Ketiganya kemudian dilakukan identifikasi oleh arkeologi dan akan dianalisis ke dalam bentuk ruang dan waktu, sehingga dapat dilihat informasi detailnya mengenai apa dan bagaimana bahannya.
Tak hanya itu, Erlin juga menjelaskan bahwa kronologi waktu suatu budaya dalam arkeologi terlihat pada beberapa dimensi.
“Dalam dunia arkeologi akan membahas tiga dimensi yaitu dimensi ruang, dimensi bentuk, dan dimensi waktu. Hal itu kita lihat untuk data arkeologi seperti apa,” jelasnya.
Perbedaan wilayah Papua pun mempengaruhi perbedaan fungsi penggunaan suatu barang. Misalnya alat kerang, umumnya digunakan untuk alat pemberat jaring Namun pada wilayah pegunungan, mereka menggunakannya sebagai mata uang juga mas kawin pernikahan.
“Kebudayaan Papua dilatarbelakangi pada tiga faktor utama, di antarnya manusia pendukung, lingkungan alam, dan sejarah,” papar Erlin.
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi kehidupan saat ini dan kehidupan di masa depan.
Hal ini pun terlihat pada perkembangan fesyen sebagai kebutuhan pakaian, budaya turun-temurun Papua yang memiliki keberlanjutan hingga saat ini, di antaranya adalah koteka.
Pada beberapa wilayah papua, koteka masih digunakan dan menjadi salah satu bentuk perkembangan dari teknologi di bidang busana, dan berhasil bertahan hingga sekarang.
Kepala Biro Komunikasi Umum, Publik, dan Kesekretariatan BRIN, Yudho Baskoro, menambahkan bahwa benda-benda sejarah adalah budaya yang bercerita.
“Saat dipelajari, benda itu menjadi bercerita, artefak itu saat dipelajari akan mulai bercerita, dan berceritanya itu adalah dengan ilmu,” ujarnya.
Yudho juga berharap para siswa bisa mulai membayangkan dan mengilustrasikan bagaimana kondisi lingkungan Papua dan sejarah nenek moyang.
“Artinya, para siswa harus rajin belajar dan memiliki minat tinggi untuk membaca, serta tidak berhenti untuk bertanya,” pungkasnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR