Nationalgeographic.co.id—Tembok Besar di Tiongkok (The Great Wall), simbol peradaban kuno, membentang melintasi perbatasan utara. Tembok ini berdiri sebagai bukti sejarah Tiongkok lebih dari dua milenium.
Lalu, bagaimana Tembok Besar Tiongkok bisa terpelihara dengan baik hingga bisa kokoh selama ribuan tahun?
Sebenarnya, meskipun megah, apa yang tersisa saat ini hanyalah sebagian kecil dari tembok secara keseluruhan. Pasalnya, waktu dan kekuatan alam telah merusak strukturnya.
Namun, penemuan baru-baru ini mengungkapkan bahwa alam itu sendiri mungkin memainkan peran penting dalam melestarikan keajaiban sejarah ini.
Lapisan tipis bakteri, lumut, lumut kerak, dan organisme lain, yang dikenal sebagai biocrusts, ditemukan di permukaan Tembok Besar. Biocrusts melindungi bagian-bagian Tembok Besar, melindunginya dari angin, hujan, dan elemen korosif lainnya.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Science Advances menyoroti peran penting "kulit hidup" ini dalam melestarikan keajaiban arsitektur kuno tersebut. Studi tersebut bertajuk “Biocrusts protect the Great Wall of China from erosion.”
Dengan kemajuan teknologi dan penelitian, ilmuwan menjajaki potensi untuk membudidayakan biocrustsbaru guna mencegah degradasi Tembok Besar lebih lanjut.
Nichole Barger, seorang ahli ekologi di Nature Conservancy, memuji penelitian tersebut inovatif dan kreatif. Ia mencatat bahwa efek perlindungan biocrust semakin diakui dalam beberapa tahun terakhir. Lapisan biologis ini terkenal karena menstabilkan ekosistem lahan kering dan mencegah erosi tanah.
Sementara bagian Tembok Besar yang lebih terkenal dibangun dari batu atau bata, bagian lain dibangun menggunakan tanah padat. Seiring waktu, material ini memburuk karena berbagai faktor.
“Seperti infiltrasi air hujan, erosi angin, pembentukan kristal garam, dan fluktuasi suhu,” tulis Joseph Shavit di laman The Brighter Side.
Namun, tanah padat yang sama juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya biocrust. Biocrust menutupi sekitar 12% permukaan tanah, khususnya di wilayah kering seperti Tiongkok utara.
Baca Juga: Bagaimana Cara Menikmati Tembok Besar Mahakarya Kekaisaran Tiongkok?
Biocrust ini bervariasi bentuknya. Mulai dari jaringan bakteri tipis setebal beberapa milimeter hingga lapisan lumut dan lumut kerak yang lebih tebal setinggi beberapa sentimeter.
Ilmuwan tanah Bo Xiao dan timnya dari Universitas Pertanian Tiongkok melakukan penelitian untuk menyelidiki peran biocrust dalam melestarikan Tembok Besar.
Penelitian mengungkapkan bahwa biocrust menutupi lebih dari dua pertiga permukaan Tembok Besar di area yang mereka periksa. Biocrust tersebut sebagian besar terdiri dari lumut atau sianobakteri.
Dengan membandingkan sifat fisik tanah padat yang ditutupi biocrust dengan tanah kosong yang bebas biocrust, mereka membuat penemuan penting.
Penelitian tersebut menemukan bahwa tanah padat yang ditutupi biocrust kurang berpori dan menunjukkan kekuatan geser dan kekuatan tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian yang tidak tertutup.
Sifat-sifat ini membantu melindungi Tembok Besar dari degradasi dengan mengurangi erosi angin. Juga mencegah infiltrasi air dan garam, dan meningkatkan stabilitas keseluruhan tanah padat.
Biocrust yang lebih tebal yang didominasi oleh lumut memberikan perlindungan lebih baik daripada yang lebih tipis yang didominasi oleh sianobakteri. Bettina Weber, seorang ahli ekologi di Universitas Graz, memuji penelitian tersebut.
Menurutnya, penelitian itu mengeksplorasi apakah efek perlindungan biocrust dapat meluas ke situs warisan budaya. Hal ini menunjukkan bahwa temuan mereka dapat membuka jalan untuk mengintegrasikan penelitian biocrust ke dalam berbagai bidang ilmiah.
Menariknya, penelitian ini menantang kepercayaan umum dalam konservasi warisan bahwa pertumbuhan tanaman berbahaya bagi bangunan atau situs arkeologi.
Matthew Bowker, penulis penelitian, menjelaskan bahwa ketakutan terhadap pertumbuhan tanaman terutama berasal dari potensi kerusakan yang disebabkan oleh sistem akar. Dan akar tidak dimiliki biocrust.
Namun, terlepas dari kemampuan perlindungannya, biocrust menghadapi ancamannya sendiri. Penelitian terbaru memperingatkan bahwa perubahan iklim dan penggunaan lahan yang intensif dapat menyebabkan banyak biocrust menghilang. Pada akhirnya akan menghilangkan manfaat perlindungannya.
Baca Juga: Beragam Fakta Unik Sejarah Tembok Besar Tiongkok yang Fenomenal
Hilangnya biocrust ini dapat berdampak buruk bagi Tembok Besar. Terutama dengan meningkatnya suhu yang mendukung kerak sianobakteri yang lebih tipis yang membutuhkan lebih sedikit air.
Upaya untuk memulihkan biocrust yang rusak atau berkurang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Laboratorium di seluruh dunia tengah menjajaki kemungkinan untuk merangsang pertumbuhan kembali biocrust.
Namun, memahami kerangka waktu yang dibutuhkan berbagai jenis untuk tumbuh subur di berbagai iklim dan tingkat gangguan tetap menjadi tantangan. Estimasi pemulihan biocrust berkisar dari tahun hingga abad.
Nichole Barger menyarankan bahwa membudidayakan biocrust di Tembok Besar bisa lebih mudah dikelola. Hal ini dibandingkan dengan jika ilmuwan mencoba memulihkan biocrust di bentang alam yang luas.
Tembok Besar adalah simbol budaya Tiongkok dan peradaban Tiongkok. Oleh karena itu, menemukan cara yang efektif untuk melestarikan situs ini bagi generasi mendatang adalah suatu keharusan.
Seiring dengan penelitian yang mendalam terhadap potensi perlindungan organisme kecil ini, Tembok Besar Tiongkok mungkin akan tetap berdiri tegak. “Tidak hanya sebagai bukti rekayasa kuno tetapi juga ketahanan pelindung alam yang tidak diduga-duga,” ungkap Shavit.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR