Nationalgeographic.co.id - Pada tahun 1582, ratusan prajurit tewas di dekat Kuil Honnoji di Kyoto. Api menyelimuti area sekitar reruntuhan. Di dalam kuil, seorang samurai berkulit hitam bernama Yasuke melakukan percakapan menegangkan dengan daimyo Kekaisaran Jepang, Oda Nobunaga.
Saat itu Nobunaga pasrah dengan nasibnya. Meski demikian, Yasuke tetap berharap mereka dapat menghindari musuh dan hidup untuk terus melakukan pertempuran.
“Yang tersisa bagiku hanyalah kematian yang terhormat,” Nobunaga memberitahu Yasuke. Daimyo itu menusukkan pedang ke perutnya sendiri. Ia menyelesaikan ritual bunuh diri seppuku.
Yasuke adalah seorang pejuang Afrika yang dipekerjakan oleh Nobunaga. Dalam sejarah Kekaisaran Jepang, Nobunaga adalah penguasa feodal kuat yang dikenal sebagai “Pemersatu Besar”. Ia berjuang selama periode Sengoku di Kekaisaran Jepang.
Sebagai samurai kulit hitam pertama di Kekaisaran Jepang, Yasuke berada di sisi Nobunaga ketika tuannya itu meninggal. “Menurut pengetahuan populer, Nobunaga menugaskan Yasuke untuk mengembalikan kepalanya kepada putranya,” tulis Jacquelyne Germain di laman Smithsonian Magazine.
Di luar hubungannya dengan panglima perang terkenal, Yasuke adalah sosok penting dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Meskipun kehidupannya tidak terdokumentasi dengan baik, kisahnya menunjukkan hubungan budaya mengejutkan yang ada di Kekaisaran Jepang pada abad ke-16.
“Yasuke melintasi hambatan geografis, budaya, dan bahasa untuk menciptakan kehidupan baru di negeri asing,” kata Natalia Doan, sejarawan di Universitas Oxford.
Siapa Yasuke?
Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal Yasuke. Beberapa sejarawan berspekulasi dia lahir di Mozambik, Ethiopia, atau Nigeria. Thomas Lockley, salah satu penulis African Samurai: The True Story of Yasuke, a Legendary Black Warrior in Feudal Japan, mengatakan mungkin saja Yasuke adalah budak. Ia mungkin diperdagangkan saat masih anak-anak.
Lockley yakin Yasuke sudah bebas saat bertemu Alessandro Valignano, seorang misionaris Jesuit Italia. Duo ini melakukan perjalanan dari India ke Jepang pada tahun 1579, dengan Yasuke pada dasarnya bertugas sebagai pengawal Valignano.
Yasuke dipekerjakan untuk menjadi “senjata” karena misionaris tidak diperbolehkan memiliki senjata. “Kekaisaran Jepang pada saat itu sedang berada di tengah-tengah perang saudara yang brutal. Oleh karena itu Valignano membutuhkan seseorang untuk menjaganya,” tambah Lockley.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR