Dalam pandangan masyarakat modern, hubungan dengan alam sering kali dianggap sebagai mitos, fantasi, atau sekadar imajinasi. Namun, bagi pemegang pengetahuan tradisional dan masyarakat adat, entitas non-manusia merupakan elemen penting dari komunitas mereka, berdiri sejajar dengan anggota manusia dalam keluarga mereka.
Suara rimba dari Amazon
“Selama bertahun-tahun mengejar pemahaman tentang dunia alam dan menjadi ahli biologi, kemudian mempelajari tentang masyarakat manusia sebagai antropolog budaya, pada intinya saya masih seorang aktivis," ungkap Wiza.
Refleksi mendalam ini mengantar kita pada pemahaman yang lebih luas tentang aktivisme konservasi, khususnya dalam konteks perlindungan ekosistem yang kompleks seperti Leuser.
Wiza, dengan latar belakangnya yang kaya akan ilmu pengetahuan alam dan sosial, menyoroti pentingnya peran masyarakat lokal dalam upaya konservasi. "Aktivisme konservasi harus didasarkan dan dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dalam perlindungan lanskap ini," tegasnya
Pandangan ini menemukan gema yang kuat dalam buku terbaru Nemonte Nenquimo, seorang pemimpin Waorani dari Amazon Ekuador. Buku berjudul "We Will Not Be Saved" tersebut merupakan sebuah karya monumental yang menyuarakan perspektif masyarakat adat dalam menghadapi ancaman terhadap lingkungan hidup.
Nemonte, melalui memoirnya, mengajak pembaca untuk menyelami sejarah lisan bangsa Waorani yang telah berlangsung ribuan tahun. "Karena bagi bangsanya, cerita tidak pernah ditulis, karena cerita adalah makhluk hidup yang sakral, untuk dirawat dan diperlakukan dengan hati-hati," tulis Nemonte.
Dalam kisah Nemonte, hutan hujan Amazon dibangkitkan, memunculkan dialog antara manusia dan flora, pertukaran esensi antara manusia dan fauna, serta keyakinan suku bangsanya, keturunan Jaguar, bahwa kematian akan mengizinkan mereka untuk bereinkarnasi sebagai Jaguar.
"Ini membawa saya pada kisah yang lebih dekat dengan rumah, para dukun Harimau atau pawang harimau yang menghuni hutan Leuser," kenang Wiza.
Buku ini merupakan hadiah dan juga seruan untuk beraksi demi planet kita. Membacanya secara pribadi menimbulkan berbagai emosi dalam dirinya: kemarahan, kesedihan, rasa takut, namun juga kegembiraan dan harapan.
Kekuatan untuk menyalakan
Pada akhir pidatonya, peraih Whitley Award 2016 tersebut kemudian merenungkan tema festival tahun ini: F/acta: Words & Actions Aligned.
Selanjutnya, dirinya mengajak semua orang untuk menyempatkan diri memvisualisasikan peran mereka dalam membentuk dunia yang lebih baik. Sebuah dunia di mana kata-kata dan tindakan kita sejalan, dilaksanakan dengan kepedulian dan cinta terhadap planet ini serta segala bentuk kehidupan yang mendiaminya..
Mengapa ini begitu penting? Karena menurut Wiza, inilah yang menjadi awal, yang mendukung dan merawatnya, serta yang akan mengantarkannya menuju masa depan.
"Meskipun imajinasi bersifat pribadi, sastra memiliki kekuatan untuk menyalakannya," pungkas Wiza.
KOMENTAR