“Jadi masing-masing unit rumah dan perumahannya itu harus didesain sehingga energinya bisa efisien atau rendah ya. Kemudian kalau bisa sampahnya yang terolah semakin banyak, sehingga emisinya semakin sedikit,” urai Mahawan. “Misalkan begini, ini didesain perumahan ini bisa menggunakan biogas secara komunal yang diperoleh dari pengolahan sampah. Jadi penghuni rumah-rumahnya enggak perlu beli gas melon. Nah berarti kan rendah emisi. Nah itu kan infrastruktur perumahan yang perlu bikin, tidak bisa dilakukan secara individu. Individu kan hanya bisa berhemat, misalkan kalau masak digabung-gabung sehingga bisa hemat gas.”
Aspek efisiensi penggunaan energi dan pengolahan sampah ini sebenarnya juga telah menjadi pertimbangan BTN dalam program KPR rumah rendah emisi. Bank spesialis penyalur kredit ke perumahan itu telah menggerakkan para pengembang kategori rumah rendah emisi untuk memastikan beberapa standar. Mulai dari efisiensi pemakaian energi dan air, pengelolaan sampah, hingga pengurangan polusi.
Untuk efisiensi energi, misalnya, rumah tersebut diwajibkan memiliki banyak ventilasi, plafon tinggi, hingga rasio jendela terhadap tembok mencapai 15%-30%. Adapun efisiensi air dilakukan melalui penggunaan keran debit kecil, pengolahan sanitasi yang baik, memiliki sumur resapan, hingga penggunaan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Untuk aspek pengolahan sampah, rumah rendah emisi diwajibkan memiliki bak sampah pilah. Sementara untuk menekan polusi, pengembang diminta menanam satu tanaman penyerap emisi karbon untuk setiap pembangunan satu unit rumah.
Mahawan menegaskan pentingnya bagi pengembang atau pengelola perumahan untuk memastikan sampah dari klaster rumah rendah emisi terolah sebanyak mungkin. “Kalau sampahnya sekarang seperti yang business as usual, sampahnya itu di depan rumah, ada boks sampah, terus nanti diangkut, nah berarti reduksi emisi dari sampahnya di mana?” tanya Mahawan retoris.
“Jadi sebaiknya ada pengolahan sampah komunal, ada energi ramah lingkungan komunal. Nah, itu kriteria utama [rumah rendah emisi] kalau menurut saya, karena sumber emisi yang utama dari perumahan adalah energi dan sampah, sehingga desain perumahan rendah emisi adalah rendah emisi di energi dan juga rendah emisi di sampah.“
Ketua Umum International Society of Sustainability Professionals Indonesia, Satrio Dwi Prakoso, juga mengapresiasi sekaligus memberi masukan untuk program rumah rendah emisi ini. Menurutnya, tanpa ada dukungan pihak dari sektor keuangan seperti BTN, pembangunan ekosistem rumah rendah emisi ini bakal terhambat. “Karena tidak ada uangnya,” kata Satrio. “Jadi sangat penting dukungan baik dari pemerintah maupun dari bank sehingga developer bisa membangun rumah-rumah ini.”
Satrio menegaskan bahwa rumah rendah emisi haruslah layak dan nyaman. Meskipun sebagian materialnya berasal dari olahan sampah plastik, misalnya, rumah itu haruslah dipastikan layak sesuai standar bangunan. Selain itu, kenyamanan tinggal penghuninya harus diperhatikan karena itu akan memengaruhi kualitas hidup mereka. “Baik kenyamanan termal, kenyamanan cahaya, maupun udara bersih. Namanya indoor health comfort,” ujar Satrio.
Senada dengan Satrio, Mahawan juga menegaskan, “Konsepnya rumah rendah emisi ini kan rumah ini adalah layak, sehat, dan ramah lingkungan. Yang perlu dipromosikan tiga hal itu. Jadi orang tinggal di sana itu berarti lebih layak, kemudian lebih sehat tinggal di perumahan itu, dan lebih ramah lingkungan.” Secara ekonomi, biaya hidup di rumah rendah emisi seharusnya juga lebih murah karena penghunginya lebih sehat, rumahnya lebih hemat menggunakan energi, dan lingkungannya punya ruang terbuka hijau yang cukup. “Ini bisa dibuat promosi gaya hidup hijau yang membuat orang bangga tinggal di situ.”
Ada banyak masukan untuk program rumah rendah emisi yang dibiayai oleh BTN. Aji sebagai pembeli rumah, misalnya, berharap bunga cicilan bulanan KPR rumah ini bisa dibuat lebih rendah lagi. Selain itu, ia juga sepakat pada Mahawan soal pengolahan sampah di klaster rumahnya. Menurutnya, sampah di rumahnya sempat telat diangkut sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Jadi, menurutnya, pengelola perumahan memang perlu membuat sistem pengolahan sampah yang lebih baik lagi.
Selain mendapat apresiasi sekaligus masukan untuk pengembangan ke depan yang lebih baik, program KPR rumah rendah emisi oleh BTN juga mendapat penghargaan. Pada November 2024 BTN meraih penghargaan sebagai Mortgage Product of the Year-ESG dan Highly Acclaimed for Best ESG Initiative dalam ajang The Global Retail Banking Innovation Award 2024 yang digelar The Digital Banker di Singapura.
Dua penghargaan internasional itu diraih BTN atas komitmen dan inovasinya dalam membiayai rumah rendah emisi di Indonesia dan berbagai inisiatif lain yang sejalan dengan prinsip Environmenal, Social, and Governance (ESG), yakni prinsip yang memperhatikan dampak perusahaan terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola demi kehidupan yang berkelanjutan (sustainability).
Nixon sekalu pemimpin BTN mengatakan kedua penghargaan tersebut merupakan pengakuan atas seluruh upaya BTN sebagai bank yang konsisten menerapkan prinsip-prinsip ESG dalam seluruh aktivitas bisnisnya. Dia menegaskan BTN akan terus berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip ESG dan menuangkannya dalam strategi jangka panjang BTN melalui ESG Roadmap 2023-2028 yang telah dirancang BTN dalam rangka menjadi ESG Champion di industri perbankan Indonesia.
Selain menjadi langkah konkret BTN untuk turut serta dalam memitigasi perubahan iklim, program KPR rumah rendah emisi juga menjawab kebutuhan masyarakat akan hunian yang nyaman dan ramah lingkungan. Di samping itu, program ini juga menjadi pendorong terbentuknya ekosistem perumahan nasional yang berkelanjutan.
Mahawan menilai, pembangunan rumah rendah emisi ini merupakan cara BTN untuk membangun ekonomi hijau lewat pendanaan hijau di bidang perumahan. “BTN itu kan banyak nasabahnya atau kliennya, antara lain individu pembeli rumah maupun developer,” ujar Mahawan, “sehingga mereka berinteraksi dengan para nasabah [untuk membangun ekonomi hijau] itu antara lain adalah dengan membangun perumahan rendah emisi.” []
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR