Nationalgeographic.co.id—Kabar gembira datang bagi kelestarian terumbu karang di Indonesia! Pada tanggal 3 Juli 2024, Amerika Serikat, Indonesia, dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (NGO) terkemuka menandatangani sebuah kesepakatan penting.
Kesepakatan ini berupa pengalihan utang untuk perlindungan alam (debt-for-nature swap), di mana utang senilai 35 juta dolar AS (setara Rp546 miliar) dialihkan menjadi investasi untuk melindungi ekosistem terumbu karang di Indonesia.
Perjanjian ini merupakan yang keempat kalinya antara Amerika Serikat dan Indonesia di bawah naungan Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis (Tropical Forest and Coral Reef Conservation Act /TFCCA).
Namun, ini merupakan yang pertama kalinya fokusnya pada pelestarian terumbu karang. Hal ini menandakan langkah penting dalam upaya menjaga keanekaragaman hayati di salah satu negara dengan ekosistem laut paling dinamis di dunia.
Michael Kleine, Kuasa Usaha ad Interim (KUAI) Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, mewakili negaranya dalam penandatanganan ini.
Beliau didampingi oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, serta Direktur Jenderal Pengelolaan Anggaran Keuangan dan Risiko dari Kementerian Keuangan.
Dari pihak organisasi nirlaba, kesepakatan ini ditandatangani oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia (YKCI), Conservation International, dan The Nature Conservancy.
Keempat organisasi ini memiliki komitmen kuat dalam pelestarian lingkungan dan akan bekerja sama dalam mengelola dana hasil debt-for-nature swap.
“Perjanjian ini adalah bukti kuatnya hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia serta keterlibatan kami yang berkelanjutan secara mendalam di bawah naungan kerjasama strategis yang komprehensif,” ujar KUAI Kleine, seperti dilansir dari laman usembassy.gov.
“Dengan menghapus utang dan mengalokasikan dananya kembali ke Indonesia, melalui program pengalihan utang untuk perlindungan alam, kami melakukan langkah konkret untuk melindungi terumbu karang Indonesia yang sangat berharga dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.”
“Indonesia berkomitmen kuat untuk menjaga terumbu karang dan ekosistem laut yang sehat sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional. Kesepakatan ini membantu memperkuat gagasan bahwa laut yang sehat merupakan kepentingan global dan tanggung jawab bersama,” kata Victor Gustaaf Manoppo, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia.
Baca Juga: Kabar Baik dari Sulsel: Terumbu Karang 'Pulih Penuh' dalam Empat Tahun
“Apa yang telah disepakati oleh pemerintah Republik Indonesia dan Amerika Serikat tidak hanya menguntungkan perairan Indonesia dan masyarakat setempat, tetapi juga masyarakat global.”
Indonesia, rumah bagi 16% kawasan terumbu karang dunia dan 60% spesies karang global, memainkan peran penting dalam menjaga kelestarian ekosistem laut yang vital ini.
Terumbu karang bagaikan oase bagi jutaan orang, menyediakan sumber makanan, mata pencaharian, dan pelindung dari badai. Namun, ironisnya, 75% terumbu karang di dunia, termasuk di Indonesia, terancam punah.
Di tengah situasi mengkhawatirkan ini, Indonesia dan Amerika Serikat menunjukkan komitmen kuat mereka dalam melindungi terumbu karang melalui skema inovatif: pengalihan utang untuk konservasi alam.
Skema ini akan mengalihkan dana yang semula dialokasikan untuk pembayaran utang menjadi inisiatif pelestarian ekosistem terumbu karang.
Inisiatif ini merupakan bukti nyata kolaborasi dan tekad kedua negara dalam mengatasi krisis terumbu karang yang mendesak.
Sebuah Komite Pengawas yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk perwakilan pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat, mitra LSM, dan organisasi masyarakat sipil lainnya, akan bertanggung jawab mengelola dana yang dihasilkan dari program pengalihan utang untuk perlindungan alam.
Dana ini akan difokuskan pada tiga area utama: Sunda Kecil, Banda, dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat.
Misi utama Komite Pengawas adalah:
* Melestarikan spesies terancam punah: Memberikan perlindungan khusus bagi spesies yang terancam punah atau endemik secara global yang mengandalkan ekosistem terumbu karang sebagai habitat utama mereka.
* Menjaga keanekaragaman hayati: Melindungi terumbu karang yang terancam atau rentan dengan nilai konservasi tinggi, memastikan kelestarian keanekaragaman hayati yang kaya di dalamnya.
Baca Juga: Ekspedisi Zooxanthellae XVII: Bersama Adat Merawat Pesisir dan Segara Negeri Kataloka
* Mendorong pemanfaatan berkelanjutan: Mendukung praktik pemanfaatan terumbu karang yang berkelanjutan untuk menjamin manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan.
* Meningkatkan konektivitas: Mengurangi ancaman dan meningkatkan konektivitas antar kawasan terumbu karang, memastikan kelangsungan hidup dan ketahanan ekosistem laut.
* Menciptakan kawasan lindung: Mendirikan kawasan lindung baru jika diperlukan, memperluas area terlindungi untuk menjaga kelestarian terumbu karang.
* Meningkatkan pengelolaan kawasan lindung: Mendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung publik, swasta, kota, atau komunal yang ada, memastikan tercapainya target konservasi yang ditetapkan.
“Ketika Conservation International memfasilitasi pengalihan utang untuk perlindungan alam yang pertama pada tahun 1987, kami tidak pernah membayangkan hal ini pada akhirnya akan membuka peluang miliaran dolar untuk konservasi global,” kata Dr. M. Sanjayan, CEO Conservation International.
“Namun, program pengalihan utang untuk perlindungan alam terus berkembang – pengumuman hari ini menandai pertama kalinya TFCCA digunakan untuk fokus pada perlindungan terumbu karang. Kami menghargai pemerintah Indonesia, Amerika Serikat, dan mitra kami atas visi dan komitmen mereka untuk konservasi laut.”
“Kami mengucapkan selamat kepada Pemerintah Indonesia dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang menyetujui pengalihan utang untuk perlindungan alam hari ini , dimana instrumen khusus ini digunakan untuk melindungi habitat laut dan terumbu karang untuk yang pertama kalinya,” kata Jennifer Morris selaku CEO The Nature Conservancy.
“Membuka pendanaan baru untuk membantu melestarikan keanekaragaman hayati serta meningkatkan ketahanan iklim adalah hal yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan ini bagi konservasi dan komunitas.”
Meizani Irmadhiany, Wakil Presiden Senior Yayasan Konservasi Alam Lestari (YKCI), menyambut baik perjanjian pengalihan utang untuk perlindungan alam yang baru ditandatangani antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Beliau menyebut perjanjian ini sebagai terobosan finansial di bidang konservasi, sejalan dengan visi Indonesia untuk melindungi 30% perairannya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada terumbu karang.
"Perjanjian ini telah ditambahkan ke model keuangan campuran yang telah ada dan akan mempercepat pencapaian tujuan konservasi sekarang dan tidak ditunda," tutur Meizani.
Hal ini berarti, upaya pelestarian terumbu karang di Indonesia akan mendapatkan dorongan signifikan, tidak hanya dalam hal pendanaan, tetapi juga dalam kecepatan implementasi program-programnya.
Herlina Hartanto, Direktur Eksekutif Yayasan Alam Nusantara (YKAN), menyambut dengan antusias kesepakatan TFCCA (Tropical Forest and Coral Reef Conservation Act) yang baru ditandatangani. Beliau meyakini bahwa kesepakatan ini akan menjadi game-changer dalam upaya perlindungan dan pelestarian ekosistem terumbu karang di Bentang Laut Kepala Burung dan Laut Sunda Kecil-Laut Banda.
“Kami sangat yakin bahwa kesepakatan TFCCA yang inovatif ini akan meningkatkan upaya konservasi laut dan menginspirasi pihak lain untuk bergabung dengan inisiatif penting ini demi kepentingan alam dan masyarakat di Indonesia,” ungkap Herlina.
KOMENTAR