Pada saat the Great Genna Martyrdom, agama Katolik berjuang untuk bertahan hidup di Kekaisaran Jepang. Umat Katolik terus menghadapi penganiayaan berat di bawah pemerintahan shogun.
Selain melakukan eksekusi di depan umum, pemerintah menyiksa para misionaris dan orang yang pindah agama. Mereka dihukum dengan disiram air mendidih, dibekukan, dan digantung terbalik di lubang yang berisi kotoran.
Pihak berwenang juga memaksa orang-orang yang diduga beragama Katolik untuk menginjak-injak patung kuningan Yesus atau Perawan Maria. Hal itu merupakan tindakan yang menghujat.
“Mereka yang menyerah pada tekanan sering kali pulang ke rumah, memohon Tuhan untuk mengampuni mereka," kata Simon Hull, seorang pakar Katolik Jepang.
Di satu komunitas, mereka bahkan membakar sandal yang mereka kenakan. Kemudian mencampur abunya dengan air sebelum meminumnya sebagai ungkapan penyesalan mendalam.
Pada pertengahan abad ke-19, Komodor Amerika Matthew Perry memaksa Kekaisaran Jepang untuk membuka pelabuhannya bagi kekuatan asing. Saat itu, komunitas Katolik yang bersembunyi pun mulai muncul. Saat ini, umat Katolik mewakili kurang dari 1 persen populasi Jepang.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR