Nationalgeographic.co.id—Sebuah penemuan ilmiah terbaru telah mengungkap sebuah hubungan tak terduga dan menarik antara planet merah, Mars, dan iklim di Bumi.
Melalui analisis mendalam terhadap catatan geologi yang membentang lebih dari 65 juta tahun, para ilmuwan telah menemukan pola menarik pada arus laut dalam di Bumi.
Arus laut dalam, yang memainkan peran krusial dalam mengatur iklim global, ternyata mengalami fluktuasi kekuatan secara periodik setiap 2,4 juta tahun. Siklus berulang ini, yang oleh para ahli disebut sebagai "siklus astronomi besar," telah lama menjadi misteri bagi komunitas ilmiah.
Namun, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications ini berhasil mengungkap rahasia di balik siklus tersebut.
Ternyata, interaksi gravitasi antara Bumi dan Mars memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola arus laut dalam. Gaya gravitasi Mars, meskipun jaraknya sangat jauh, mampu mempengaruhi orbit Bumi mengelilingi Matahari.
Pengaruh gravitasi Mars terhadap iklim Bumi
Ternyata, tarikan gravitasi Mars memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola iklim jangka panjang di planet kita.
Dalam siklus yang berlangsung sekitar setiap 2,4 juta tahun, resonansi gravitasi antara Bumi dan Mars menyebabkan planet kita sedikit lebih dekat ke Matahari. Posisi yang lebih dekat ini meningkatkan intensitas radiasi matahari yang diterima Bumi, mengakibatkan periode pemanasan global.
Para ilmuwan telah berhasil mengonfirmasi hipotesis ini dengan menganalisis data satelit yang memetakan akumulasi sedimen di dasar laut selama jutaan tahun. Mereka menemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa arus laut dalam menjadi lebih kuat selama periode-periode hangat yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi Mars.
Arus laut yang lebih kuat ini, pada gilirannya, mengganggu pengendapan sedimen di dasar laut, meninggalkan jejak yang dapat dideteksi dalam catatan geologi.
"Data laut dalam kami yang membentang 65 juta tahun menunjukkan korelasi yang jelas antara suhu permukaan laut yang lebih hangat dan sirkulasi dalam yang lebih kuat," ungkap Adriana Dutkiewicz, penulis utama studi dan seorang sedimentolog di University of Sydney, seperti dilansir earth.com.
Baca Juga: Momen Antariksa Memukau di Mars, Gerhana Matahari oleh Phobos
Mengapa informasi ini penting?
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya siklus-siklus tertentu di dalam lautan dapat berperan sebagai penyangga terhadap pelemahan arus laut yang diakibatkan oleh pemanasan global.
Salah satu arus laut yang paling krusial dan rentan terhadap perubahan iklim adalah Sirkulasi Meridional Atlantik (AMOC), yang sering digambarkan sebagai "sabuk konveyor" raksasa di samudra.
AMOC berperan vital dalam mengatur iklim global dengan mengangkut air hangat dari daerah tropis menuju wilayah utara, sekaligus memfasilitasi distribusi panas di kedalaman laut.
"Kami tahu ada setidaknya dua mekanisme terpisah yang berkontribusi pada kekuatan pencampuran air dalam di lautan," ujar Dietmar Müller, salah satu peneliti utama dalam studi ini.
Meskipun sejumlah ilmuwan telah memprediksi kemungkinan runtuhnya AMOC dalam beberapa dekade mendatang, temuan terbaru ini memberikan secercah harapan. Adanya fenomena ventilasi yang disebabkan oleh pusaran laut dalam mengindikasikan adanya mekanisme alami yang dapat mencegah lautan menjadi stagnan.
Mekanika Orbital Bumi dan Mars
Tata Surya kita adalah sebuah balet kosmik yang rumit, di mana setiap benda langit menari mengikuti irama gravitasi. Setiap planet, bulan, bahkan partikel debu kecil, bergerak dalam jalur yang telah ditentukan, atau orbit, mengelilingi benda langit yang lebih besar. Gerak orbit ini, yang diatur oleh hukum-hukum fisika, dikenal sebagai mekanika orbital.
Mari kita fokus pada dua penari utama dalam balet tata surya ini: Bumi dan Mars. Kedua planet ini mengorbit Matahari dalam jalur berbentuk elips, namun dengan kecepatan dan jarak yang berbeda.
Bumi, planet kita, menyelesaikan satu putaran mengelilingi Matahari dalam waktu sekitar 365 hari, sementara Mars, planet merah, membutuhkan waktu sekitar 687 hari. Perbedaan waktu tempuh inilah yang menciptakan dinamika menarik dalam hubungan orbit keduanya.
Karena Bumi bergerak lebih cepat, ia secara berkala akan "mendahului" Mars dalam orbitnya. Fenomena ini terjadi setiap sekitar 26 bulan sekali. Ketika Bumi berada di posisi yang tepat, sehingga Matahari, Bumi, dan Mars berada dalam satu garis lurus, maka terjadilah peristiwa yang disebut oposisi.
Baca Juga: Ares dan Mars, Apa Hubungan Dewa Perang Mitologi Yunani dan Romawi?
Oposisi Mars merupakan momen krusial bagi para ilmuwan dan insinyur antariksa. Ketika kedua planet berada dalam posisi yang menguntungkan, inilah saat yang tepat untuk meluncurkan misi ke Mars.
Dengan memahami mekanika orbital yang kompleks antara Bumi dan Mars, para ahli dapat merancang jalur penerbangan yang paling efisien dan hemat bahan bakar. Mereka dapat menghitung dengan cermat waktu peluncuran yang optimal, sehingga pesawat ruang angkasa dapat tiba di Mars pada saat yang tepat dan siap untuk memulai eksplorasi.
Pengaruh tarikan gravitasi Mars terhadap iklim Bumi
Meskipun masih bersifat spekulatif, penelitian ini menyoroti kemungkinan adanya siklus astronomi yang dapat memicu perubahan signifikan pada iklim global dan pola sirkulasi laut.
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah keselarasan jalur peluncuran misi luar angkasa ke Mars. Analisis terhadap misi-misi sebelumnya dan yang direncanakan menunjukkan adanya pola yang menarik, yang mengindikasikan adanya hubungan antara konfigurasi tata surya dan dinamika iklim Bumi.
Temuan-temuan ini menggarisbawahi keterkaitan yang kompleks antara mekanika orbital planet dan sistem alami Bumi. Interaksi gravitasi antara Bumi dan Mars, meskipun terjadi dalam skala yang sangat besar, dapat memiliki implikasi yang mendalam bagi iklim planet kita dalam jangka waktu jutaan tahun.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang interaksi kosmik ini tidak hanya memperkaya pengetahuan kita tentang sejarah Bumi, tetapi juga menawarkan perspektif baru dalam menghadapi tantangan perubahan iklim saat ini.
Para ilmuwan berpendapat bahwa pengaruh gravitasi Mars dapat membantu menjaga dinamika sirkulasi laut, bahkan dalam kondisi ekstrem seperti melambatnya atau terhentinya sirkulasi meridional Atlantik (AMOC).
Dutkiewicz menyimpulkan bahwa "potensi ini dapat mencegah lautan menjadi stagnan, bahkan jika sirkulasi meridional Atlantik melambat atau berhenti sama sekali."
Dampak gravitasi Mars terhadap lingkungan
Salah satu dampak paling nyata dari gravitasi Mars yang lemah adalah ketidakmampuan planet ini untuk mempertahankan atmosfer yang tebal.
Baca Juga: Riset Perintis Mengungkap Asal-usul dan Komposisi Planet Mars
Akibatnya, Mars kini menjadi planet yang kering dan tandus, dengan tekanan udara permukaan yang sangat rendah. Kondisi ini sangat kontras dengan Bumi, yang memiliki atmosfer yang kaya akan oksigen dan mampu menopang kehidupan.
Selain itu, gravitasi Mars juga memengaruhi bulan-bulannya, Phobos dan Deimos. Kedua bulan ini mengalami tekanan pasang surut yang kuat akibat tarikan gravitasi Mars. Akibatnya, orbit Phobos secara bertahap semakin mendekati Mars.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa dalam beberapa juta tahun ke depan, Phobos akan berada pada jarak yang cukup dekat dengan Mars sehingga gaya pasang surut akan merobek bulan tersebut menjadi potongan-potongan kecil, membentuk cincin di sekitar planet merah.
Interaksi gravitasi antara Mars dan planet-planet lain di tata surya juga memiliki dampak yang signifikan. Para insinyur penerbangan telah memanfaatkan fenomena ini dalam misi-misi ruang angkasa.
Teknik yang dikenal sebagai gravity assist memungkinkan pesawat ruang angkasa untuk mempercepat atau mengubah arah dengan memanfaatkan gravitasi planet lain sebagai "kelep". Mars telah digunakan sebagai sumber gravity assist dalam beberapa misi eksplorasi tata surya.
Dengan mempelajari pengaruh gravitasi Mars terhadap lingkungan planet dan benda-benda langit di sekitarnya, para ilmuwan berharap dapat mengungkap lebih banyak tentang sejarah Mars.
Misalnya, dengan memahami bagaimana medan magnet Mars telah berubah seiring waktu, kita dapat memperoleh petunjuk tentang evolusi inti planet dan potensi keberadaan air cair di masa lalu.
KOMENTAR