Nationalgeographic.co.id—Havelock Ellis, seorang dokter Inggris yang visioner, pernah menulis dalam bukunya "The Dance of Life" pada tahun 1923, "Matahari, bulan, dan bintang-bintang mungkin telah lama menghilang jika mereka berada dalam jangkauan tangan manusia yang serakah."
Pernyataan ini, yang pada masanya mungkin terdengar hiperbolik, kini terasa semakin relevan ketika kita menyaksikan dampak peradaban manusia terhadap lingkungan kosmik.
Kita telah mengubah Bumi, satu-satunya rumah yang kita kenal, menjadi sebuah planet yang sakit. Udara yang kita hirup penuh dengan polutan, air yang kita minum tercemar, dan tanah yang kita garap telah kehilangan kesuburan alaminya akibat eksploitasi berlebihan.
Akibatnya, kita telah memasuki era geologi baru, yang dikenal sebagai Antropocen, sebuah era di mana aktivitas manusia menjadi kekuatan dominan yang membentuk planet Bumi.
Ironisnya, sementara kita telah berhasil menjangkau benda-benda langit lain seperti Bulan dan Mars, kita juga telah membawa serta kebiasaan buruk kita untuk mencemari.
Perjalanan eksplorasi ruang angkasa yang dimulai sejak pertengahan abad ke-20 telah meninggalkan jejak sampah yang mengkhawatirkan di kedua benda langit tersebut. Sejak pendarat Luna 2 milik Soviet pertama kali mendarat di Bulan pada 13 September 1959, lebih dari 200.000 kilogram sampah telah menumpuk di permukaan Bulan.
Sampah-sampah ini, seperti dilansir laman The Daily Star, terdiri dari berbagai macam benda, mulai dari kendaraan bulan yang ditinggalkan oleh misi Apollo, pesawat ruang angkasa tanpa awak yang jatuh, hingga peralatan pribadi para astronot.
Mars, planet merah yang selama berabad-abad menjadi objek fascinasi bagi para ilmuwan dan penulis fiksi ilmiah, juga tidak luput dari pencemaran akibat aktivitas manusia.
Sejak misi eksplorasi robotik pertama dimulai sekitar 50 tahun lalu, hampir 7.000 kilogram sampah telah tertinggal di permukaan Mars. Sampah-sampah ini terdiri dari berbagai komponen pesawat ruang angkasa yang rusak, parasut, dan peralatan lainnya.
Jutaan potongan sampah antariksa
Kita nyaris menyentuh Matahari, sang bintang raksasa yang jaraknya mencapai 93 juta mil dari Bumi. Pesawat luar angkasa kita bahkan melintas hanya 3,8 juta mil di atas permukaannya yang terik. Sungguh sebuah pencapaian luar biasa!
Baca Juga: Sindrom Kessler, Bencana Luar Angkasa yang Sudah Mulai Berlangsung
Mengingat Gaydar, Studi Kontroversial yang Mampu Deteksi Orientasi Seksual Lewat AI
KOMENTAR