "Untuk itu diperlukan riset-riset melalui sumber-sumber informasi primer,sekunder dan tersier."
Bagaimana fotografer National Geographic Indonesia bekerja? Donny Fernando, yang juga alumni Universitas Multimedia Nusantara, membagikan kisahnya kepada audiens dan para juniornya.
Donny menyampaikan bagaimana kisah-kisah Ekspedisi Pusparagam Kehidupan dalam sudut pandang visual. "Dalam National Geographic Indonesia kini, narasi visual tidak hanya sekadar kehidupan satwa dan juga alam, melainkan kisah manusia dan dampaknya pada lingkungan dan iklim."
Dalam pemaparannya, Donny juga berbagi kisah-kisah penugasannya. Ketika penugasan untuk Pusparagam Mahakam, ia berupaya menceritakan dari aspek visual dari dampak perubahan iklim yang nyata dirasakan petani desa yang gagal panen.
Ketika Ekspedisi Pusparagam Wasur, ia menangkap simbol-simbol totemisme masyarakat adat yang divisualkan dalam potret mereka. Sementara itu dalam penugasan untuk Pusparagam Lore Lindu, ia menceritakan tantangan masyarakat adat melalui potret seorang warga yang menggagas sekolah adat sebagai bentuk warisan kebudayaan pada generasi berikut.
"Dalam Era Baru Penjelajahan, kita tidak terpaku pada seberapa jauh kita melangkah, seberapa tinggi kita mendaki, atau seberapa dalam kita menyelam—pun penjelajahan bisa dilakukan di manapun, bahkan di halaman belakang rumah kita," ujar Yoanata dalam kata penutup acara ini. "Namun hal yang terpenting dalam Era Baru Penjelajahan ini adalah seberapa besar kontribusi kita kepada sains, upaya dan dukungan kita dalam pelestarian."
Perihal populasi delapan miliar yang berdampak pada kesehatan Bumi, ia menambahkan, "Permasalahan yang ditimbulkan populasi pada dasarnya tidak bisa diselesaikan dengan sains saja, tetapi juga moral dan etika dari diri kita masing-masing."
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR