Nationalgeographic.co.id - "Anak zaman sekarang memang enggak tahu adab."
"Generasi [masukkan nama generasi termuda] itu maunya serba instan dan lemah. Enggak menikmati proses."
Pernah mendengar keluhan seperti di atas? Mungkin, malah justru Anda sendiri yang pernah melontarkan ujaran seperti itu?
Fenomena generasi tua yang selalu mengeluh tentang generasi yang lebih muda selalu muncul di dalam peradaban sejarah manusia. Socrates, filsuf Yunani, juga pernah mengungkapkan keluhannya terhadap anak muda. Hal itu dituangkan Plato dalam catatan diskusinya bersama Socrates:
"Anak-anak sekarang menyukai kemewahan; mereka memiliki tata krama yang buruk, tidak suka pada otoritas; mereka tidak menghormati orang yang lebih tua dan lebih suka mengobrol daripada berolahraga. Anak-anak sekarang menjadi tiran, bukan pembantu rumah tangga mereka. Mereka tidak lagi berdiri ketika orang yang lebih tua memasuki ruangan. Mereka menentang orang tua mereka, mengobrol di depan tamu, melahap makanan lezat di meja makan, menyilangkan kaki, dan menindas guru-guru mereka.".
Sekilas, jika dilihat dengan konteks hari ini, kita teringat dengan Rhenald Kasali, akademisi bisnis dan ekonomi dari Universitas Indonesia. Dari perspektif subjektif, Kasali melihat generasi muda angkatan kerja hari ini, Generasi Z, sebagai kalangan yang "kurang memiliki daya juang" dan "mudah pindah tempat kerja".
Sebelum generasi Z menjadi sasaran. Banyak generasi tua yang justru mengeluh soal sikap dan tingkah generasi milenial yang di atas generasi Z. Semua keluhan ini seolah menjadi pola atas sentimen generasi tua terhadap generasi yang lebih muda.
Bisa jadi, keluhan yang sama tertanam dalam benak Sukarno dan Mohammad Hatta ketika diculik para pemuda yang dipimpin Soekarni, Wikana, D.N. Aidit, dan Chaerul Saleh ke Rengasdengklok. Sangat mungkin dalam pandangan tokoh proklamator, walau tidak disebutkan dalam dokumen, bahwa kalangan pemuda tersebut tidak bisa sabar dan ingin instan, tanpa melihat politik kependudukan Jepang.
Setelah Socrates pun ada banyak catatan sejarah tentang keluhan terhadap generasi muda. Jadi, kenapa generasi tua selalu mengeluh tentang generasi yang lebih muda? Berikut penjelasan ilmiahnya.
Sains Membuktikan, Menjadi Tua Berarti Menjadi Pemarah
Sebuah studi di Science Advances pada 2019 bertajuk "Kids these days: Why the youth of today seem lacking" mengungkapkan pola generasi tua yang mengeluhkan generasi muda. Generasi tua merasa pesimis dengan anak-anak zaman sekarang yang punya sifat kurang menghormati orang tua, kurangnya antusiasme membaca, dan kecerdasan yang "kurang jelas".
Baca Juga: Dorong Generasi Muda Peduli Lingkungan, Belantara Foundation Ajak Pelajar Asal Jepang Tanam Pohon
Dalam temuan para peneliti, semakin banyak orang yang mengidentifikasikan sifat pada satu individu anak muda menandakan kurangnya kepercayaan pada terhadap seluruh anak muda. Misalnya, seseorang yang memandang generasi muda di dekatnya punya minat baca yang rendah, akan digeneralisasi terhadap anak muda keseluruhan.
Alasan dasarnya, dalam penelitian tersebut, orang dewasa secara konsisten cenderung menghakimi orang lain yang punya kekurangan atas kemampuan yang sendirinya ia kuasai. Kemudian, alasan berikutnya, ingatan orang dewasa selalu mereferensikan saat dirinya sewaktu masih kecil yang tidak selalu dapat dipercaya.
Di sisi lain, terkadang orang lupa dengan kondisinya sewaktu masih muda. Jika saat ini Anda adalah orang yang rajin membaca buku, Anda mungkin lupa bahwa dulu pernah tidak membaca buku materi kuliah yang disarankan dosen.
Jika kini Anda adalah orang penting yang berhubungan dengan pejabat pemerintahan. Anda mungkin lupa berapa pemberontaknya diri ketika masih muda. Akibatnya, asumsi dan keluhan negatif terhadap generasi muda yang suka memberontak dengan mudah diujarkan.
"Kita memaksakan diri kita saat ini pada masa lalu," kata John Protzko, penulis utama makalah dan psikolog dari University of California. "Orang-orang yang tidak terlalu cerdas, tidak banyak membaca, atau tidak menghormati otoritas, cenderung menganggap anak-anak tidak seburuk itu".
Dia juga menemukan bahwa keluhan atau asumsi terhadap generasi muda juga ada dalam benak para ahli. Hal ini bisa menghasilkan bias, terutama dalam bidang penelitian. Asumsi ini tidak bisa dihilangkan dalam peradaban manusia, tetapi bisa dikurangi, terang Protzko pada Discover Magazine.
Generasi tua bisa memulai dengan berkomunikasi dan memahami apa yang dialami generasi muda di sekitar. Alih-alih menghakimi sikapnya yang kurang berdasarkan kompetensi Anda, cobalah untuk melihat sisi kompetensinya yang lebih unggul.
Generasi tua juga bisa mulai memahami konteks apa yang dihadapi generasi muda saat ini. Jika Anda adalah HRD yang mengeluhkan generasi muda yang suka berpindah-pindah tempat kerjaan, cari tahu permasalahan angkatan kerja hari ini.
Jika Anda adalah orang yang berhubungan dengan pemerintahan, sebelum menganggap anak muda hari ini adalah pemberontak, pahami peraturan atau politik kontemporer secara kritis yang membuat perlawanan terjadi.
"Selamat ulang tahun
Jangan jadi tua dan menyebalkan
Selamat ulang tahun kawan
Dan kejarlah yang terbaik
Selama engkau hidup"
(Penggalan lirik dari "Selama Engkau Hidup" karya Pee Wee Gaskins)
Source | : | Discover Magazine |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR