Nationalgeographic.co.id—Embusan angin segar yang membelai kulit, udara bersih yang menyejukkan rongga hidung, dan pemandangan hijau yang memanjakan mata. Itulah hal-hal yang bisa Aji Pambudi (33) syukuri setiap harinya.
Di sebuah rumah dalam suatu klaster di pinggiran Jakarta, Aji tinggal bersama seorang istri, dua anak, dan seorang asisten rumah tangga. Tawa canda anak-anak rutin meramaikan hari-hari dalam rumah itu. Ketika keriangan anak-anak mereda dan keceriaan mereka beralih senyap, bunyi dersik angin yang menggesek daun dan alang-alang menjadi irama pengganti yang siap mengalun ke indra pendengar para penghuni rumah.
Rumah Aji itu disebut-sebut sebagai salah satu rumah rendah emisi. Lokasi klaster rumah itu berada di wilayah Babelan, Bekasi. Rumah Aji dan rumah-rumah lain dalam klaster yang sama menjadi pilot project program kredit pemilikan rumah (KPR) rumah rendah emisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN).
Ketika memutuskan untuk membeli rumah itu, Aji mengaku tidak tahu bahwa itu adalah rumah rendah emisi. Yang terutama ia pikirkan dan pertimbangkan waktu itu adalah kenyamanan dirinya dan keluarganya saat menghuni rumah tersebut. Ia sejujurnya belum terpikir soal upaya pengurangan emisi karbon.
Sebelumnya, Aji dan keluarga tinggal di sebuah rumah di suatu kawasan perumahan di Tarumajaya, Bekasi. Namun, Aji mengaku, rumahnya di Tarumajaya kurang nyaman. Udaranya panas dan lingkungannya gersang. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mencari opsi hunian yang lebih nyaman.
Saat mendapat tawaran KPR rumah baru itu pada awal 2024, Aji menerima penjelasan dari agen properti terkait bahwa ia akan mendapatkan potongan cicilan dan rumah itu akan dibangun di kawasan perumahan hijau yang asri berkat banyaknya pohon alami yang berdiri di kawasan permukiman tersebut. “Lingkungan adem. Ada South Lake,” tutur Aji pada awal Februari 2025, menceritakan kembali keunggulan rumah yang dijanjikan si agen. Adapun South Lake yang dimaksud Aji adalah sebuah danau besar di kawasan perumahan tersebut yang kini berfungsi sebagai tempat wisata alam.
Tawaran itu menggiurkan. Maka Aji kemudian bertolak ke kantor cabang BTN di Kelapa Gading untuk berkonsultasi dan mengajukan permohonan KPR rumah tersebut. Proses konsultasi, pengumpulan berkas dan pengecekannya berlangsung cukup cepat. “Dari Mei, terus Juni [sudah akad],” kata Aji. Proses pengurusannya juga relatif mudah, menurut Aji.
Beberapa bulan kemudian, rumah yang Aji beli lewat program KPR BTN itu rampung dibangun. “saya mulai tinggal di situ Oktober 2024,” ucapnya.
Kondisi rumah itu memang terbukti adem dan sejuk. Rumah tersebut punya setidaknya enam jendela berukuran besar, selain bukaan lain berupa pintu dan celah bangunan sebagai desain bawaan. Plafonnya tinggi, mencapai lima meter. Ada banyak pohon di sekelilingnya. Di rumah barunya ini Aji lebih jarang memakai mesin penyejuk udara atau air conditioner (AC).
“Saya lebih banyak pakai AC saat di rumah lama karena saya bilang tadi pengembangnya tidak mengutamakan pohon-pohon alam jadi akhirnya gersang,” tutur pria yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai swasta itu.
Desain rumah dengan plafon (ceiling) yang tinggi dan banyak ventilasi serta memiliki ruang terbuka hijau di sekitarnya ini memang merupakan kriteria dalam konsep rumah rendah emisi. Tujuannya agar sirkulasi udara segar dan cahaya alami dari luar ke dalam rumah bisa mengalir dengan baik. Harapannya, penggunaan energi listrik untuk menyalakan lampu dan mesin penyejuk udara bisa diminimalisir sehingga bisa mengurangi emisi karbon. Secara ekonomi, penghematan ini juga bisa menurunkan biaya tagihan listrik rumah.
Pada akhir Agustus 2024, area klaster rumah yang kini ditempati Aji itu menjadi tempat penanaman pohon dalam rangka acara Peresmian Pilot Project Rumah Rendah Emisi oleh BTN. Acara penanaman pohon tersebut diikuti oleh Ketua Satgas Perumahan, Hashim S. Djojohadikusumo; Menteri BUMN, Erick Thohir; serta Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu. Mereka juga menandatangani Prasasti Peresmian Rumah Rendah Emisi yang dibangun di sana.
Terkait rumah rendah emisi ini, Nixon mengungkapkan bahwa BTN berkomitmen mendukung pembiayaan 150.000 unit selama lima tahun. Dia menjelaskan BTN berinisiatif memacu ketersediaan rumah rendah emisi karena bangunan rumah dan aktivitas di dalamnya menjadi salah satu penghasil emisi karbon terbesar.
Apa yang dikatakan Nixon memang benar. Menurut laporan dari World Building Green Council, sektor bangunan bertanggung jawab atas 39% emisi karbon global yang berkaitan dengan energi. Rinciannya, 28% dari emisi operasional bangunan, mulai dari energi yang dibutuhkan untuk memanaskan, mendinginkan, dan memberi daya pada bangunan. Sisanya 11% dari material dan konstruksi bangunan.
“Secara bertahap, akan ada 150.000 rumah dengan 30% porsi penggunaan material eco-friendly hingga 2029,” kata Nixon. Jadi, selama lima tahun di era pemerintahan Presiden Prabowo (2024-2029), BTN berkomitmen untuk membiayai pembangunan ratusan ribu rumah rendah emisi yang menggunakan material ramah lingkungan. Dalam pilot project di Bekasi ini, misalnya, floor decking-nya diatur agar mengandung 3,6 kilogram sampah plastik. Selain itu, proyek ini juga memakai 2 kilogram sampah plastik untuk setiap 1 meter persegi paving block.
Nixon berharap, dengan target bertahap hingga 2029 tersebut, program KPR rumah rendah emisi ini akan berkontribusi pada pengurangan lebih dari 1,7 juta kilogram sampah plastik serta penguranan emisi karbon sebesar 2,42 ton CO2. Menurutnya, dampak tersebut setara dengan penanaman 110.000 pohon dan 323 hektare penyerapan emisi.
Sementara itu, Hashim menyatakan mendukung penuh inisiatif BTN dalam mendorong pembangunan rumah rendah emisi. Menurutnya, gerakan tersebut sejalan dengan program 3 juta rumah per tahun yang diusung pemerintahan Prabowo. Dia juga mengatakan bahwa pembangunan rumah rendah emisi akan meningkatkan pasokan rumah layak huni dan berkualitas, sekaligus menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Program ini akan menghadirkan perumahan yang lebih ramah bagi bumi kita.
“Inisiatif ini juga akan mendorong green economy menjadi lebih terjangkau, karena permintaan terhadap komponen-komponen ramah lingkungan akan meningkat,” tutur Hashim. Green economy atau ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berkeadilan sosial. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, mengurangi risiko lingkungan, dan mengatasi perubahan iklim.
Mahawan Karuniasa, pengamat lingkungan sekaligus dosen pascasarjana di Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI), mengapresiasi inisiatif BTN dalam menjalankan program KPR rumah rendah emisi. “Saya kira ini perlu diapresiasi ya karena semua sektor itu memang perlu bergerak mengurasi emisi karbon, termasuk perbankan melalui masing-masing karakter ceruk pasarnya, termasuk juga di sektor perumahan oleh BTN,” ujar Mahawan.
Meski begitu, Mahawan juga memberi catatan supaya BTN “menghindari greenwashing dan proporsional pada saat menyampaikan” realisasi program rumah rendah emisi tersebut. Akademisi yang juga menjabat sebagai direktur Environment Institute itu juga memberi catatan agar rumah rendah emisi tersebut tak hanya berorientasi pada penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan. “Rumah itu tidak terbatas pada rumah itu terbangun lalu selesai, tetapi justru sumber emisinya yang besar terjadi pada saat rumah itu dipakai,” tegasnya.
Oleh karena itu, Mahawan menggarisbawahi dua aspek penting yang menurutnya merupakan dua sumber emisi utama dari rumah ketika rumah itu sudah selesai dibangun, yakni penggunaan energi dan pengolahan sampah. Untuk mengurangi emisi dari dua sumber tersebut, Mahawan menegaskan bahwa konsep rumah rumah rendah emisi haruslah didesain dari segi unit rumahnya maupun lanskap perumahannya.
“Jadi masing-masing unit rumah dan perumahannya itu harus didesain sehingga energinya bisa efisien atau rendah ya. Kemudian kalau bisa sampahnya yang terolah semakin banyak, sehingga emisinya semakin sedikit,” urai Mahawan. “Misalkan begini, ini didesain perumahan ini bisa menggunakan biogas secara komunal yang diperoleh dari pengolahan sampah. Jadi penghuni rumah-rumahnya enggak perlu beli gas melon. Nah berarti kan rendah emisi. Nah itu kan infrastruktur perumahan yang perlu bikin, tidak bisa dilakukan secara individu. Individu kan hanya bisa berhemat, misalkan kalau masak digabung-gabung sehingga bisa hemat gas.”
Aspek efisiensi penggunaan energi dan pengolahan sampah ini sebenarnya juga telah menjadi pertimbangan BTN dalam program KPR rumah rendah emisi. Bank spesialis penyalur kredit ke perumahan itu telah menggerakkan para pengembang kategori rumah rendah emisi untuk memastikan beberapa standar. Mulai dari efisiensi pemakaian energi dan air, pengelolaan sampah, hingga pengurangan polusi.
Untuk efisiensi energi, misalnya, rumah tersebut diwajibkan memiliki banyak ventilasi, plafon tinggi, hingga rasio jendela terhadap tembok mencapai 15%-30%. Adapun efisiensi air dilakukan melalui penggunaan keran debit kecil, pengolahan sanitasi yang baik, memiliki sumur resapan, hingga penggunaan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Untuk aspek pengolahan sampah, rumah rendah emisi diwajibkan memiliki bak sampah pilah. Sementara untuk menekan polusi, pengembang diminta menanam satu tanaman penyerap emisi karbon untuk setiap pembangunan satu unit rumah.
Mahawan menegaskan pentingnya bagi pengembang atau pengelola perumahan untuk memastikan sampah dari klaster rumah rendah emisi terolah sebanyak mungkin. “Kalau sampahnya sekarang seperti yang business as usual, sampahnya itu di depan rumah, ada boks sampah, terus nanti diangkut, nah berarti reduksi emisi dari sampahnya di mana?” tanya Mahawan retoris.
“Jadi sebaiknya ada pengolahan sampah komunal, ada energi ramah lingkungan komunal. Nah, itu kriteria utama [rumah rendah emisi] kalau menurut saya, karena sumber emisi yang utama dari perumahan adalah energi dan sampah, sehingga desain perumahan rendah emisi adalah rendah emisi di energi dan juga rendah emisi di sampah.“
Ketua Umum International Society of Sustainability Professionals Indonesia, Satrio Dwi Prakoso, juga mengapresiasi sekaligus memberi masukan untuk program rumah rendah emisi ini. Menurutnya, tanpa ada dukungan pihak dari sektor keuangan seperti BTN, pembangunan ekosistem rumah rendah emisi ini bakal terhambat. “Karena tidak ada uangnya,” kata Satrio. “Jadi sangat penting dukungan baik dari pemerintah maupun dari bank sehingga developer bisa membangun rumah-rumah ini.”
Satrio menegaskan bahwa rumah rendah emisi haruslah layak dan nyaman. Meskipun sebagian materialnya berasal dari olahan sampah plastik, misalnya, rumah itu haruslah dipastikan layak sesuai standar bangunan. Selain itu, kenyamanan tinggal penghuninya harus diperhatikan karena itu akan memengaruhi kualitas hidup mereka. “Baik kenyamanan termal, kenyamanan cahaya, maupun udara bersih. Namanya indoor health comfort,” ujar Satrio.
Senada dengan Satrio, Mahawan juga menegaskan, “Konsepnya rumah rendah emisi ini kan rumah ini adalah layak, sehat, dan ramah lingkungan. Yang perlu dipromosikan tiga hal itu. Jadi orang tinggal di sana itu berarti lebih layak, kemudian lebih sehat tinggal di perumahan itu, dan lebih ramah lingkungan.” Secara ekonomi, biaya hidup di rumah rendah emisi seharusnya juga lebih murah karena penghunginya lebih sehat, rumahnya lebih hemat menggunakan energi, dan lingkungannya punya ruang terbuka hijau yang cukup. “Ini bisa dibuat promosi gaya hidup hijau yang membuat orang bangga tinggal di situ.”
Ada banyak masukan untuk program rumah rendah emisi yang dibiayai oleh BTN. Aji sebagai pembeli rumah, misalnya, berharap bunga cicilan bulanan KPR rumah ini bisa dibuat lebih rendah lagi. Selain itu, ia juga sepakat pada Mahawan soal pengolahan sampah di klaster rumahnya. Menurutnya, sampah di rumahnya sempat telat diangkut sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Jadi, menurutnya, pengelola perumahan memang perlu membuat sistem pengolahan sampah yang lebih baik lagi.
Selain mendapat apresiasi sekaligus masukan untuk pengembangan ke depan yang lebih baik, program KPR rumah rendah emisi oleh BTN juga mendapat penghargaan. Pada November 2024 BTN meraih penghargaan sebagai Mortgage Product of the Year-ESG dan Highly Acclaimed for Best ESG Initiative dalam ajang The Global Retail Banking Innovation Award 2024 yang digelar The Digital Banker di Singapura.
Dua penghargaan internasional itu diraih BTN atas komitmen dan inovasinya dalam membiayai rumah rendah emisi di Indonesia dan berbagai inisiatif lain yang sejalan dengan prinsip Environmenal, Social, and Governance (ESG), yakni prinsip yang memperhatikan dampak perusahaan terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola demi kehidupan yang berkelanjutan (sustainability).
Nixon sekalu pemimpin BTN mengatakan kedua penghargaan tersebut merupakan pengakuan atas seluruh upaya BTN sebagai bank yang konsisten menerapkan prinsip-prinsip ESG dalam seluruh aktivitas bisnisnya. Dia menegaskan BTN akan terus berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip ESG dan menuangkannya dalam strategi jangka panjang BTN melalui ESG Roadmap 2023-2028 yang telah dirancang BTN dalam rangka menjadi ESG Champion di industri perbankan Indonesia.
Selain menjadi langkah konkret BTN untuk turut serta dalam memitigasi perubahan iklim, program KPR rumah rendah emisi juga menjawab kebutuhan masyarakat akan hunian yang nyaman dan ramah lingkungan. Di samping itu, program ini juga menjadi pendorong terbentuknya ekosistem perumahan nasional yang berkelanjutan.
Mahawan menilai, pembangunan rumah rendah emisi ini merupakan cara BTN untuk membangun ekonomi hijau lewat pendanaan hijau di bidang perumahan. “BTN itu kan banyak nasabahnya atau kliennya, antara lain individu pembeli rumah maupun developer,” ujar Mahawan, “sehingga mereka berinteraksi dengan para nasabah [untuk membangun ekonomi hijau] itu antara lain adalah dengan membangun perumahan rendah emisi.” []
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR