Nationalgeographic.co.id—Salah satu episode terpenting dalam mitologi Yunani adalah Gigantomachy, perang tanpa henti antara raksasa dan dewa-dewi mitologi Yunani. Para Raksasa membuktikan diri sebagai musuh yang kuat yang hampir menggulingkan Dewa-Dewi Olympus.
Pemimpin para raksasa adalah Enceladus. Ia adalah Raksasa perkasa yang membuat Bumi bergetar. Pada akhirnya, Enceladus terjebak di bawah Gunung Etna di Sisilia. Menurut legenda, pergerakannya menyebabkan aktivitas vulkanik dan gempa bumi.
Bahkan hingga saat ini, di Yunani modern, setiap kali terjadi gempa bumi, saluran berita melaporkan bahwa “Enceladus terbangun”. Masyarakat Yunani modern yang merasakan gempa akan menyebutnya sebagai “murka Enceladus’.
Siapakah Enceladus dalam mitologi Yunani
Enceladus adalah salah satu raksasa mitologi Yunani yang paling kuat. Ia adalah putra Tartarus atau Uranus (Langit) dan Gaia (Bumi). “Makhluk abadi yang mengerikan ini menentang dewa-dewa mitologi Yunani dari Olympus,” tulis Antonis Chaliakopoulos dilaman The Collector.
Ia menghadirkan ancaman serius bagi tatanan ilahi selama Gigantomachy, perang besar antara dewa dan titan untuk menguasai alam semesta.
Akhirnya, Enceladus tidak berhasil mengalahkan lawan-lawannya. Para dewa menjebaknya di bawah Gunung Etna di Sisilia. Di gunung itu ia tetap hidup hingga hari ini, mengguncang Bumi dan menyebabkan letusan gunung berapi.
Gigantomachy
Meskipun banyak yang menyamakan Gigantomachy dengan Titanomachy, keduanya merupakan peristiwa terpisah dalam mitologi Yunani.
Titanomachy adalah perang antara dewa-dewi Yunani dan para titan, yang berakhir dengan kemenangan para dewa di bawah komando Zeus. Akibat dari perang itu, para titan terperangkap jauh di dalam Tartarus.
Ibu para titan, Gaia (Bumi), tidak tahan melihat anak-anaknya terperangkap di dalam jurang tergelap di bumi dan berusaha membalas dendam. Akibatnya, ia melahirkan para raksasa, ras perkasa yang sangat kejam dan abadi dalam mitologi Yunani. Saat para raksasa muncul, mereka mulai menghancurkan dan menantang otoritas para dewa.
Baca Juga: Mitologi Yunani: Kisah Menelaus dan Pengkhianatan Pemicu Perang Troya
Perang yang terjadi sangat kejam karena para dewa bertarung dengan para raksasa di setiap sudut Bumi. Menurut sebuah ramalan, para dewa memiliki kesempatan melawan para titan hanya dengan bantuan dari seorang manusia.
Gaia berusaha melindungi anak-anaknya dengan tanaman tertentu. Namun ia tidak dapat menemukan tanaman tersebut karena Zeus menghentikan cahaya matahari dan bulan. Zeus juga memanen semua tanaman itu sendiri. Dengan cara ini, rencana awal Gaia gagal dan Zeus memanggil anak setengah dewa legendarisnya, Hercules.
Dengan Hercules, para dewa kini memiliki manusia paling kuat di pihak mereka. Hercules memainkan peran yang merugikan dalam mengalahkan para raksasa. Seperti yang telah diramalkan, untuk setiap raksasa yang terkena petir Zeus, Hercules akan menembakkan salah satu anak panahnya. Rupanya, tanpa ini, kemenangan tidak mungkin terjadi. Namun, ada beberapa pengecualian di sini karena tidak semua raksasa terkena panah Hercules. “Dan salah satunya adalah Enceladus,” tambah Chaliakopoulos.
Legenda Enceladus
Enceladus bukan sekadar salah satu raksasa mitologi Yunani; ia adalah salah satu yang paling kuat dari rasnya.
Meskipun penulis kuno tidak setuju tentang siapa raja para raksasa, Claudian menyebut Enceladus sebagai “raja raksasa yang sangat kuat yang lahir di Bumi”.
Meski begitu, Claudian menyebutkan bahwa jika para raksasa menang, Typhoeus akan menggantikan Zeus di Olympus. Sedangkan Enceladus menggantikan Poseidon di lautan.
Bagaimanapun, jelas bahwa Enceladus adalah salah satu yang terpenting dalam rasnya dan dianggap sebagai ancaman serius bagi kekuasaan para dewa Olympus.
Siapa yang mengalahkan Enceladus?
Masalah dengan Gigantomachy adalah bahwa sumber mitos tersebut langka. Selain itu, lebih sering daripada tidak, penulis kuno tidak setuju satu sama lain. Akibatnya, ada banyak dewa yang dikatakan telah mengalahkan Enceladus. Siapa sajakah mereka?
Dionysus dan Zeus
Nonnus, penulis Dionysaica, menggambarkan Dionysus melemparkan api ke Enceladus tetapi tidak terlalu berhasil. Terakhir, Zeus adalah orang yang mengalahkan agresivitas Enceladus dengan gunturnya. Dalam versi ini, kombinasi api Dionysus dan guntur Zeus membakar para raksasa dan membungkam Enceladus.
Banyak yang tidak setuju dengan versi Nonnus. Tapi banyak penulis lain setuju bahwa Zeus adalah orang yang mengalahkan raksasa mitologi Yunani yang perkasa itu. Dalam Aeneid karya Virgil, tubuh Enceladus digambarkan sebagai “bekas luka petir” setelah dihantam oleh senjata ilahi Zeus, guntur.
Athena
Dalam karya Euripides lainnya, Ion, penyair menyajikan versi tradisional mitos tersebut. Dikisahkan jika Athena mengacungkan tombaknya ke arah Enceladus.
Persaingan antara keduanya merupakan hal yang umum dalam setiap versi mitologi Yunani. Enceladus termotivasi untuk bertarung agar dapat menerima Athena sebagai istrinya. Di sini penting untuk diingat bahwa Athena adalah dewi yang dikenal sebagai seorang perawan. Bahkan, ia adalah pelindung keperawanan, dan karena itu, mustahil baginya untuk menikah.
Harapan Enceladus untuk menjadikannya sebagai istrinya sama dengan pernyataannya bahwa ia akan memerkosanya. Karena itu, pembaca kuno akan menganggap gagasan tentang seorang raksasa yang menikahi sang dewi sebagai sesuatu yang benar-benar keterlaluan.
Lebih jauh, Apollodorus menulis bahwa setelah raksasa lainnya terbunuh oleh anak panah Hercules dan guntur Zeus, Enceladus melarikan diri. Pada saat itu, Athena mengangkat pulau Sisilia dan mengubur Enceladus di bawahnya.
Pausanias, seorang penulis perjalanan Yunani pada abad ke-2 Masehi, mencatat versi lain dari mitos Enceladus. Konon Athena melemparkan kereta perangnya ke Enceladus.
Silenus
Dalam Cyclops karya Euripides, Silenus, pengikut dan ayah angkat Dionysus, adalah orang yang mengalahkan Enceladus.
Silenus mengatakan, “Aku berdiri melindungi sisi kananmu dengan perisaiku dan, menyerang Enceladus dengan tombakku di tengah sasarannya, membunuhnya.”
Kalimat ini menjadi sindiran terhadap mitos klasik karya Euripides. Silenus, dewa anggur pemabuk, membunuh salah satu raksasa terkuat tampak tidak masuk akal. Bahkan, hal itu sangat tidak masuk akal sehingga Silenus pun tampak sulit mempercayainya:
“Mari, coba kulihat, apakah aku melihat ini dalam mimpi? Tidak, demi Zeus, karena aku juga menunjukkan barang rampasan itu kepada Dionysus.”
Enceladus dikubur di Bawah Sisilia
“Gunung Aetna membara dengan api dan semua kedalaman rahasianya terguncang saat raksasa di bawah bumi itu bergeser ke bahunya yang lain.” Callimachus
Semua raksasa mitologi Yunani menemui akhir yang berbeda. Namun Enceladus mendapat hukuman yang unik sekaligus menakutkan. Dalam hampir setiap versi dari banyak versi mitos Enceladus, raksasa itu berakhir dikubur. Apollodorus menguburnya di bawah pulau Sisilia sementara Virgil dan Claudian menguburnya di bawah gunung Etna, juga di Sisilia.
Sebagai makhluk abadi, Enceladus tetap hidup, menderita di bawah Etna. Pergerakan dan amarahnya menyebabkan Etna meletus, membawa api dan kehancuran ke daerah sekitarnya. Selama berabad-abad, Enceladus terus mengaum dan menyebabkan masalah.
Bahkan hingga hari ini, raksasa mitologi Yunani itu gelisah. Aktivitas vulkanik terus mengkhawatirkan penduduk daerah tersebut. Berkat aspek mitosnya inilah Enceladus menjadi dewa yang terkait dengan aktivitas vulkanik dan gempa bumi.
Yang perlu dicatat adalah bahwa di Yunani kuno, ada kepercayaan umum bahwa Bumi mengapung di lautan. Gagasan ini dapat ditelusuri kembali hingga ke Thales dari Miletus. Pada awal Gigantomachy, Enceladus dijanjikan wilayah kekuasaan Poseidon jika para raksasa menang. Wilayah kekuasaan ini tidak lain adalah lautan.
Selain itu, mitologi Yunani mengaitkan gelar pengguncang bumi dengan Poseidon. Meskipun otoritasnya jauh lebih besar daripada Enceladus, Poseidon juga dipandang sebagai dewa di balik semua gempa bumi. Akibatnya, karena Enceladus terperangkap di bawah sebuah pulau, ada hubungan yang jelas antara kekuatan gempa bumi dan lautan.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR