Nationalgeographic.co.id—Spesies tawon yang sebelumnya tidak dikenal telah ditemukan dalam amber Kachin berusia 99 juta tahun. Tawon purba ini memiliki ciri mencolok berupa bentuk perut yang menyerupai tanaman karnivora Venus flytrap. Penemuan ini mengejutkan para entomolog, karena belum pernah ada serangga lain yang diketahui memiliki anatomi serupa.
Secara kasat mata, bagian depan tawon ini tampak mirip dengan tawon modern, memperlihatkan struktur tubuh yang tidak asing bagi ilmuwan. Namun, yang membuatnya benar-benar unik adalah bagian belakang tubuhnya. Bentuk perut yang tidak biasa ini menampilkan ciri khas yang mencolok dan belum pernah ditemukan pada spesies hymenoptera lainnya.
Keunikan inilah yang membuat spesies tawon ini menonjol dari serangga sejenis. Struktur perutnya yang aneh bahkan dianggap cukup ekstrem untuk membuat sesama tawon pun seolah akan mengernyitkan alis jika bisa. Penemuan ini membuka kemungkinan baru dalam pemahaman tentang evolusi dan keberagaman serangga purba.
“Tidak ada serangga lain yang diketahui memiliki sesuatu yang serupa,” tulis para peneliti dalam studi mengenai fosil serangga ini, yang dipimpin oleh Qiong Wu dari Capital Normal University di Beijing, seperti dikutip dari laman Science Alert.
“Aparatus perut yang membulat, ditambah dengan rambut-rambut halus di sepanjang tepinya, mengingatkan pada Venus flytrap (Dionaea muscipula), tanaman karnivora yang menggunakan dua daun khusus yang saling berhadapan untuk menangkap serangga mangsa.”
Walaupun tawon ini kemungkinan tidak memangsa korbannya secara langsung, para ilmuwan meyakini bahwa larva-larvanya mungkin memakan inang mereka dari dalam tubuhnya.
Sebanyak enam belas tawon betina dewasa yang terawetkan dengan baik dalam amber berhasil ditemukan, memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasinya sebagai spesies dan keluarga baru yang diberi nama Sirenobethylus charybdis. Seluruh spesimen tersebut memiliki bentuk perut yang tidak lazim.
Dilapisi bulu-bulu halus, bagian bawah dari struktur berbentuk dayung ini tampak membeku dalam berbagai posisi pada sejumlah spesimen, seperti tayangan ulang bingkai demi bingkai, yang mengisyaratkan fungsinya sebagai alat penjepit menyerupai rahang.
Meskipun bentuk perutnya tidak lazim, mungkin saja bentuk ini digunakan untuk menangkap mangsa atau menahan pasangan kawin. Para peneliti lebih percaya bahwa tawon ini adalah parasit koinobiont—yaitu jenis parasit yang menyuntikkan telur ke dalam tubuh inang hidup, tempat telur itu berkembang hingga menetas.
Bilah-bilah di bagian belakang tawon ini mengelilingi ovipositor, yaitu saluran tempat telur disalurkan. Para peneliti menduga bahwa anatomi unik ini berfungsi untuk menjepit dan menahan inang sementara selama proses peletakan telur yang invasif berlangsung.
Baca Juga: Temuan Sains: Invasi Eropa, Keganasan Tawon Asia Ancam Keanekaragaman Hayati
Berbeda dengan banyak tawon koinobiont modern yang biasanya memilih inang lambat seperti ulat dan larva lalat, tawon purba ini kemungkinan bisa menargetkan inang yang lebih lincah berkat kemampuan menjepitnya. Tawon modern dari famili Dryinidae misalnya, mampu menahan mangsa seperti leafhopper, treehopper, dan planthopper dengan kaki depan mereka, bahkan aktif memburunya terlebih dahulu—sesuatu yang tampaknya tidak dimiliki oleh Sirenobethylus.
Sebagai gantinya, rambut-rambut pemicu pada penjepit bagian belakang tubuhnya mungkin memungkinkan strategi berbeda: menunggu diam-diam lalu menjepit mangsa seperti lalat atau hopper yang melintas terlalu dekat.
Menurut para peneliti, tawon ini mungkin akan menunggu dengan alat penjepitnya dalam posisi terbuka, siap menyergap saat inang potensial memicu respons penangkapan.
Namun, mereka mengakui bahwa teori ini sulit dibuktikan karena semua spesimen yang ditemukan sejauh ini adalah betina, sementara individu jantannya belum ditemukan. Jika alat penjepit tersebut memang hanya digunakan untuk bertelur, besar kemungkinan jantan dari spesies ini tidak memilikinya. Ketiadaan spesimen jantan juga membuat para peneliti belum dapat memastikan apakah alat tersebut mungkin juga memiliki peran dalam proses kawin.
Para peneliti juga menyatakan bahwa akan sangat tidak biasa jika dalam dunia serangga justru betinanya yang menahan jantan saat kawin, dan mereka menganggap fungsi tersebut sebagai kemungkinan yang tidak terlalu masuk akal.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR