Baca Juga: Kick Off Toyota Eco Youth Ke-13: Generasi Muda Siap Berinovasi untuk Lingkungan
Bumi yang semakin menyengat
Dalam kesempatan yang sama, Editor National Geographic Indonesia Ade Sulaeman memaparkan tentang dekarbonisasi. Istilah ini sendiri merupakan tema dari TEY 13.
Ade menjelaskan bahwa dekarbonisasi adalah beragam upaya untuk mencegah atau setidaknya mengurangi jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas kita sehari-hari.
"Mengapa dekarbonisasi perlu dilakukan? Sebab pemanasan global yang saat ini terjadi dipicu oleh banyaknya karbon dioksida di atmosder kita," jelas Ade.
Ade juga menjelaskan beragam dampak dari pemanasan global yang belum banyak diketahui. Salah satunya adalah mencairnya es di kutub utara yang bisa memicu munculnya virus atau bakteri zaman kuno.
Virus-virus atau bakteri-bakteri ini, menurut Ade, menjadi menakutkan karena kita sama sekali belum mengetahui seberapa mematikan dampaknya jika sampai menyerang manusia.
Sementara Syarifa Yurizdiana, pegiat lingkungan dan Head of Research and Education Zero Waste Indonesia memaparkan bagaimana sampah turut menyumbang pemanasan global.
Menurut Diana, gas metan yang dihasilkan dari sampah yang membusuk berpotensi 21 kali lebih besar mengakibatkan pemanasan global dibanding karbon dioksida.
"Jadi, tidak hanya secara fisik sampahnya numpuk, tapi juga ada gas metan yang memicu efek rumah kaca," ucap Diana.
Sayangnya, Diana menemukan hanya 50 persen dari sampah yang dikelola dengan hanya 30 persen di antaranya yang bisa didaur ulang.
KOMENTAR