Nationalgeographic.co.id—Kita seringkali terpesona oleh makhluk-makhluk raksasa seperti paus biru atau gajah. Bayangkan saja, makhluk-makhluk itu begitu besar sehingga kita merasa sangat kecil jika dibandingkan.
Namun, tahukah Anda bahwa di balik kemegahan makhluk-makhluk besar itu, tersembunyi dunia yang jauh lebih kecil namun tak kalah menakjubkan? Dunia yang dihuni oleh makhluk-makhluk superkecil yang penuh dengan misteri.
Selama ini, perhatian kita memang lebih tertuju pada makhluk-makhluk besar. Namun, para ilmuwan kini mulai mengalihkan pandangan mereka pada makhluk-makhluk mungil ini. Mereka ingin mengungkap rahasia di balik miniaturisasi ekstrem pada hewan-hewan tertentu.
Bagaimana mereka bisa bertahan hidup dalam ukuran yang sangat kecil? Apa saja adaptasi yang mereka lakukan? Dan bagaimana evolusi membentuk mereka menjadi seperti sekarang?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dijawab melalui sebuah penelitian besar-besaran yang didukung oleh hibah senilai Rp28,4 miliar. Dengan dana yang cukup besar ini, para peneliti akan menggunakan teknologi terkini untuk mengungkap misteri di balik miniaturisasi ekstrem pada hewan-hewan tertentu.
Penemuan dari penelitian ini tidak hanya akan memperluas pemahaman kita tentang evolusi, tetapi juga berpotensi membuka jalan bagi inovasi baru di berbagai bidang.
Misalnya, dengan memahami bagaimana makhluk-makhluk kecil ini dapat melakukan berbagai fungsi dalam tubuh mereka yang sangat terbatas, kita bisa mengembangkan teknologi baru yang lebih efisien dan miniatur.
Hibah Rp28,4 miliar
Berkat hibah sebesar €1,66 juta (setara Rp28,4 miliar) dari Dewan Riset Eropa, para ilmuwan kini akan memulai sebuah penelitian besar-besaran untuk mengungkap rahasia kehidupan makhluk-makhluk kecil. Penelitian ini akan menjadi yang pertama dalam skala sebesar ini.
Pada 5 September lalu, Mark Scherz, seorang ahli reptil dan amfibi terkemuka, mengumumkan bahwa dirinya akan mengungkap misteri ini dalam proyek barunya yang disebut GEMINI (Genomics of Miniaturization in Vertebrates).
Selama lima tahun ke depan, Scherz dan timnya akan meneliti secara mendalam bagaimana hewan-hewan mini seperti katak kutu, ikan gobi kerdil, dan kelelawar bumblebee bisa mengecilkan tubuh mereka tanpa kehilangan kemampuan vital.
Baca Juga: Dunia Hewan: Mampu Ingat Nama Mainannya, Anjing Lebih Pintar dari Dugaan Kita?
Dengan melakukan hal ini, para ahli dapat belajar tentang bagaimana efisiensi dan peningkatan genetik terwujud dalam beberapa spesies yang paling sering diabaikan.
"Hewan-hewan besar seringkali menarik perhatian kita. Tetapi saya pikir sama menariknya bagaimana alam berhasil mengecilkan organ vital yang sama persis dan memadatkannya ke dalam seekor katak yang panjangnya kurang dari satu sentimeter," kata Scherz dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, seperti dilansir dari laman Popular Science.
"Saat ini, kita tahu sangat sedikit tentang bagaimana semua itu terjadi, dan saya ingin mengubah itu."
"Pembersihan dan inovasi" genom adalah fenomena menarik yang ditemukan Scherz pada hewan-hewan miniatur. Selain penghapusan "DNA sampah", terjadi pula perubahan pada gen-gen yang berkontribusi pada sifat-sifat penting organisme.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme genetik di balik miniaturisasi dapat membuka wawasan baru dalam bidang biologi evolusi dan bahkan bioteknologi.
"Melenceng" dari "aturan Cope"
Temuan ini juga menggarisbawahi kompleksitas evolusi dan menunjukkan bahwa tidak selalu mengikuti pola yang sederhana seperti "aturan Cope".
"Hewan tidak bisa terus tumbuh lebih besar dan lebih besar. Pada suatu titik, fisiologi—pertukaran panas, air, dan oksigen—menetapkan batas, begitu pula gravitasi," kata Scherz.
"Karena itu, pasti ada fase di mana ukuran tubuh berkurang, agar dapat terjadi tren menuju peningkatan ukuran secara keseluruhan."
Scherz mengemukakan pandangan yang menarik. Ia berpendapat bahwa hewan-hewan berukuran kecil, seperti katak kutu yang baru ditemukan di Brasil, mungkin adalah tempat di mana inovasi biologis paling pesat terjadi.
Ini bertentangan dengan aturan Cope yang selama ini kita yakini. Bayangkan saja, katak kutu yang hanya berukuran 7 milimeter memiliki semua organ vital yang sama dengan kita, manusia. Bahkan, hewan sebesar paus biru pun memiliki organ-organ yang serupa.
Namun, katak kutu dapat menjalankan semua fungsi tubuhnya dengan sangat efisien, menggunakan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan hewan-hewan yang lebih besar.
"Semua perhatian tertuju pada paus biru dan gajah. Setiap anak yang Anda tanya dapat memberi tahu Anda tentang mamalia darat terbesar, mamalia laut terbesar, dan dinosaurus terbesar yang pernah hidup. Tetapi meningkatkan skala dan menjadi lebih besar bukanlah masalah besar," kata Scherz.
"Ini adalah prestasi yang jauh lebih mengesankan untuk memiliki [hampir] semuanya dalam paus biru seberat dua puluh tiga ton dikompres menjadi paket tujuh milimeter."
Berbicara dengan Popular Science melalui surel, Scherz mengatakan bahwa ia percaya temuannya akan melihat banyak aplikasi di seluruh industri biomedis, biorekayasa, dan bioteknologi.
"Biorekayasa dan bioteknologi terus mencari inspirasi dan demonstrasi dari alam tentang apa yang mungkin dilakukan, dan pada saat teknologi itu sendiri mengalami miniaturisasi yang ekstrem, melihat contoh utama alam tentang apa yang mungkin terjadi pada kompleksitas dalam ukuran yang sangat kecil akan menjadi kunci," pungkasnya.
KOMENTAR