Laju waktu menggelinding deras. Pieterszoon Coen kembali ke Asia pada tahun 1614. Karier Coen terus menanjak. Ia dipromosikan untuk menjadi anggota Dewan Hindia sekaligus direktur jenderal semua kantor VOC di Asia.
Hal ini menjadikan Coen sebagai orang VOC yang paling berkuasa di Hindia Belanda, setelah Gubernur Jenderal.
Hal paling gila yang dipikirkan oleh Coen setelah kematian pemimpinnya dulu, Verhoeff adalah dengan mengosongkan Banda. Jan Pieterszoon Coen berpikir bahwa tidak ada salahnya jika ia harus membangun kembali Banda yang telah kosong.
Untuk kali keduanya, Coen menginjakkan kakinya di Banda. Namun, orang-orang Banda tak semudah yang dibayangkan untuk dapat tunduk di bawah bendera VOC dengan sejumlah kerja sama dan monopolinya.
Salah satu pulau di Banda, Pulau Ai adalah yang paling keras menentang VOC. Mereka tak menggubris kontrak kerja sama dengan VOC dan terus asik berdagang dengan Inggris. Hal inilah yang mendorong Coen mengutus prajuritnya untuk menyerang orang-orang Ai.
Pada tahun 1615, pada serangan pertama, Coen mengerahkan beberapa pasukannya. Tapi, serangan ini berhasil dipukul mundur. Setahun kemudian, pada tahun 1616, VOC kembali lagi ke Pulau Ai dengan kondisi berbeda.
Mereka mengerahkan kekuatan militer yang sangat besar dengan tujuan yang paling kejam: mengosongkan Ai. Coen bertekad untuk mengusir atau jika tetap sulit, akan membunuh semua penduduk Banda.
Sekitar 400 orang Ai dikabarkan tewas dalam serangan kedua itu. Kebanyakan mereka dibunuh, dan sisanya mati tenggelam setelah berusaha melarikan diri dari serangan tentara VOC yang amat keji membabi buta.
Setelah genosida itu, Pulau Ai sepenuhnya diduduki oleh VOC dan orang-orang yang bekerja untuknya.
Gayung bersambut, Pieterszoon Coen menerima jabatan tertinggi untuk memimpin Hindia Belanda sebagai seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Peristiwa terbesar sebelum dilantiknya sebagai Gubernur Jenderal adalah dengan menumpas serangan Mataram saat berupaya menguasai Jayakarta. Kemenangan VOC atas Mataram itu mendorong pengubahan nama Jayakarta menjadi Batavia.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR