Nationalgeographic.co.id—Suku Sentinel telah hidup dalam isolasi yang jauh dari dunia luar selama puluhan ribu tahun. Siapa pun yang berusaha mendekati suku tersebut, bisa dipastikan nyawanya terancam karena penduduknya selalu menunjukkan permusuhan dengan orang asing.
Tahun 2018 lalu, seorang misionaris Amerika John Allen Chau berusia 26 tahun yang mencoba menjalin kontak dengan suku Sentinel dibunuh oleh orang-orang dari suku tersebut.
Reaksi permusuhan dari penduduk Sentinel terhadap orang asing yang mendekat ini mungkin bermula dari perbuatan seorang pria yang dia lakukan pada suku tersebut lebih dari 100 tahun yang lalu.
Melansir News.com.au, antara tahun 1879 dan 1901, seorang pria asal Kanada berlayar mengelilingi dunia dalam upaya untuk menenangkan penduduk pulau Andaman (termasuk suku Sentinel) atas perintah Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
Hal ini berujung menjadi obsesi aneh bagi Maurice Vidal Portman, seorang perwira angkatan laut, dan anak buahnya. Upaya mereka untuk “menjinakkan” suku-suku tersebut berubah menjadi serangkaian penculikan, kematian, hingga penyakit.
Dalam salah satu bukunya A History Of Our Relations With The Andamanese Vol.2, Portman menggambarkan bagaimana dia dan anak buahnya secara tidak sengaja menemukan penduduk Pulau Sentinel Utara lebih dari satu abad yang lalu.
Dia menceritakan saat pertama kali salah seorang temannya, Homfrey, melihat suku Sentinel di pulau terpencil tempat tinggal mereka.
Portman menulis bahwa temannya tidak mendarat, tetapi dia melihat sepuluh pria telanjang dan berambut panjang di pantai dan mereka sedang menembak ikan dengan busur dan anak panah.
Penduduk pulau Andaman lainnya dari pulau terdekat mengatakan tetangga mereka “tidak ramah” terhadap mereka karena konflik antar pulau beberapa tahun lalu.
Portman melakukan pengamatan dan menemukan fakta bahwa Suku Sentinel berbeda dari kebudayaan pulau terdekatnya, dalam hal senjata dan dialek. Hal ini kemudian memicu obsesi gelap Portman terhadap suku tersebut.
“Ada sebuah suku di Pulau Senital Utara, yang sangat sedikit diketahui tentangnya, meskipun diduga merupakan cabang baru dari masyarakat Andaman Kecil, jika memang semua komunikasi antara kedua pulau itu benar-benar telah terputus,” tulisnya di bagian akhir buku.
Baca Juga: Jeli Lihat Gerakan Tangan Anak Suku Sentinel, Nyawa Antropolog India Ini Selamat
Portman memutuskan untuk mengunjungi pulau itu pada bulan Januari 1880 bersama kelompok narapidana Inggris, India, dan Burma.
Perjalanan pertama mereka berjalan tanpa banyak masalah, tetapi kunjungan kedua beberapa hari kemudian, berubah menjadi bencana.
Portman dan anak buahnya akhirnya menakuti penduduk pulau itu, yang kemudian bereaksi dengan agresif untuk mengusir mereka.
“Ekspedisi ini tidak berhasil …” tulisnya. “Kita tidak dapat dikatakan telah melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar meningkatkan rasa takut dan permusuhan mereka terhadap semua pendatang.”
Hal ini terjadi karena Portman dan anak buahnya bertemu dengan sebuah keluarga di hutan lebat. Keluarga itu ketakutan dengan kemunculan tiba-tiba Portman dan anak buahnya. Seorang pria Sentinel kemudian menarik busurnya dan perkelahian massal pun terjadi.
“Kami menangkap tiga orang tanpa cedera dan membawa mereka ke kapal,” tulis Portman.
Kelompok yang diculik tersebut kemudian dibawa ke ibu kota Kepulauan Andaman Selatan, Port Blair, “demi kepentingan sains”.
“Mereka jatuh sakit dengan cepat, dan lelaki tua beserta istrinya meninggal, sehingga keempat anaknya dipulangkan kembali ke rumah mereka dengan membawa banyak hadiah,” tulis Portman.
Kemungkinan besar, seperti suku-suku terpencil lainnya dan penduduk asli yang dikunjungi penjajah, anak-anak yang dikembalikan ke rumah mereka tersebut akhirnya menyerah pada penyakit yang diberikan oleh para penculik mereka. Pengalaman gagal itu membuat Portman jera dan keadaan menjadi jauh lebih aneh.
Survival International, sebuah organisasi hak asasi manusia yang memperjuangkan hak-hak masyarakat suku asli, telah menyatakan bahwa dampak dari tindakan Portman mungkin telah mendorong permusuhan suku Sentinel terhadap orang luar hingga hari ini.
“Tidak diketahui berapa banyak suku Sentinel yang jatuh sakit akibat 'sains' ini, tetapi kemungkinan besar anak-anak itu akan menularkan penyakit mereka dan akibatnya akan sangat menghancurkan,” menurut situs webnya.
Baca Juga: Penelitian Ilmiah Menyingkap Asal-usul Attila sang Hun dan Sukunya
“Ini hanya dugaan belaka, tetapi mungkinkah pengalaman ini menjelaskan permusuhan dan penolakan terus-menerus suku Sentinel terhadap orang luar?”
Sejak Portman mendarat di pulau itu, kunjungan singkat telah dilakukan namun suku Sentinel tetap tidak tersentuh oleh peradaban modern.
Dimulai pada tahun 1960-an, para antropolog berhasil bertukar hadiah dan melakukan kunjungan lapangan tetapi menghentikan upaya mereka sekitar 25 tahun yang lalu karena menghadapi permusuhan baru.
Helikopter Penjaga Pantai India yang terbang di atas pulau itu setelah tsunami Asia 2004 diserang dengan panah.
Pihak berwenang kemudian menyatakan bahwa tidak akan ada upaya lebih lanjut untuk menghubungi suku Sentinel.
Mereka melakukan pemeriksaan berkala, meskipun dari jarak yang aman, untuk memastikan kesejahteraan suku tersebut. Pihak berwenang mengikuti kebijakan ketat "awasi, jangan sentuh".
Antropolog veteran TN Pandit yang mengunjungi Suku Sentinel Utara lebih dari 50 tahun lalu meyakini tidak perlu terburu-buru melakukan kontak dengan Suku Sentinel.
"Dari keempat komunitas suku Andaman, kami telah melihat bahwa mereka yang berhubungan dekat dengan dunia luar adalah yang paling menderita. Mereka mengalami kemunduran secara demografis dan budaya," katanya kepada majalah Down To Earth.
Pandit menambahkan bahwa suku Sentinel merupakan populasi yang sangat rentan dan akan punah jika terjadi epidemi.
Dia mengatakan, “Pemerintah seharusnya bertanggung jawab mengawasi mereka, dalam arti tidak ada orang yang tidak berwenang yang bisa mengakses dan memanfaatkan mereka. Kalau tidak, biarkan saja mereka.”
Suku Jarawa yang tinggal di dekat suku Sentinel adalah suku pertama di Kepulauan Andaman yang dihubungi oleh Inggris. Sensus tahun 2011 memperkirakan jumlah populasi mereka sekitar 400 jiwa.
Mereka sangat menentang kontak dengan orang luar sebelum membuka diri secara bertahap pada tahun 1970-an.
Baca Juga: Deforestasi Makan Korban: Dua Orang Tewas oleh Suku Terasing Hutan Amazon
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR