Nationalgeographic.co.id—Tak hanya dikenal di seluruh dunia kuno karena kekayaannya saja, Kota Korintus di Yunani Kuno juga memiliki peraturan yang longgar atau santai terkait praktik seksual.
Sebagai salah satu pusat perdagangan terbesar dan termakmur di Mediterania, Korintus menarik banyak orang selama berabad-abad dari berbagai kalangan.
Bukti-bukti arkeologis telah memberikan wawasan menarik tentang aspek budaya Korintus yang kurang dikenal. Hal ini menarik para ahli di seluruh dunia dan membuat mereka penasaran.
Kuil Aphrodite dan Pelacuran suci
Menurut sumber-sumber kuno, Kuil Aphrodite yang berada di puncak bukit Acrocorinth di Korintus terkenal dengan praktik pelacuran suci–meskipun hal ini masih bersifat dugaan.
Ahli geografi Yunani, Strabo, yang menulis karyanya pada awal abad ke-1 Masehi, mengklaim bahwa kuil ini mempekerjakan sekitar seribu hierodouloi. Mereka adalah budak kuil, yang melayani sebagai pelacur suci yang didedikasikan untuk dewi cinta, Aphrodite.
Menurut penulis Nick Kampouris, dilansir dari laman Greek Reporter, para wanita yang telah diserahkan oleh koleganya, akan terlibat dalam ritual seksual dengan pengunjung sebagai bentuk pengabdian religius.
“Hal ini sangat kontras dengan definisi pelacuran saat ini,” kata Nick. “Inilah sebabnya mengapa layanan mereka membawa kekayaan besar bagi kota Korintus dan merupakan sesuatu yang membuat kota itu bangga, bukannya malu.”
Reputasi Korintus sebagai pusat pelacuran suci begitu meluas di dunia Yunani kuno sehingga frasa Yunani "Tidak semua orang bisa berlayar ke Korintus" menjadi pepatah yang populer.
Pepatah tersebut menyiratkan bahwa tidak semua orang mampu membayar layanan mahal dari para pelacur kuil, karena itu bukanlah hal yang paling terjangkau untuk dinikmati di Korintus kuno.
Dalam pandangan lain–meskipun masih dalam dugaan–Kuil Aphrodite juga merupakan tempat penyembuhan bagi mereka yang menderita penyakit seksual atau masalah kesuburan. Seperti halnya dewa-dewa lain, orang-orang dengan masalah seperti itu akan memberikan persembahan kepada Aphrodite, dengan harapan dia akan menyembuhkan mereka.
Kendati ada banyak catatan dari para penulis kuno, belum ada bukti arkeologis yang pasti yang ditemukan. Oleh karenanya masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkonfirmasi keberadaan pelacuran suci di Kuil Aphrodite di Korintus.
Banyak ahli modern bahkan mempertanyakan kebenaran klaim yang dibuat oleh Strabo dan penulis kuno lainnya. Para ahli ini berpendapat bahwa catatan-catatan tersebut mungkin telah memasukkan hal-hal yang berlebihan atau salah tafsir tentang praktik-praktik ritual lain yang akhirnya disalahartikan sebagai pelacuran suci.
Bagaimanapun, kuil itu sendiri berukuran cukup kecil, dan sangat tidak mungkin untuk menampung seribu pelacur seperti yang digambarkan.
Meskipun gagasan tentang kuil besar yang dipenuhi dengan pelacur suci telah menarik imajinasi para cendekiawan dan arkeolog selama berabad-abad, bagi Nick, penting untuk mendekati topik ini dengan hati-hati dan tetap berpegang teguh pada bukti arkeologis yang kita miliki.
“Pekerjaan arkeologi lebih lanjut dan penyelidikan di situs Acrocorinth suatu hari nanti mungkin akan memberikan lebih banyak penjelasan tentang aspek menarik dari kehidupan religius di Korintus kuno ini, tetapi sampai saat itu, kita harus menerima segala sesuatu dengan bijaksana,” kata Nick.
Tembikar dan Karya Seni Tema Seksual
Apa yang jelas terbukti dengan bukti arkeologis adalah bahwa Korintus pada zaman kuno terkenal dengan tembikarnya. Tembikar itu diekspor secara luas ke seluruh dunia Yunani.
Banyak dari vas dan bejana ini dihiasi dengan adegan erotis, beberapa di antaranya masih bertahan hingga hari ini. Beberapa di antaranya mencerminkan keterbukaan kota ini terhadap seksualitas dan tidak adanya batasan-batasan seperti yang berlaku saat ini.
Sebuah cermin perunggu ditemukan di Korintus beberapa tahun lalu, yang menampilkan citra erotis secara eksplisit. Tak hanya itu, patung-patung dan karya seni lainya yang ditemukan seringkali bentuk manusia dengan segala sensualitasnya.
Semua bukti ini menunjukkan bahwa budaya Korintus kuno jauh lebih liberal dalam hal seksual. Hal ini terutama jika dibandingkan dengan kota-kota Yunani kuno lainnya yang berjarak beberapa ratus mil jauhnya, seperti Sparta.
Pusat Kota Korintus dan Masyarakatnya
Di jantung kota kuno Korintus terdapat agora, pusat pasar dan pusat pemerintahan masyarakat Yunani yang ingar bingar.
Pusat keramaian ini, bersama dengan pelabuhan-pelabuhan yang sibuk di wilayah Korintus yang lebih luas, menarik para pelaut, pedagang, dan pelancong. Tak sekadar berbisnis, tetapi juga mencari kesenangan duniawi lainnya.
“Gang-gang berliku di sekitar agora Korintus dipenuhi dengan kedai-kedai minuman dan penginapan,” kata Nick. “Banyak di antaranya yang kemungkinan besar merangkap sebagai rumah bordil, menawarkan layanan kepada para pelanggannya.”
Faktanya, perdagangan seks adalah bagian penting dari ekonomi Korintus itu sendiri, dan kota ini memperoleh ketenaran dan kekayaan yang besar darinya.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR