Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa benua Amerika Selatan dan Afrika tampak seperti potongan puzzle yang cocok?
Pertanyaan inilah yang mendorong Alfred Wagener, seorang ahli meteorologi dan geofisika Jerman, untuk mengajukan teori Pangea pada awal abad ke-20.
Teori ini menjelaskan bahwa semua benua di Bumi dulunya bersatu dalam satu superbenua yang disebut Pangea.
Namun, mengapa Alfred Wagener mengajukan teori Pangea?
Artikel ini akan mengupas penemuannya tentang benua yang hilang, bukti-bukti yang mengarah ke teori tektonik lempeng, dan Pangea Proxima, masa depan Bumi di mana benua bersatu kembali.
Teori Pangea Alfred Wagener
Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi dan geofisika Jerman, mengajukan teori Pangea pada awal abad ke-20.
Seperti sempat dipaparkan di awal, teori ini menjelaskan bahwa semua benua di Bumi dulunya bersatu dalam satu superbenua yang disebut Pangea, yang berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti "semua daratan" atau "seluruh Bumi".
Melansir National Geographic Education, Wagener mengamati bahwa garis pantai benua Amerika Selatan dan Afrika tampak cocok seperti potongan puzzle.
Ia juga menemukan bukti fosil serupa yang terdapat di benua-benua yang dipisahkan oleh lautan.
Penyebab terakhir yang membuat Wagener mengajukan teori Pangea adalah saat dirinya menemukan kesamaan formasi geologi di benua-benua yang berbeda.
Baca Juga: Selisik Sejarah dan Kehidupan Suku Indian Apache di Benua Amerika
Berdasarkan pengamatan dan ketiga bukti ini, Wagener berhipotesis bahwa benua-benua di Bumi pernah bersatu, kemudian terpecah dan bergerak perlahan selama jutaan tahun
Ia menyebut pergerakan benua ini sebagai "continental drift" (hanyutan benua).
Sempat Dicemooh, Dibuktikan Usai Wafat
Meskipun teori Pangea awalnya ditolak oleh komunitas ilmiah karena kurangnya penjelasan tentang mekanisme pergerakan benua, pada tahun 1960-an, teori ini kembali muncul dengan bukti-bukti baru.
Perkembangan teknologi yang digunakan untuk memantau Bumi, seperti seismometer dan magnetometer, memungkinkan para peneliti untuk mempelajari Bumi secara lebih menyeluruh.
Pengamatan seismograf menunjukkan bahwa gempa bumi cenderung terjadi di batas lempeng tektonik, lempeng-lempeng besar yang membentuk kerak Bumi.
Sedangkan penelitian di dasar laut dengan magnetometer menemukan garis-garis batuan magnetis berselang-seling di dekat pegunungan bawah laut.
Bukti-bukti ini mendukung teori tektonik lempeng, yang menjelaskan pergerakan benua dengan pergerakan lempeng tektonik.
Lempeng-lempeng ini bergerak karena aliran panas di dalam Bumi, dan pergerakannya menyebabkan gempa bumi, gunung berapi, dan pembentukan pegunungan.
Pangea Proxima
Bahkan, dengan mendasarkan pada teori Pangea Wagener dan kecanggihan alat modern, para ilmuran berhasil membuat simulasi benua masa depan bernama "Pangea Proxima".
Dalam teori yang dihasilkan dengan menjalankan simulasi komputer tentang pergerakan lempeng tektonik tersebut, para ilmuwan memprediksi bahwa benua-benua di Bumi akan kembali bersatu dalam sekitar 250 juta tahun.
Penelitian menunjukkan bahwa Pangea Proxima akan memiliki barisan gunung baru dengan beberapa gunung tertinggi di dunia.
Hal ini karena saat Afrika terus bermigrasi ke utara, ia akan bertabrakan dengan Eropa, tabrakan yang kemungkinan besar akan menciptakan barisan gunung skala Himalaya.
Penelitian Alfred Wagener, meskipun awalnya ditolak, membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam tentang Bumi dan proses geologisnya.
Teori Pangea, meskipun tidak sempurna, memicu rasa ingin tahu ilmiah dan mengantarkan pada pengembangan teori tektonik lempeng yang lebih komprehensif.
Dengan mempelajari lebih lanjut tentang "mengapa Alfred Wagener mengajukan teori Pangea", kita dapat lebih menghargai kompleksitas planet kita dan peran pentingnya dalam sejarah Bumi.
KOMENTAR