Sebelum giat, kami melakukan pengarahan kecil di posko penyelaman. Saya menyaksikan dua foto yang dicetak besar di dinding. Foto sisi kiri, sebuah kapal dengan nomor lambung 408 yang banyak dimuat di buku-buku sejarah. Foto sisi kanan, foto kapal dengan ukuran serupa, dilengkapi tulisan GM pada sisi lambungnya. Dalam misi penyelaman ini kami harus menentukan foto sesungguhnya yang merujuk KRI Gadjah Mada berdasarkan bentuk reruntuhan kapal.
Dermaga, tepat pukul sepuluh. Kapal Patroli Keamanan Laut Gebang membawa kami menuju lautan diikuti satu perahu karet yang dioperatori oleh Serka Wage. Setelah 30 menit, kami tiba di lokasi yang diduga sebagai tempat tenggelamnya Kapal RI Gadjah Mada. Hari ini kami hanya melakukan satu kali tahapan penyelaman. Tiga penyelam segera mempersiapkan diri untuk turun: Benny sebagai kameraman, Edwin dan Letkol. Ponco akan melakukan pengamatan bangkai kapal.
Benny membawa perlengkapan kamera aksi, kamera berpelindung untuk bawah air, dan dua unit lampu. Setelah semua alat terpasang, tim berpindah dari Gebang menuju perahu karet. Sebelumnya, Kolonel Juang memimpin berdoa. Kemudian Letkol Ponco, selaku Kepala Riset Lapangan di Dinas Sejarah Angkatan Laut, mengawali backroll untuk menyelam pada pukul 11.30 WIB.
Kapal RI Gadjah Mada merupakan kapal berjenis coaster berukuran kurang lebih 150 ton. Kapal ini diselundupkan dari Singapura oleh Letnan Dua Gurukusuma dan tiba di ALRI Pangkalan III Cirebon pada Oktober 1946. Kapal coaster pada dasarnya adalah kapal dagang, namun segera dimodifikasi menjadi kapal perang sederhana begitu tiba di Cirebon. Mereka melengkapinya dengan senapan mesin, dan menjadi flagship atau kapal utama Pangkalan III Cirebon.
Ketika terjadi perundingan Linggarjati antara 11 sampai 15 November 1946, delegasi Belanda menggunakan kapal Hr.Ms. Banckert, namun tidak bisa merapat ke daratan. Akibatnya, armada kapal ALRI Cirebon melakukan pengawalan dan penjemputan. Kapal Gadjah Mada menjemput delegasi Belanda itu sampai ke dermaga.
Pada 4 Januari 1947, gelaran latihan perang bersama antara Angkatan Laut Cirebon bersama dengan Angkatan Darat di Pantai Cirebon. Selain kapal Gadjah Mada, terlibat juga empat kapal patroli pantai yang berbobot antara 60 hingga 80 ton. Pukul enam sore, tiga kapal Belanda terpantau ALRI. Mereka diperintahkan untuk memantau gerak-gerik kapal musuh, dengan tetap mempertahankan posisinya di wilayah perairan teritorial Pangkalan Cirebon. Menjelang fajar, dua dari tiga kapal itu menghilang dari pandangan. Satu kapal yang membuang sauhnya itulah kapal Kortenaer.
Esoknya, pukul enam pagi rombongan kapal ALRI yang bergerak menuju arah utara menerima perintah dari Kortenaer untuk berhenti. Namun perintah ini diabaikan oleh kapal-kapal ALRI. Tiga belas menit kemudian, kapal Belanda itu pun memberikan tembakan peringatan.
Setelah komandan Gadjah Mada, Letnan Satu Samadikun, memberi perintah agar kapal lain kembali ke pangkalan, ia bergerak menghadapi kapal musuh. Dalam pertempuran laut yang tak seimbang ini Kortenaer berhasil menenggelamkan Gadjah Mada.
Menara pengawas yang berada di daratan menyaksikan peristiwa ini melalui teropong. Sebuah sekoci Palang Merah segera berangkat dari dermaga karena Kortenaer juga menurunkan sekoci menuju lokasi tenggelamnya Gadjah Mada. Sekoci musuh itu tampak memunguti awak yang terapung-apung.
Baca Juga: Bagaimana Rasanya Hidup di Kapal Perang Kekaisaran Romawi Kuno?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR