Nationalgeographic.co.id—Perairan di Teluk Cenderawasih sangat asri. Airnya berwarna biru, namun terkadang di berbagai lokasi jadi kehijauan. Ada banyak sungai yang bermuara ke sini dari hutan dan pegunungan sekitar yang masih sangat terjaga, seperti lanskap Papua umumnya sebagai "benteng terakhir" Indonesia menghadapi perubahan iklim.
Dari sungai yang bermuara, unsur-unsur keanekaragaman hayati di Teluk Cenderawasih tetap terjaga secara alami. Ada banyak plankton dan alga yang membuatnya terkadang kehijauan yang menandakan daya dukung lingkungannya sangat melimpah.
Selain plankton, ikan kecil seperti teri, cakalang, dan kembung meramaikan ekosistem. Inilah yang pada akhirnya, membuat hiu paus juga betah bertempat di teluk ini.
Balai Besar Taman Nasional Cenderawasih (BBTNTC) mengungkapkan, terdapat 203 individu hiu paus yang tersebar di Teluk Cenderawasih. Angka ini berdasarkan pemantauan yang dilakukan PT. Pertamina International Shipping (PIS) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dimulai sejak November 2023.
Konservasi Hiu Paus
Pengendali Ekosistem Hutan Seksi Pengelolaan Wilayah I TNTC Sumaryono mengatakan, pemasangan GPS hiu paus sudah pernah dilakukan bersama beberapa yayasan seperti WWF dan Conservation International (CI).
"Hasil dari informasi pemantauan terakhir ada tiga pergerakan [hiu paus]," terang Sumaryono. "Pergerakannya di dalam TNTC, ada yang sudah teridentifikasi sebelumnya, dan ada juga yang baru masuk ke dalam kawasan."
Pola penyebaran hiu paus bisa sangat jauh seperti ke Gorontalo, Madura, Filipina, Hawaii, dan Australia, berdasarkan pemantauan GPS sebelumnya. Bahkan, Sumaryono mengungkapkan, berkat pemantauan GPS juga diketahui ada individu dari Teluk Cenderawasih yang di Madura.
Konservasi hiu paus berada di ambang "rentan", berdasarkan laporan Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Ancaman penurunan populasi hiu paus disebabkan aktivitas manusia seperti sampah plastik dan aktivitas perkapalan. Sampah plastik adalah masalah bersama yang sedang diupayakan di seluruh dunia.
Ada sekitar ratusan ribu kapal lalu lalang. Di laut yang luas, tidak hanya manusia yang menjelajah, hiu paus pun bermigrasi ke penjuru kawasan tropis planet ini. Oleh karena itu, upaya pencegahan tertabraknya hiu paus harus diperhatikan.
Hal ini pun menjadi perhatian oleh PT. Pertamina International Shipping (PIS) yang memiliki ratusan kapal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia sendiri. Dengan demikian, upaya pelestarian hiu paus menjadi program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Didesak Melindungi Hiu Paus yang Terancam Punah
"Di punggung Pulau Papua ini, kebetulan, ada tiga terminal dengan kapal kita yang bolak-balik melintas," terang Muhammad Aryomekka Firdaus, Corporate Secretary Pertamina International Shipping.
PIS punya beraneka upaya untuk melestarikan lingkungan Teluk Cenderawasih, termasuk konservasi hiu paus. Pada hiu paus, PIS mengadakan pemasangan GPS, bekerja sama dengan KLHK.
"Nah, tujuan kita ini tujuan jangka pendeknya, [supaya] kita bisa tahu jalur hidup hiu paus ini ke mana berenangnya, dan kita akan menyatukan dengan data kapal kita, agar kapal kita yang berlayar tidak mengganggu jalur migrasi hiu paus," terangnya.
Aryo melanjutkan bahwa kerja sama ini merupakan bukti komitmen PIS untuk mendukung program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), terutama pada poin 14 tentang kehidupan bawah laut.
"Sebagai pelaku industri maritim terbesar di Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk menjalankan bisnis dengan prinsip berkelanjutan demi menjaga keasrian lingkungan, yang akan kita wariskan ke generasi mendatang," tuturnya.
PT. Pertamina International Shipping tidak hanya melakukan pemasangan GPS. Rencananya, pengembangan riset hiu paus akan didukung, termasuk meremajakan kembali fasilitas riset Whale Shark Center yang berada di Teluk Cenderawasih.
"Rencananya kita ingin membuat WSC ini lebih hidup dan kualitasnya setara internasional seperti yang tadi kita lakukan menggunakan tagging yang memang ahlinya berkelas internasional dari California," terang Aryo.
"Ke depannya, harapan kami bekerja sama dengan KLHK untuk membangun WSC bisa hidup kembali untuk menggaet researcher bukan hanya domestik, tapi juga internasional, dan mendapatkan data-data yang lebih akurat mengenai hiu paus."
Memantau Tanpa Menyakiti Hiu Paus
Apa yang membedakan GPS yang PIS gunakan dibandingkan perangkat yang pernah digunakan sebelumnya di TNTC? Dua pemasangan GPS sebelumnya menggunakan metode tembak atau suntik dan bor. Sumaryono mengatakan, dua metode ini cenderung menyakiti satwa.
Tidak jarang, GPS yang telah dipasang dapat terlepas dan tenggelam ke laut. Pemantauan konservasi ini pada akhirnya terkendala. Pemasangan GPS berikutnya harus lebih ramah, mengingat hiu paus adalah spesies rentan.
Baca Juga: Pembentukan Cagar Alam Semasa Hindia Belanda oleh S.H. Koorders
Mempertimbangkan hal itu, PIS menggunakan metode terbaru yang digagas Desert Star System LLC, sebuah perusahaan teknologi berbasis di California, AS. Label GPS ini berbentuk pelampung yang ditempel di sirip dorsal hiu paus. Alat tersebut akan mengirim sinyal keberadaan hiu paus ke satelit sehingga dapat dengan mudah dipantau.
"Tapi hasilnya tidak dapat dilaporkan secara tepat waktu. Ada jeda waktu," terang Marco Flagg, CEO Desert Star System LLC yang juga memimpin pelatihan pemasangan GPS pada hiu paus terhadap para staf di BBTNTC.
Dia memamerkan perangkat GPSnya yang lebih besar daripada perangkat pada umumnya. Bentuknya seperti penjepit dengan pelampung di atasnya. Bentuknya yang menonjol ini juga dapat dengan mudah terpantau oleh mata telanjang, bahkan oleh nelayan ketika hiu paus muncul di permukaan laut.
Kurang akuratnya data sebaran hiu paus di GPS dapat diatasi dengan mengambil kembari perangkatnya. Perangkat yang ditempel dan dijepit di sirip dorsal hiu dapat dengan mudah dilepas kembali, supaya data di dalamnya dapat disalin ke komputer. Hal ini tentunya menguntungkan dari segi pemanfaatan penelitian.
Pun, sekalinya perangkat ini terlepas, akan mengapung di atas laut karena memiliki pelampung. Pemantau yang merasa janggal dengan pegerakan GPS, dapat segera mengambil perangkat dengan mudah, tanpa harus menyelam ke dasar laut.
Datanya dapat dimanfaatkan untuk menguak kebiasaan hiu paus di Teluk Cenderawasih yang masih misterius. Sumaryono mengatakan, walau hiu paus dapat dengan mudah ditemukan, masih belum diketahui lokasi di mana mereka berkembang biak.
Adapun, hiu paus di Teluk Cenderawasih memiliki perbandingan jenis kelamin yang jauh. Dari 203 hiu paus, hanya ada enam ekor betina dan 17 ekor yang belum diketahui jenis kelaminnya.
Dengan metode dan perangkat canggih yang merupakan dukungan PIS, pihak BBTNTC kini dapat melakukan pemantauan hiu paus secara lebih intensif. "Sebelumnya, monitoring hiu paus hanya dilakukan setahun sekali atau dua kali," ujar Sumaryono.
"Dengan adanya dukungan dari PIS, kita sekarang dapat melakukan pendataan individu hiu paus baru, atau yang sedang muncul pada saat pemantauan, serta mengumpulkan data lingkungan secara bulanan," lanjutnya.
Kini, jika Anda berkunjung ke Teluk Cenderawasih, menemukan hiu paus dengan perangkat "aneh" di punggungnya, jangan khawatir. Hiu paus yang Anda lihat, sedang dalam pemantauan supaya spesiesnya tetap terjaga hingga anak cucu kita kelak.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR