Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda melihat perairan yang pemukaannya dipenuhi ‘sesuatu’ berwarna merah, hijau, atau warna lainnya? Hal tersebut disebabkan oleh ganggang (algae).
Warna-warna pada ganggang sendiri berasal dari pigmen atau kandungan zat warnanya. Ganggang memiliki beragam jenis apabila dilihat dari kandungan zat warnanya, yaitu ganggang hijau, ganggang cokelat, ganggang merah, ganggang diatom, ganggang api, dan ganggang keemasan.
Sebenarnya, ganggang ini tidak menjadi masalah apabila jumlahnya dalam hal wajar atau sedikit. Namun, ketika hadir dalam jumlah banyak, ganggang akan membahayakan sekitarnya. Peristiwa munculnya ganggang dengan jumlah banyak dalam waktu singkat yang membahayakan dinamakan harmful algae bloom atau ledakan ganggang yang berbahaya.
Nah, ganggang ini memiliki dua ukuran yakni mikroskopis (fitoplankton) dan makroskopis (rumput laut). Di dalam konteks ini, yang memicu timbulnya fenomena harmful algae bloom adalah ganggang mikroskopis atau fitoplankton.
Ledakan populasi ganggang ini bukan hanya menganggu ekosistem di perairan saja, tapi secara tidak langsung juga bisa memengaruhi manusia. Bagaimana bisa hal tersebut terjadi?
Meledaknya populasi ganggang bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah pemanasan global, yang diketahui memicu pertumbuhan ganggang secara masif.
Kenapa pemanasan global bisa menjadi salah satu penyebabnya? Sebab, dengan meningkatnya suhu air, maka perairan menjadi hangat, sebuah kondiri ideal bagi pertumbuhan ganggang secara cepat.
Penyebab lainnya adalah pemberian pakan pada biota laut seperti ikan secara berlebihan. Dengan jumlahnya yang terlalu banyak, maka akan ada beberapa pakan yang mengalami pembusukan hingga menghasilkan nutrien. Padahal, zat yang bisa berupa nitrogen dan fosfor tersebut pada dasarnya merupakan "makanan" ganggang.
Ledakan berbahaya
Lalu, apa yang akan terjadi apabila terjadi ledakan populasi ganggang di perairan? Apa manusia juga akan ikut terdampak? Tentu saja!
Baca Juga: Mengapa Kita Waspada Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Danau?
Ledakan ganggang biasanya terletak di wilayah perairan budidaya atau akuakultur. Ni Luh Kade Paramita Kusuma bersama timnya menuliskan hasil penelitian dalam Journal of Marine and Aquatic Science volume 7 mengenai potensi jenis fitoplankton penyebab harmful algae bloom.
Bertajuk “Potensi Harmful Algae Bloom (HAB) di Keramba Jaring Apung Perairan Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng” penelitian tersebut dilakukan di Desa Sumberkima dengan 10 titik pengambilan sampel ganggang yang berbeda.
Dari hasil penelusuran tersebut, didapatkan hasil bahwa dari kesepuluh titik ini memiliki potensi terjadinya harmful algae bloom, akibat adanya jenis fitoplankton red tide maker dan toxin producer.
Kedua jenis fitoplankton ini menjadi alasan utama munculnya fenomena harmful algae bloom. Red tide maker adalah jenis fitoplankton yang menyebabkan perairan menjadi berwarna. Sementara toxin producer ialah fitoplankton yang memiliki kemampuan khusus untuk menghasilkan zat beracun.
“Toksin yang terdapat dalam fitoplankton tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh biota seperti pada ikan atau udang, yang jika dikonsumsi oleh manusia akan mengakibatkan gangguan kesehatan serius pada manusia,” tulis Ni Luh Kadek Paramita Kusuma dalam penelitiannya.
Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa perairan di Desa Sumberkima berpotensi mengalami harmful algae bloom akibat adanya fitoplankton berjenis red tide maker dan toxin producer.
"Hal ini harus diwaspadai karena dapat meracuni biota budidaya serta makhluk lain yang mengonsumsi biota budidaya yang ada di keramba Desa Sumberkima tersebut,” jelas Ni Luh Kadek Paramita Kusuma.
Ketika fenomena harmful algae bloom terjadi, kehidupan biota laut akan ikut terancam bahkan menyebabkan kematian. Kenapa bisa terancam? Bukankah ganggang tersebut hanya berada di permukaan?
Populasi ganggang yang melimpah dan menutupi permukaan air artinya, menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam air, padahal cahaya matahari menjadi nutrisi bagi biota laut untuk hidup.
Inayah Hidayanti dalam kajiannya yang berjudul “Pemahaman Masyarakat Pesisir Lampung akan Bahaya Harmful Algae Bloom pada Sumber Pangan Laut” terbit dalam jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi volume 5 tahun 2020, menuturkan bahwa fenomena ini tidak hanya berdampak langsung pada nelayan tangkap dan budidaya, namun juga pada masyarakat di sepanjang pesisir laut.
Merujuk hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayah di Pesisir Lampung, sebanyak 57 persen masyarakat tahu mengenai fenomena harmful algae bloom.
Sebelumnya, fenomena harmful algae bloom juga pernah terjadi di Lampung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muawanah dan timnya tahun 2004, fitoplankton jenis red tide maker di Teluk Lampung menyebabkan kematian massal pada ikan.
Fakta mengejutkan lainnya yakni penemuan kasus serupa di tahun 2004 oleh Muawanah dan timnya. Fitoplankton jenis red tide maker di Cirebon, Jawa Barat telah menimbulkan korban jiwa.
Hal ini terjadi setelah korban mengonsumsi kerang yang mengandung toksin fitoplankton. Gejala yang ditemukan pada korban ialah demam, muntah-muntah, dan sesak nafas.
Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Inayah Idayanti, masyarakat setempat belum menemukan kasus kematian yang diakibatkan oleh harmful algae bloom. Hanya ada beberapa masyarakat yang mengalami sakit akibat mengonsumsi makanan laut.
"Fenomena harmful algae bloom yang terjadi di Teluk Lampung hingga saat ini masih menyisakan persoalan bagi nelayan budidaya," tutur Inayah di dalam jurnalnya. Masyarakat setempat paham apa yang terjadi ketika harmful algae bloom muncul di perairan. Hanya saja, masih kurang edukasi mengenai bahaya dan dampak lebih lanjutnya.
Penulis | : | Neza Puspita Sari Rusdi |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR