Di pos-pos berkuda ini, terdapat 300 atau 400 kuda yang siap untuk membawa pesan. Ada tempat menginap yang nyaman bagi kuda dan penunggangnya untuk beristirahat dan memulihkan diri. Setelah beristirahat, mereka siap untuk perjalanan pulang atau misi berikutnya.
Selain kuda, ada juga kurir yang tidak berkuda di seluruh Kekaisaran Tiongkok. Kurir yang tidak berkuda ini merupakan pelari ahli. Mereka ditempatkan setiap 4,8 km. Mereka akan berlari ke pos berikutnya, 4,8 km jauhnya, dan menyampaikan pesan kepada pelari berikutnya. Pelari berikutnya akan melakukan hal yang sama, dan seterusnya hingga pesan tersebut sampai ke penerima yang dituju.
Para pelari ini juga mengenakan ikat pinggang besar, dihiasi dengan lonceng. “Jadi mereka dapat didengar sebelum terlihat,” tambah Ollivier. Bunyi lonceng akan memberi pelari berikutnya waktu yang cukup untuk bersiap.
Jadi mereka dapat langsung berlari ke lokasi berikutnya. Dengan cara ini, Marco Polo menambahkan, pelari ini membutuhkan waktu tidak lebih dari sehari semalam untuk menempuh perjalanan 10 hari. Atau 2 hari 2 malam untuk menempuh perjalanan 20 hari.
Marco Polo juga menambahkan bahwa pelari ini tidak hanya mengantarkan surat dan catatan. Contohnya pada musim buah. Buah yang dikumpulkan pada pagi hari di kota Khan-balik dapat dikirimkan ke Khan pada malam berikutnya di Kota Xanadu, tulisnya. Kota itu berjarak 10 hari perjalanan.
Efisiensi sistem pos yang luar biasa membuat Marco Polo takjub. Di Eropa, pedagang dan utusan sering kali dikirimi pesan melalui kuda. Namun mereka tidak akan berlari cepat seperti bangsa Mongol, sehingga komunikasi akan memakan waktu lebih lama.
Rempah-rempah
Komoditas lain yang tidak biasa bagi banyak orang Eropa yang ditemukan Marco Polo dalam perjalanannya adalah rempah-rempah. Hal ini tentu saja akan menginspirasi generasi pedagang di masa mendatang untuk mencari dan menjual rempah-rempah ini.
Rempah-rempah yang ditemukan Marco Polo sangat bervariasi, tergantung di mana ia berada di Asia. Misalnya, ia menggambarkan rasa kacang khas minyak wijen saat berada di Afghanistan. Jahe serta kayu manis yang ditemukan di Peking.
Ia juga menulis bahwa banyak orang miskin di Tiongkok dan India menggunakan bawang putih dalam jumlah besar dalam makanan. Ia menyebutkan bahwa orang-orang miskin yang berada di sekitar penangkapan buaya memotong hati buaya. Mereka memakannya mentah-mentah dengan saus berbahan dasar bawang putih untuk menambah rasa.
Salah satu rempah-rempah utama yang ia temukan adalah lada. Kemudian muncul perdagangan lada yang menguntungkan di seluruh Asia. Lada kemudian segera mencapai Eropa. Di kota Hangchow, ia menulis bahwa 4.500 kg lada dibawa ke kota itu setiap hari.
Keterkejutan Marco Polo terhadap adat pernikahan
Sepanjang perjalanannya, Marco Polo menemukan berbagai adat pernikahan yang berbeda. Di Pem, selatan Gurun Taklamakan di Tiongkok, ia menulis bagaimana wanita mengambil suami hampir sesuka mereka.
Jika suaminya pergi dalam perjalanan lebih dari 20 hari, ia secara hukum dapat mengambil suami lain. Demikian pula, ketika pria pergi selama lebih dari 20 hari, mereka secara hukum dapat mengambil istri lain.
Marco Polo juga menggambarkan adat pernikahan yang tidak biasa dari bangsa Tartar di Cathay (Tiongkok). Keluarga Mongol bisa mengatur pernikahan untuk anak-anak mereka yang telah meninggal.
Mereka akan membuat kontrak pernikahan, lalu membakarnya. Keluarga itu memiliki keyakinan bahwa angin akan membawa asapnya ke udara. Kemudian mencapai kedua anak yang meninggal itu di kehidupan berikutnya, yang mengukuhkan mereka sebagai suami istri di akhirat.
Mereka juga akan menyebarkan makanan dari pesta pernikahan. Kemudian menggambar budak, lalu membakarnya agar makanan itu juga akan sampai kepada mereka di akhirat.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR