Nationalgeographic.co.id—Banyak orang, terutama di dunia Barat, suka makan daging kalkun. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa mereka tidak memakan telur kalkun juga?
Induk kalkun yang hidup di alam liar, akan membangun sarang di tanah di suatu tempat yang terlindung di hutan. Sang induk kemudian memulai masa bertelur selama dua minggu.
Selama masa tersebut, satu telur dapat keluar setiap 24 hingga 32 jam. Selama masa itu, biasanya satu induk kalkun bisa menghasilkan sembilan hingga 13 telur, kata Departemen Perikanan dan Satwa Liar Oregon, Amerika Serikat.
Proses bertelur ini cukup merepotkan bagi induk kalkun baru, yang akan keluar di antara waktu bertelur untuk mencari makan sehingga ia dapat berhasil mengerami anak-anaknya. Namun, bagi peternak telur, hal itu tidaklah cukup.
Mengapa kita tidak memakan telur kalkun? Di Amerika Serikat saja, seperti dilansir IFLScience, ada sekitar 2.500 peternakan kalkun. Jumlah kalkun sesungguhnya banyak, dan mungkin juga banyak telur, tetapi kalkun tidak masuk ke pasar telur karena, sejujurnya, kalkun tidak berharga.
Seekor ayam yang sehat dapat bertelur hampir setiap hari, sehingga perputaran telur kalkun selama 32 jam yang "sangat sedikit" tampak seperti hasil yang buruk.
Ditambah lagi, kalkun membutuhkan waktu tujuh bulan untuk mencapai usia bertelur dibandingkan dengan masa tunggu ayam selama lima bulan, dan kalkun tidak begitu menarik bagi peternak unggas yang ingin menjual telur.
Ukuran kalkun yang relatif jauh lebih besar dari ayam juga jadi pertimbangan. Memelihara kalkun seperti itu tidaklah murah karena kalkun membutuhkan ruang dan makanan ekstra untuk tumbuh.
Secara finansial, kalkun tidak layak dipelihara dibandingkan dengan unggas peliharaan lainnya di pasar telur.
Nathan Pelletier, ekonom ekologi dari Okanagan Campus di University of British Columbia (UBC), Kanada, mengatakan kemungkinan alasannya memang terkait profitabilitas atau potensi keuntungan dalam bisnis.
Baca Juga: Alasan Kalkun Identik dengan Hari Thanksgiving dalam Sejarah Amerika
"Kalkun membutuhkan lebih banyak tempat, dan tidak sering bertelur. Mereka juga harus dipelihara lebih lama sebelum mulai bertelur. Ini berarti biaya terkait kandang dan pakan akan jauh lebih tinggi untuk telur kalkun dibandingkan dengan telur ayam," jelas Pelletier, seperti dikutip dari laman UBC.
"Karena menyediakan pakan juga bertanggung jawab atas bagian terbesar dari penggunaan sumber daya dan emisi yang terkait dengan produksi telur, telur kalkun akan memiliki dampak yang lebih tinggi, yang tidak akan bagus dari perspektif keberlanjutan," imbuhnya lagi.
Apakah telur kalkun dapat dimakan?
Ya, telur kalkun dapat dimakan. Jika tak percaya, tanyakan saja langsung kepada peternak kalkun.
Menurut Modern Farm, telur kalkun dilaporkan memiliki rasa yang sangat mirip dengan telur ayam. Hanya saja telur kalkun sedikit lebih besar dengan cangkang yang lebih keras dan membran yang lebih tebal.
Pelletier menjelaskan, "Telur kalkun sepenuhnya dapat dimakan. Telur kalkun memiliki konsistensi krim yang mirip dengan telur bebek dan warnanya berbintik-bintik seperti telur puyuh."
"Saya pikir telur kalkun akan menjadi pelengkap yang sangat menarik dan bahkan cantik untuk makan malam Thanksgiving. Saya kira bagian tersulitnya adalah menemukan tempat untuk membelinya."
Lalu mengapa telur ayam jauh lebih umum?
"Sekali lagi, kemungkinan besar ini kembali ke biaya produksi," tegas Pelletier.
Para petani telah meningkatkan strategi manajemen untuk memproduksi telur ayam di fasilitas komersial khusus selama hampir seratus tahun, dan telah ada program genetika yang didedikasikan untuk mengoptimalkan genetika ayam petelur untuk produktivitas sejak tak lama setelah Perang Dunia II. Warga Kanada sekarang mengonsumsi sekitar 70 juta telur ayam setiap tahunnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR