Nationalgeographic.co.id—Dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature Food, tim peneliti dipimpin oleh Mojtaba Fakhraee, seorang asisten profesor ilmu bumi yang akan bergabung pada Agustus 2025, telah mengusulkan sebuah model baru untuk menangkap karbon secara efektif di lingkungan air dengan kadar oksigen rendah.
Model ini, yang dirancang khusus untuk diterapkan di sektor perikanan, menjanjikan solusi yang lebih hemat biaya dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan pemanasan global yang semakin mendesak.
Seperti diketahui, Perjanjian Paris telah menetapkan target ambisius untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius. Namun, upaya konvensional dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sejauh ini belum cukup untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena itu, para ilmuwan di seluruh dunia berlomba-lomba mencari pendekatan alternatif yang lebih inovatif.
Salah satu pendekatan yang semakin menjanjikan adalah teknologi penangkapan karbon, yang bertujuan untuk menangkap langsung emisi karbon dioksida (CO2) dari berbagai sumber, khususnya industri.
Model penangkapan karbon yang baru ini menawarkan harapan baru dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang kompleks.
Dengan memfokuskan pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen rendah, penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim, tetapi juga membuka peluang untuk meningkatkan keberlanjutan dalam sektor perikanan.
Fakhraee, dalam kolaborasinya dengan Profesor Noah Planavsky dari Universitas Yale, telah mengembangkan sebuah model yang menjanjikan solusi hemat biaya dan efisien untuk menangkap sejumlah besar CO2 dari atmosfer.
Fokus penelitian ini terletak pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen rendah, seperti banyak ditemukan di peternakan ikan. Dalam ekosistem semacam ini, seringkali terjadi akumulasi hidrogen sulfida, sebuah senyawa beracun.
Model yang dikembangkan oleh para peneliti menunjukkan bahwa dengan menambahkan besi ke dalam lingkungan tersebut, kita dapat memicu reaksi kimia yang menghasilkan peningkatan alkalinitas.
Peningkatan alkalinitas ini, pada gilirannya, akan meningkatkan kapasitas air untuk menyerap setidaknya 100 juta metrik ton CO2 setiap tahunnya.
Baca Juga: Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
KOMENTAR