Nationalgeographic.co.id—Penghinaan dan perkataan kasar Miftah Maulana terhadap seorang penjual es teh telah menjadi perbincangan hangat publik Indonesia. Pria yang menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan itu kini telah meminta maaf kepada penjual es teh tersebut usai ditegur pihak istana.
Di negara mana pun, menjadi orang miskin memang rentan untuk direndahkan dan diolok-olok. Ian Welsh pernah menulis sebuah artikel untuk HuffPost mengenai nasib buruk orang miskin yang selalu direndahkan oleh orang lain.
"Tidak ada aturan yang lebih tegas bahwa semakin sedikit gaji Anda, semakin buruk Anda akan diperlakukan," tulis Welsh. "Pelayan toko memperlakukan Anda lebih buruk. Birokrat pemerintah sering kali tidak dapat menyembunyikan penghinaan mereka."
The Washington Post juga pernah membahas tentang betapa mahalnya menjadi orang miskin -- bagaimana orang miskin dipaksa membayar lebih banyak, bukan lebih sedikit, untuk hampir semua hal. Jika tidak dalam bentuk uang, maka dalam bentuk waktu.
"Seorang teman saya mengatakannya dengan sangat sederhana. Orang miskin menghabiskan waktu untuk menabung. Orang kaya menghabiskan uang untuk menghemat waktu. Begitulah cara Anda mengetahui di mana Anda berada, dengan asumsi Anda tidak hidup di luar kemampuan Anda," jelas Welsh lagi.
Menurut Welsh, jika Anda terlihat miskin, dan jika Anda miskin cukup lama, Anda akan diperlakukan lebih buruk oleh hampir semua orang. Mereka tahu Anda tidak punya uang, tahu Anda tidak punya kekuasaan, dan dengan demikian tahu mereka dapat menekan Anda, tidak menghormati Anda, atau mengabaikan Anda.
"Kisah favorit saya sepanjang cerita ini adalah ketika saya hampir tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan pekerjaan serabutan membantu orang pindahan, membersihkan halaman, dan mengecat rumah," kenang Welsh.
"Suatu hari setelah mengecat garasi, saya masuk ke bank dengan cek dari hasil kerja hari itu (ini terjadi pada tahun delapan puluhan). Saya acak-acakan, berlumuran cat kering, dan tampak mengerikan. Teller ingin menahan cek itu selama dua minggu. Saya tidak bisa menunggu selama itu, saya butuh uang untuk membayar sewa. Saya keluar dari bank."
Welsh kemudian kembali ke rumah kos tempatnya tinggal. Dia mandi, bercukur, dan menyisir rambut. "Kemudian saya mencari pakaian bagus terakhir saya -- flanel abu-abu, kemeja, blazer, dasi. Saya kenakan semuanya, dan saya kembali ke bank," tulisnya.
"Tidak seperti banyak orang miskin, saya tidak selalu miskin. Saya bersekolah di salah satu sekolah swasta paling elite di Kanada (peringkat kedua saat itu, setelah Upper Canada College). Saya mengantre, dan ironisnya, teller saya sama saja. Dia mencairkan ceknya."
Baca Juga: Mengapa Seseorang Bisa Kecanduan Kekuasaan dan Tak Punya Malu?
Welsh tidak mengatakan apa pun kepada si teller bank meski kaget pegawai bank tersebut bisa berubah pikiran dengan tiba-tiba. Welsh hanya pergi begitu saja.
"Beberapa tahun kemudian, selama periode kemiskinan yang sama, saya sampai pada titik di mana saya bahkan tidak bisa berpura-pura menjadi kelas menengah atau atas. Dan kadang-kadang saya diusir karena, meskipun saya bersih, saya terlihat pucat, pakaian saya lusuh dan kacamata saya benar-benar dilakban," lanjut Welsh.
"Suatu kali seorang penjaga keamanan mengusir saya dari properti hotel tempat saya masuk untuk menggunakan telepon umum. Dalam kasus lain, saya diusir dari kampus Universitas Ottawa"
Namun, sejak kondisi perekonomian Welsh membaik dan ia kembali ke kelas menengah, ia tidak pernah mengalami situasi seperti itu lagi.
"Aneh sekali," katanya.
Jadi, menurut Welsh, hal terburuk tentang kemiskinan adalah cara Anda diperlakukan orang lain.
"Menurut pengalaman saya, tidak ada aturan yang lebih kuat lagi, yaitu semakin sedikit gaji yang Anda terima, misalnya, semakin buruk Anda akan diperlakukan di tempat kerja. Pelayan toko memperlakukan Anda dengan lebih buruk. Birokrat pemerintah sering kali tidak dapat menyembunyikan rasa jijik mereka. Dan seterusnya."
Keuntungannya, menurut Welsh lagi, adalah orang-orang menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Orang langka yang memperlakukan Anda sama persis seperti mereka memperlakukan orang lain akan terungkap sebagai permata yang bersinar.
Khususnya teman-teman yang tetap bersama Anda bahkan saat Anda sedang terpuruk dan putus asa menunjukkan diri mereka sebagai teman sejati.
Teman-teman sejati ini jelas berbeda dengan orang-orang yang mengikuti aturan yang diberikan dalam begitu banyak buku pengembangan diri untuk memutus hubungan dengan teman-teman yang kurang sukses, dan dengan demikian mengungkapkan kebangkrutan moral mereka yang lengkap kepada dunia.
Saat Anda miskin, Anda akan belajar siapa yang benar-benar dapat Anda percayai, siapa yang benar-benar peduli dengan Anda, dan siapa saja manusia baik yang tidak akan menindas orang lain yang mereka anggap tidak dapat membalasnya.
Itu mengubah cara Anda memandang orang.
"Anehnya, sebelum saya miskin, saya pikir hampir semua orang adalah sampah (saya adalah seorang remaja yang sinis)," tulis Welsh.
"Menjadi miskin meyakinkan saya bahwa ada beberapa orang yang benar-benar baik di dunia ini -- orang yang akan membantu Anda, bersikap baik kepada Anda, atau sekadar memperlakukan Anda dengan hormat, bahkan ketika tidak ada untungnya bagi mereka."
Dalam keburukan dan kekurangan, selalu ada keindahan dan kebaikan yang jauh lebih nyata. Selalu ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik.
Source | : | The Washington Post,Huff Post |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR