Penulisnya sempat menolak berbagai tawaran adaptasi
Akiyuki Nosaka menulis Grave of the Fireflies pada masa ketika Jepang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, di balik kemakmuran itu, Nosaka menyimpan luka mendalam akibat kehilangan banyak anggota keluarga selama Perang Dunia II.
Rasa bersalah karena selamat sementara adik perempuannya, Keiko, meninggal dunia, terus menghantuinya. Untuk meredakan beban hatinya, Nosaka menuangkan kisah pilu tersebut ke dalam sebuah cerita pendek. Ia menggambarkan sosok kakak laki-laki yang penuh kasih sayang sebagai bentuk penyesalan dan harapan akan kehidupan yang berbeda.
Ketika buku itu diterbitkan pada OKtober 1967, banyak tawaran adaptasi film berdatangan. Namun, Nosaka menolak semua tawaran tersebut. Ia khawatir tidak ada yang bisa menggambarkan kehancuran perang sebaik dalam tulisannya. Selain itu, ia ragu ada anak laki-laki modern yang mampu memerankan karakter utama dengan meyakinkan.
Ketika Studio Ghibli menawarkan untuk mengadaptasi ceritanya menjadi film animasi, Nosaka awalnya terkejut. Namun, setelah melihat storyboard yang dibuat oleh Isao Takahata, ia merasa inilah satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali kisah pilunya. Takahata berhasil menangkap esensi dari cerita Nosaka, bahkan membuatnya terasa lebih menyayat hati.
Berbeda dengan Hayao Miyazaki yang seringkali menggambarkan adegan perang secara langsung, Takahata memilih untuk fokus pada dampak perang terhadap kehidupan sehari-hari.
Pengalaman pribadinya yang pahit selama perang menjadi inspirasi bagi Takahata dalam menciptakan dunia yang begitu nyata dan menyedihkan dalam Grave of the Fireflies.
Dengan pendekatan yang unik dan berani, Takahata berhasil menciptakan sebuah karya animasi yang tak hanya menghibur, tetapi juga menggugah kesadaran kita tentang penderitaan manusia akibat perang.
"Hal itulah yang pada akhirnya dianggap sebagai alasan Takahata berhasil menjadikan Grave of the Fireflies sebagai film Studio Ghibli yang paling menyedihkan," ungkap Adams.
Karya yang menantang batas
Salah satu alasan Akiyuki Nosaka skeptis dengan ide mengadaptasi bukunya menjadi animasi karena dia beranggapan bahwa animasi hanya cocok untuk cerita petualangan yang ringan. Namun, ketika melihat visi Isao Takahata, ia menyadari bahwa animasi bisa menjadi medium yang jauh lebih dalam dan menyentuh.
Baca Juga: Nurarihyon: Inspirasi Raja Iblis Muzan Kibutsuji di ‘Demon Slayer’
KOMENTAR