Nationalgeographic.co.id—Pada 1480, Leonardo da Vinci menggambar dua studi anatomi tengkorak manusia. Yang satu dipotong dari samping ke samping, lainnya dipotong dari atas ke bawah. Dalam kedua gambar tersebut, sumbu horizontal dan vertikal bertemu di tempat yang sebagai lokasi sensus communis atau akal sehat.
Menurut para pemikir kuno seperti Plato dan Hippocrates, sensus communis adalah titik hubung jiwa. Sensus communis merupakan induk yang menghidupkan tubuh, menghasilkan kelima indra, dan mengangkut benih spesies dari cuping telinga ke pinggang.
Namun bagaimana cara ia mempelajarinya? Kemampuannya tidak berkembang dalam waktu semalam. Agar bisa melukis anatomi tengkorak manusia, da Vinci membedah beberapa mayat.
Studi anatomi tengkorak manusia dibuat ketika da Vinci berusia sekitar 37 tahun. Studi ini menandai periode formatif dalam karier maestro yang berpengetahuan luas itu.
“Lahir di awal Renaisans, Leonardo da Vinci tumbuh di sekitar humanisme,” tulis Tim Brinkhof di laman Big Think. Humanisme merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan pemahamannya tentang dunia pada teks-teks yang masih ada dari zaman kuno klasik.
Namun humanisme adalah tradisi yang tidak pernah benar-benar ia anut. Bukan karena kurang tertarik, tetapi karena ia tidak memiliki pemahaman yang kuat tentang bahasa Latin. Karena tidak mampu mendalami materi Yunani dan khususnya Romawi, pendidikan da Vinci mengambil pendekatan yang berbeda dan pada akhirnya lebih bermanfaat.
Alih-alih beralih ke masa lalu untuk mencari jawaban, ia hanya beralih ke dirinya sendiri. Da Vinci fokus pada pengamatan dan pengalamannya sendiri. Hal ini tidak hanya memungkinkannya untuk menghitung konstanta gravitasi dan menciptakan parasut, tetapi juga untuk menciptakan lukisan yang tampak sangat nyata. Seperti Perjamuan Terakhir dan Mona Lisa.
Anatomi sebuah mahakarya
Seni da Vinci sering kali digambarkan sebagai realistis, karakteristik yang ia capai sebagian melalui penggunaan sfumato. Bahasa Italia untuk menghilang atau menguap, sfumato adalah teknik pencampuran yang menciptakan transisi yang tidak terlihat antara warna terang dan gelap. Teknik ini menghasilkan gambar yang tampak kurang seperti lukisan dan lebih seperti foto.
Yang sama pentingnya adalah pemahamannya tentang anatomi. Untuk mereproduksi tubuh manusia dengan tepat, da Vinci perlu mempelajari jaringan otot yang tersembunyi di bawah kulit. Selain itu, ia pun menyadari akan pentingnya mempelajari tulang dan organ.
Baca Juga: Selisik Sosok Misterius di Balik Lukisan Mona Lisa Karya Sang Maestro
Source | : | Big Think |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR