Nationalgeographic.co.id—Ramses III adalah firaun kedua dari Dinasti Kedua Puluh selama Kerajaan Baru. Dia berkuasa ketika Mesir berada dalam masa kemunduran.
Namun, di bawah kepemimpinannya yang berlangsung selama 30 tahun, ia mampu memperlambat kemunduran negaranya dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan mengalahkan Bangsa Laut dan Libya, serta program pembangunan yang mengesankan.
Menurut Heather Reilly, seorang penulis dan sejarawan dunia Kuno, setelah masa pemerintahan Ramses III, kerajaan Mesir mengalami kekacauan karena pertikaian internal dan ketidakmampuan Mesir untuk memanfaatkan inovasi besi selama Zaman Besi.
“Kematian Ramses menandai berakhirnya posisi kemakmuran dan stabilitas Mesir, itulah sebabnya ia dikenal sebagai Firaun Agung terakhir,” kata Reilly.
Ramses III Naik Takhta
Ramses III secara langsung menggantikan ayahnya, Setnakhte, dalam garis suksesi. Dia mengukuhkan kekuasaannya sebagai raja dengan mencontoh Ramses II yang Agung.
Pada tahun kelima pemerintahannya, kekuatan Ramses III sebagai penguasa akan diuji. Gabungan suku-suku Libya, seperti suku Meshwesh dan Seped menyerang Mesir.
Sekitar 25 tahun sebelumnya, di bawah pemerintahan Merenptah, kelompok yang sama juga pernah menyerang. Namun mereka berhasil dipukul mundur oleh firaun yang berkuasa.
Pada serangan kali ini, Ramses harus memerangi orang-orang Libya dalam dua pertempuran: di darat dan di laut.
Orang-orang Laut
Tiga tahun kemudian, Mesir harus mempertahankan diri lagi, dan kali ini melawan musuh yang jauh lebih besar.
“Ketika Ramses III berkuasa, banyak kota pesisir dan kekuatan lama mengalami masalah ekonomi, bencana alam, dan jatuh ke tangan musuh yang sebagian besar tidak dikenal.” kata Reilly.
Ugarit, beberapa bagian Siprus, Mycenaeans, Palestina, dan kekaisaran Het semuanya telah dikalahkan oleh kelompok yang dikenal sebagai Orang Laut. Mereka agaknya memiliki kemampuan militer di atas rata-rata, baik di laut maupun di darat.
Pada tahun ke delapan pemerintahan Ramses, Orang Laut menyerang dari dua sisi: satu dari darat–bergerak menuju Delta Sungai Nil di timur laut dalam perjalanan dari pertempuran di Palestina–dan yang lainnya bergerak dengan menggunakan kapal menuju muara utama Sungai Nil.
Mendengar kabar ini, Ramses bersiap dengan mengeluarkan wajib militer nasional dan mengirim orang-orang ini ke muara Sungai Nil. Sementara itu, tentara yang terlatih bertemu dengan Orang Laut di Delta.
Menurut Reilly, armada Mesir jauh lebih siap untuk pertempuran laut, “kapal-kapal pengangkut pasukan Orang Laut dengan mudah terbalik, dan ratusan orang tenggelam.” Di sisi lain, “pertempuran darat mungkin tidak begitu berhasil.”
Menariknya, sumber-sumber yang ada sangat terbatas dan sebagian besar dokumen hanya menyatakan kemenangan tanpa rincian. Para ahli biasanya mengutip hal ini sebagai bukti kerugian besar Mesir.
Pemulihan
Setelah pemberontakan yang lebih besar dari suku-suku Libya dikalahkan oleh Ramses III, ia mengalihkan perhatiannya pada proyek renovasi, seperti yang biasa dilakukan oleh seorang firaun.
Ramses memulai pembangunan kuil kamar mayatnya, meniru para pendahulunya. Kuil Medinet Habu, merupakan salah satu karya luar biasanya dan menjadi warisan berharga di zaman modern yang mencatat banyak pencapaian raja melalui relief dan ukiran.
Karya arsitektur dan seni yang luar biasa ini juga merupakan monumen besar terakhir dari Mesir kuno, dan firaun-firaun berikutnya memilih untuk membangun kapel-kapel yang lebih kecil di situs tersebut.
Selain itu, Ramses juga dikenal sebagai firaun yang sangat berbakti kepada para dewa. Tak hanya dengan membangun monumen-monumennya sendiri, tapi juga dengan memerintahkan pemeliharaan kuil-kuil di seluruh Mesir.
Gejolak Ekonomi, Kerusuhan, dan Kematian
Namun, seluruh pencapaian Ramses akan menjadi cacat karena ketidakstabilan ekonomi. Tak syak, melawan invasi asing membutuhkan biaya besar, dan akibatnya, perbendaharaan Mesir menderita.
Sementara kuil-kuil dipenuhi dengan barang-barang eksotis, lumbung-lumbung padi terlihat habis. Selain itu, perdagangan umum dengan Timur Dekat relatif buruk karena Bangsa Laut telah menghancurkan sebagian besar pusat perdagangan.
Menurut Reilly, Bukti nyata dari kekacauan ekonomi ini terlihat jelas dalam aksi pemogokan yang tercatat dalam sejarah di bawah Ramses III.
“Para pekerja nekropolis di Lembah Para Raja menerima upah mereka, yang juga mencakup makanan mereka, satu bulan terlambat, dan langkah-langkah sementara diterapkan tetapi pada akhirnya diabaikan karena persiapan untuk jubileum 30 tahun Firaun,” kata Reilly.
Sementara itu, Reilly menambahkan, “para pengrajin, yang tinggal di desa khusus bernama Deir el-Medina, menerima upah berikutnya terlambat dan terlambat lagi.”
Meskipun Ramses tidak menyadari pemogokan tersebut, hal ini menunjukkan ketidakpastian kondisi ekonomi Mesir di bawah pemerintahannya.
Demikian juga, insiden-insiden tersebut membawa keretakan yang berkembang di dalam pemerintahan serta kegagalan dalam organisasi administrasi dan politik secara keseluruhan.
Pada tahun 1157 SM, pasca perayaan ulang tahunnya, kesehatan Ramses memburuk. Kondisi ini dapat dirasakan oleh mereka yang berada di dalam harem. Bagi mereka yang ingin mendapat kekuasaan selanjutnya, hal ini adalah kabar baik.
Dan benar saja, di saat kondisinya yang tak menguntungkan, ia menerima serangan dari istri keduanya. Apa yang terjadi selanjutnya telah diperdebatkan telah lama diperkirakan bahwa Ramses selamat dari serangan itu.
Di sisi lain, meskipun mumi Ramses III tidak menunjukkan tanda-tanda penyerangan yang jelas, pada tahun 2011, tubuh mumi tersebut dipindai dengan CT scan dan memperlihatkan luka di lehernya yang menembus ke tulang–luka yang menurut para ilmuwan mustahil untuk bertahan hidup.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR