Paus Gregorius XIII (1502—1585) adalah pencetus kalender ini. Dia mengoreksi beberapa kesalahan dari kalender Julian karena mendapati beberapa perayaan Kristen Barat yang meleset dan tidak sesuai dengan musim seharusnya.
Koreksi di dalam kalender Gregorian kemudian menjadi lebih pakem dengan perhitungan matematika yang lebih mutakhir. Pada akhirnya, kalender yang direvisi Paus Gregorius XIII diadopsi negara-negara Eropa yang telah mengadopsi agama Kristen. Hal inilah yang membuatnya lebih banyak diadopsi banyak negara dunia kemudian hari.
Perlu dicatat, kalender Gregorian sendiri bukan berarti tanpa cacat. Ketika Paus Gregorius XIII mengukuhkan kalendernya pada 1582, kalender itu membuat perhitungan yang lebih rinci dalam setahun terdiri 365,2425 hari.
Sementara, revolusi bumi atau perputaran bumi terhadap Matahari baru diperhitungkan secara matang pada era yang lebih modern. Kalender Gregorian sedikit tidak sinkron dalam revolusi ini. Hal ini memungkinkan kalender Gregorian menyimpang satu hari di tahun 4909.
Kekurangan ini yang menjadi keunggulan sistem kalender lainnya yang memiliki perbaikan sistem, seperti kalender Hijriah. Dalam penentuan perubahan tanggal memasuki atau keluar dari bulan tertentu, umat Islam kerap kesulitan, sehingga perlu mengobservasi hilal (perubahan bulan baru ke sabit).
Meskipun ada sistem matematika dalam sejarah Islam berkembang dalam pembuatan kalender, namun pengamatan hilal dianggap masih perlu. Beberapa peristiwa membuktikan kalender falak (matematis) ternyata sedikit meleset 1-2 hari ketika para ahli mengamati hilal. Keunggulannya, kalender seperti Hijriah yang lebih cepat dikoreksi, memiliki ketepatan yang lebih sesuai dengan fenomena astronomis.
Kalender Gregorian dibawa kolonialisme dan upaya modernisasi
Memasuki era kolonialisme, bangsa Eropa membawa sistem kalender Gregorian ke penjuru dunia. Aktivitas penjajahan menyebabkan beberapa aturan harus mengikuti sistem penanggalan kalender gaya Eropa, walaupun masyarakat jajahan memiliki sistemnya sendiri.
Setelah merdeka, negara-negara tertentu mengadopsi kalender Gregorian tetapi masih mengikuti pemahaman kebudayaannya masing-masing. Misalnya, alih-alih 25 Desember, Belanda merayakan hari raya Natal pada 5 Desember karena diyakini Santo Nikolas (Sinterklas) membagikan hadiah untuk anak-anak pada tanggal tersebut.
Jepang adalah salah satu negara yang mengadopsi kalender Gregorian sejak restorasi Meiji pada abad ke-19. Awalnya, kalender Jepang menggunakan penanggalan Tionghoa.
Seiring pengaruh bangsa Barat, Kekaisaran Jepang berupaya memodernisasi masyarakat dan kebudayaannya. Upaya menjadikan dirinya lebih modern berdampak pada penggunaan kalender Gregorian di Jepang sampai hari ini.
Meski ada beberapa negara yang memiliki sistem penanggalan yang tidak kalah pakem, kalender Gregorian dipakai secara menyeluruh dengan tujuan mempermudah koordinasi. Penting untuk dicatat, beberapa negara masih menggunakan kalender tradisionalnya seperti Tiongkok, Thailand, dan Arab Saudi.
Perbedaan sistem kalender hari ini perlu dikritisi karena atas tujuan pihak mana "koordinasi" yang dimaksud. Pasalnya, negara dengan sistem penanggalan berbeda harus menyesuaikan logika sistem kalender Gregorian.
Hal ini mengharuskan kebudayaan tertentu harus memahami konteks masyarakat di mana kalender Gregorian berasal, Eropa dan negara Barat. Namun, tidak terjadi sebaliknya, karena mungkin bagi banyak orang ada tanggal-tanggal sakral yang harus diliburkan, sementara mungkin pihak dari negara pengguna kalender Gregorian tidak menyadarinya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR