Nationalgeographic.co.id—Sekelompok pemuda Maluku di Belanda pernah menggemparkan dunia. Pada tanggal 2 Desember 1975, sekelompok pemuda Maluku menjadi berita utama internasional karena membajak sebuah kereta api di Belanda bagian utara.
Para pemuda Maluku itu menyandera 50 penumpang dan membunuh masinis. Mereka kemudian dengan dingin mengeksekusi dua penumpang di depan kamera televisi.
Para teroris itu menuntut bantuan Belanda dalam perjuangan untuk mendapatkan kembali kemerdekaan di kepulauan selatan Maluku. Itu adalah sebuah kepulauan yang direbut oleh tentara Indonesia tidak lama setelah Republik Maluku Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya pada bulan April 1950.
Tindakan dramatis tersebut adalah yang pertama dalam sejumlah penyanderaan yang mengguncang Belanda selama beberapa tahun berikutnya. Aksi pembajakan kereta itu menandai salah satu ancaman paling serius terhadap keamanan sipil Belanda pada periode pascaperang.
“Ini benar-benar mengerikan,” kenang Krijn Reitsma, yang bekerja di Amsterdam pada saat itu, “Mereka menyandera banyak orang yang tidak bersalah dan membunuh beberapa dari mereka secara langsung. Kami lega karena tidak ada lagi yang terbunuh.”
“Sungguh mengerikan ketika ada orang yang terbunuh,” kata Jootje Sinai, generasi kedua orang Belanda asal Maluku. “Anda memahami apa yang mereka perjuangkan tetapi tidak mengerti mengapa mereka harus membunuh orang. Itu adalah saat yang mengerikan dan saya berharap hal itu tidak pernah terjadi. lagi."
Saat ini, puluhan tahun setelah drama teroris terakhir di akhir tahun tujuh puluhan, dan seiring dengan perlahan-lahan Indonesia bergerak menuju demokrasi, prospek otonomi yang lebih besar atau bahkan kemerdekaan Maluku tampak lebih cerah dibandingkan sebelumnya. Namun banyak warga Maluku yang tinggal di Belanda telah kehilangan semangat nasionalis yang berkobar kuat sekian dekade lalu.
“Saya tahu bahwa sejarah saya ada hubungannya dengan gagasan kemerdekaan Maluku, tetapi saya tidak lagi percaya pada gagasan itu,” keluh generasi kedua warga Belanda-Maluku Charley Behoekoe Nam Radja.
“Saya percaya pada gagasan itu ketika saya masih muda. Saya punya cita-cita lain sekarang, seperti mencoba membuat Belanda menjadi masyarakat multikultural yang lebih sukses," ujarnya lagi.
Setelah lebih dari setengah abad tinggal di Belanda, komunitas Maluku di Belanda perlahan-lahan menyerah pada impian puluhan tahun mereka untuk berkemas dan kembali ke Maluku Selatan yang merdeka. Mereka kini lebih memilih berjuang untuk sukses di dunia Belanda abad ke-21 yang semakin kompleks.
Kisah komunitas Maluku di Belanda adalah kisah yang panjang dan rumit, dan berakar pada ekspansionisme komersial sejak masa awal kemerdekaan Belanda. Tahun 2024 menandai peringatan 425 tahun kedatangan kapal Belanda pertama di Kepulauan Rempah-Rempah.
Sejak dahulu kala, Maluku merupakan pemasok utama cengkih dan pala untuk pasar dunia. Pada awal abad ketujuh belas Perusahaan Hindia Belanda Bersatu, Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), memperoleh monopoli atas ekspor cengkih dari Hindia. VOC melakukan ekspansi secara finansial dan geografis, sehingga hampir seluruh kepulauan Indonesia berada di bawah kendalinya selama abad ke-17 dan ke-18.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR