Ledakan ganggang biasanya terletak di wilayah perairan budidaya atau akuakultur. Ni Luh Kade Paramita Kusuma bersama timnya menuliskan hasil penelitian dalam Journal of Marine and Aquatic Science volume 7 mengenai potensi jenis fitoplankton penyebab harmful algae bloom.
Bertajuk “Potensi Harmful Algae Bloom (HAB) di Keramba Jaring Apung Perairan Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng” penelitian tersebut dilakukan di Desa Sumberkima dengan 10 titik pengambilan sampel ganggang yang berbeda.
Dari hasil penelusuran tersebut, didapatkan hasil bahwa dari kesepuluh titik ini memiliki potensi terjadinya harmful algae bloom, akibat adanya jenis fitoplankton red tide maker dan toxin producer.
Kedua jenis fitoplankton ini menjadi alasan utama munculnya fenomena harmful algae bloom. Red tide maker adalah jenis fitoplankton yang menyebabkan perairan menjadi berwarna. Sementara toxin producer ialah fitoplankton yang memiliki kemampuan khusus untuk menghasilkan zat beracun.
“Toksin yang terdapat dalam fitoplankton tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh biota seperti pada ikan atau udang, yang jika dikonsumsi oleh manusia akan mengakibatkan gangguan kesehatan serius pada manusia,” tulis Ni Luh Kadek Paramita Kusuma dalam penelitiannya.
Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa perairan di Desa Sumberkima berpotensi mengalami harmful algae bloom akibat adanya fitoplankton berjenis red tide maker dan toxin producer.
"Hal ini harus diwaspadai karena dapat meracuni biota budidaya serta makhluk lain yang mengonsumsi biota budidaya yang ada di keramba Desa Sumberkima tersebut,” jelas Ni Luh Kadek Paramita Kusuma.
Ketika fenomena harmful algae bloom terjadi, kehidupan biota laut akan ikut terancam bahkan menyebabkan kematian. Kenapa bisa terancam? Bukankah ganggang tersebut hanya berada di permukaan?
Populasi ganggang yang melimpah dan menutupi permukaan air artinya, menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam air, padahal cahaya matahari menjadi nutrisi bagi biota laut untuk hidup.
Inayah Hidayanti dalam kajiannya yang berjudul “Pemahaman Masyarakat Pesisir Lampung akan Bahaya Harmful Algae Bloom pada Sumber Pangan Laut” terbit dalam jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi volume 5 tahun 2020, menuturkan bahwa fenomena ini tidak hanya berdampak langsung pada nelayan tangkap dan budidaya, namun juga pada masyarakat di sepanjang pesisir laut.
Merujuk hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayah di Pesisir Lampung, sebanyak 57 persen masyarakat tahu mengenai fenomena harmful algae bloom.
Sebelumnya, fenomena harmful algae bloom juga pernah terjadi di Lampung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muawanah dan timnya tahun 2004, fitoplankton jenis red tide maker di Teluk Lampung menyebabkan kematian massal pada ikan.
Fakta mengejutkan lainnya yakni penemuan kasus serupa di tahun 2004 oleh Muawanah dan timnya. Fitoplankton jenis red tide maker di Cirebon, Jawa Barat telah menimbulkan korban jiwa.
Hal ini terjadi setelah korban mengonsumsi kerang yang mengandung toksin fitoplankton. Gejala yang ditemukan pada korban ialah demam, muntah-muntah, dan sesak nafas.
Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Inayah Idayanti, masyarakat setempat belum menemukan kasus kematian yang diakibatkan oleh harmful algae bloom. Hanya ada beberapa masyarakat yang mengalami sakit akibat mengonsumsi makanan laut.
"Fenomena harmful algae bloom yang terjadi di Teluk Lampung hingga saat ini masih menyisakan persoalan bagi nelayan budidaya," tutur Inayah di dalam jurnalnya. Masyarakat setempat paham apa yang terjadi ketika harmful algae bloom muncul di perairan. Hanya saja, masih kurang edukasi mengenai bahaya dan dampak lebih lanjutnya.
Penulis | : | Neza Puspita Sari Rusdi |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR