Populasi yang padat, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan infrastruktur yang belum memadai membuat masyarakat di wilayah ini semakin rentan terhadap bencana alam.
Hujan deras yang ekstrem, siklon tropis yang dahsyat, dan peristiwa curah hujan lebat lainnya telah menjadi pemandangan yang semakin umum sejak tahun 1950-an. Fenomena ini bukan lagi sekadar kejadian acak, melainkan sebuah tren yang mengkhawatirkan dan semakin menguat seiring dengan pemanasan global.
Penelitian yang dilakukan oleh Koll, yang pernah menjadi penulis untuk laporan Kelompok Kerja I Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim 2021, The Physical Science Basis, telah memberikan bukti yang kuat mengenai hubungan antara peningkatan suhu laut dan intensifikasi peristiwa cuaca ekstrem di Asia Selatan.
Koll menjelaskan bahwa peningkatan suhu laut menyediakan energi tambahan bagi pembentukan dan pertumbuhan awan hujan, sehingga menghasilkan curah hujan yang lebih tinggi dan lebih intens dalam waktu yang singkat.
"Kita secara langsung menyaksikan konsekuensi dari pemanasan global — banjir monsun, kekeringan, siklon, dan gelombang panas di darat maupun laut," kata Koll. "Peristiwa cuaca ekstrem ini akan meningkat intensitas dan frekuensinya, sehingga diperlukan upaya adaptasi dan mitigasi yang mendesak."
Kala Kerala menjadi lautan sementara
Kerala, sebuah negara bagian di ujung selatan India, seringkali dihadapkan pada tantangan serius akibat curah hujan monsun yang tidak menentu. Ketika musim hujan tiba, antara bulan Juni hingga September, pegunungan Ghat Barat seolah menjadi dinding yang menghalangi laju awan-awan pembawa hujan.
Akibatnya, hujan deras turun dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat, mengubah Kerala menjadi lautan sementara.
Sistem drainase yang ada seringkali kewalahan menghadapi volume air yang begitu besar. Aliran air yang deras dan tanah yang jenuh air kemudian memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.
Profesor E. Shaji dari Universitas Kerala menggambarkan situasi ini dengan sangat jelas. Beliau menceritakan kejadian tanah longsor di Wayanad, di mana batu-batu besar berukuran hingga tiga meter terbawa oleh aliran lumpur menuruni lereng yang curam, menghancurkan segala yang dilaluinya.
"Di Wayanad, sejumlah besar hujan yang tidak biasa turun di atas sebuah bukit, membawa batu-batu granit bulat besar berukuran sekitar 2 hingga 3 meter dan bercampur dengan lumpur dan puing-puing yang berakselerasi menuruni lereng dengan kemiringan 40 hingga 50 derajat, menghancurkan rumah, jalan, dan jembatan di sepanjang jalan," kata Shaji.
Baca Juga: Krill, Makhluk Mini yang Sanggup Simpan Karbon Sebanyak Lamun dan Mangrove
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR