Dia juga menguraikan, berdasarkan jenis kelamin, laki-laki mempunyai angka bunuh diri yang tinggi. Menurutnya, norma sosial terhadap gender laki-laki sangat memengaruhi angka ini.
Dalam budaya Indonesia ada budaya patriaki yang lebih menghargai “laki-laki yang lebih tegar”. Akibatnya, laki-laki cenderung tidak bisa berbagi cerita mengenai permasalahannya.
Dari data yang Yurika kumpulkan, cara bunuh diri yang banyak dilakukan antara lain minum racun, menembak diri, menabrakkan diri ke kendaraan, membakar diri, melukai diri dengan alat, meledakkan bom, lompat ke daerah air, lompat di daratan, dan gantung diri.
“Solusi agar terhindar dari bunuh diri yaitu meningkatkan kesadaran dan pendidikan, pelayanan kesehatan mental yang lebih baik, pelatihan dan dukungan untuk keluarga dan komunitas, bekerja sama dengan instansi-instansi terkait untuk membuat suatu program pencegahan bunuh diri, serta penelitian dan data serta pencatatan yang rapi dan tersentral yang bisa diakses oleh lembaga yang berkepentingan,” tuturnya.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP Indi Dharmayanti, mengatakan bahwa bunuh diri tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat luas.
“Kehilangan seseorang di usia produktif berarti kehilangan potensi dan kontribusi bagi pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pencegahan bunuh diri adalah tanggung jawab bersama,” tegas Indi.
Menurutnya, penting untuk memahami faktor-faktor penyebab bunuh diri, mulai dari tekanan ekonomi, masalah kesehatan mental, hingga kurangnya dukungan sosial. Pemahaman yang lebih baik dapat mengembangkan strategi pencegahan yang efektif.
Indi menekankan, “Selain intervensi medis dan psikologis, pendekatan holistik yang mencakup pendidikan, kampanye kesadaran, dan kebijakan pendukung kesehatan mental sangat penting."
Source | : | Brin.go.id |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR