Nationalgeographic.co.id—Patung Buddha Bamiyan adalah dua patung Buddha kolosal yang diukir di permukaan batu di Lembah Bamiyan, Afghanistan.
Diukir pada abad ke-6, patung totemik yang luar biasa besar itu merupakan peninggalan penting arsitektur gua Buddha dalam sejarah dunia.
“Arsitektur gua Buddha sebagian masih utuh dan pernah tersebar di seluruh Asia,” tulis Rosie Lesso di laman The Collector.
Pada tahun 2001, patung-patung itu dihancurkan oleh pasukan Taliban. Salah satu alasan penghancurannya adalah sebagai aksi ikonoklasme. Selain itu, penghancuran patung tersebut sebagai perlawanan terhadap dana Barat yang dihabiskan untuk patung-patung itu. Padahal, saat itu Afganistan menghadapi krisis kemanusiaan.
Penghancuran patung-patung itu menarik perhatian media di seluruh dunia. UNESCO pun segera mendaftarkan situs yang tersisa sebagai Situs Warisan Dunia dalam Bahaya.
Pelestarian situs tersebut masih berlangsung hingga saat ini. UNESCO berharap dapat melestarikan apa yang tersisa dari patung-patung itu dan tanah bersejarahnya.
Dua patung Buddha di Bamiyan
Sebelum dihancurkan, Patung Buddha Bamiyan pernah menjadi salah satu patung terbesar di seluruh dunia. Patung tertinggi dari kedua patung tersebut tingginya 175 kaki atau 53 meter.
Para sejarawan seni percaya patung tersebut merupakan representasi dari Buddha Vairochana. Patung yang lebih kecil tingginya 120 kaki (36,5 meter) dan merupakan representasi dari Buddha Shakyamuni.
Kedua patung tersebut menunjukkan keterampilan memahat yang luar biasa, karena dibentuk melingkar di bagian kepala dan kaki. Ruang di sekitar kaki memungkinkan para pemuja Buddha untuk berkeliling di sekitar patung sambil melakukan berbagai tindakan pemujaan.
Baca Juga: Perkembangan Teh Menjadi Seni dan Bagian Penting dalam Budaya Jepang
Simbol kepercayaan Buddha Bamiyan dalam sejarah dunia
Patung Buddha Bamiyan pernah mewakili dominasi kepercayaan Buddha di wilayah Lembah Bamiyan. “Kepercayaan tersebut kemungkinan pertama kali diperkenalkan pada periode awal Kushan,” tambah Lesso.
Ahli sejarah tidak tahu banyak tentang siapa yang menugaskan atau memahat patung Buddha tersebut. Namun, skala dan dominasinya yang sangat besar menunjukkan betapa dominannya kepercayaan Buddha di Bamiyan.
Situs tersebut dulunya merupakan tempat pemberhentian utama di rute perdagangan Jalur Sutra. Banyak pedagang serta misionaris yang pernah singgah di sana pastilah penganut Buddha.
Ajaran Buddha juga populer bagi para pengelana saat itu. Pasalnya ibadah dapat dilakukan tanpa harus pergi ke tempat khusus, seperti kuil atau tempat suci. Dalam konteks inilah arsitektur gua Buddha pertama kali muncul.
Arsitektur gua muncul sebagai sarana untuk menyediakan tempat bagi umat Buddha untuk beribadah. Hal ini dibuktikan dari masih ada beberapa tempat serupa di sepanjang rute Jalur Sutra hingga saat ini.
Patung Buddha Bamiyan memamerkan perpaduan gaya artistik
Patung Buddha Bamiyan menunjukkan perpaduan gaya yang luar biasa dari India, Asia, dan Yunani. Dahulu, patung-patung ini memiliki rambut ikal panjang dan bergelombang serta kain yang berkibar.
Gaya berasal dari citra Buddha Gandharan awal. Tapi kemudian menggabungkan gaya penciptaan Helenistik dan India.
Deskripsi awal patung-patung dari biksu Tiongkok abad ke-6 Xuanzang (Hsuan-Tsang). Sang biksu mengungkapkan bahwa patung-patung Buddha tersebut pernah dicat dengan pigmen emas dan dihiasi dengan logam mulia dan permata. Sementara gua di sekitarnya dicat dengan cat minyak yang kaya warna.
Beberapa cendekiawan percaya bahwa Buddha tersebut mengenakan topeng kayu yang dilapisi kuningan. Tapi hal ini masih menjadi bahan perdebatan.
Baca Juga: Buddha Mengajarkan Kita untuk Bahagia dengan Kekurangan, Bagaimana dengan Krisis Iklim?
Legenda sepasang kekasih
Sejak abad ke-10, Bamiyan didominasi oleh Muslim. Namun, patung Buddha tetap ada dan diserap ke dalam cerita rakyat dan legenda setempat. Legenda tersebut terpisah dari asal usul Buddha mereka.
Beberapa orang percaya bahwa patung tersebut adalah jelmaan dari dua kekasih yang bernasib sial. Keduanya bersumpah untuk berdiri berdampingan selamanya. Menurut cerita, yang lebih tinggi dari keduanya adalah Salsal, pangeran Bamiyan.
Sedangkan patung yang lebih kecil adalah Shamana, putri dari kerajaan yang jauh. Dilarang bersama semasa hidup, mereka berubah menjadi batu agar mereka bisa tetap bersama selamanya.
Patung Buddha dihancurkan pada tahun 2001
Pada tahun 2001, pejuang Taliban menjalankan misinya untuk menghancurkan patung Buddha Bamiyan. Salah satu alasannya adalah mereka ingin menghapus semua jejak masa lalu pra-Islam.
Selain itu, mereka juga ingin membuat pernyataan yang sarat makna kepada barat. Saat itu, hubungan antara Taliban dan masyarakat internasional berada pada titik terendah sepanjang masa.
Diperlukan kekuatan yang signifikan untuk menghancurkan patung-patung batu raksasa yang bertahan selama berabad-abad. Taliban menggunakan senjata, ranjau, dan dinamit. Di saat yang sama, media di seluruh dunia menyaksikannya dengan ngeri.
Sejak saat itu, situs Buddha Bamiyan telah dilindungi oleh UNESCO. Perdebatan terus berlanjut mengenai apakah patung tersebut harus dibangun kembali atau situs tersebut harus dibiarkan seperti sekarang.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR