Nationalgeographic.co.id—Ketika berita duka menyelimuti dunia dan mengabarkan wafatnya Paus Fransiskus, Senin (21/4/2025), milyaran mata akan berhenti sejenak untuk merefleksikan warisan luar biasa yang ditinggalkan oleh pemimpin spiritual ini.
Perjalanan beliau memimpin Gereja Katolik global telah diwarnai oleh momen-momen mengejutkan, penuh kerendahan hati, dan kadang, disisipi humor yang tak terduga.
Di antara banyak kisah yang akan terus diceritakan, ada satu kali di mana Paus dengan santai melabeli dirinya sendiri sebagai "dinosaurus", sebuah pengakuan yang kontras dengan citra modern yang kerap melekat padanya.
Mengejutkannya lagi, pernyataan itu bukanlah respons terhadap pertanyaan filosofis nan rumit, melainkan dipicu oleh sebuah pertanyaan yang begitu lugas, begitu sederhana, datang dari sudut yang paling tidak disangka-sangka.
Pertanyaan polos dari seorang anak inilah yang justru berhasil mengundang kejujuran Paus tentang posisinya di tengah hiruk pikuk kemajuan teknologi. Apa sebenarnya pertanyaan yang membuka "rahasia" tersebut, dan mengapa Paus merasa pantas menggunakan julukan makhluk purba itu untuk dirinya?
"Saya Dinosaurus"
Dalam sebuah momen yang penuh kehangatan dan kejujuran yang khas, Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik yang memiliki jangkauan global hingga jutaan pengikut di media sosial, secara jenaka mengakui keterbatasannya di hadapan kemajuan teknologi.
Sosok yang sebelumnya pernah menyebut Internet sebagai "anugerah dari Tuhan", seperti dilansir laman NBC News, ini tanpa ragu melabeli dirinya sendiri sebagai "dinosaurus" dalam hal penguasaan perangkat digital.
Pengakuan yang merendah ini disampaikannya pada hari Februari 2016, saat beliau berpartisipasi dalam sesi Google Hangout yang istimewa bersama sejumlah anak-anak berkebutuhan khusus dari berbagai penjuru dunia.
Dialog daring yang menyentuh hati ini merupakan inisiatif dari Scholas Occurrentes, sebuah lembaga pendidikan yang didirikan oleh Paus Fransiskus sendiri dengan misi mulia untuk membangun jembatan komunikasi dan persahabatan antar generasi dan budaya melalui pemanfaatan teknologi.
Dalam sesi interaktif tersebut, salah seorang peserta muda mengajukan pertanyaan sederhana namun menggugah kepada Bapa Suci: apakah beliau gemar mengambil foto dan kemudian mengunggahnya ke komputer.
Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat: Mengapa Paus Dimakamkan dalam Tiga Peti?
Menanggapi pertanyaan tersebut, Paus Fransiskus memberikan jawaban yang memancing senyum. "Mau kukatakan yang sebenarnya?" balas beliau sambil tersenyum dan mengeluarkan candaannya, sebagaimana tertulis jelas pada takarir percakapan yang berlangsung dalam bahasa Spanyol.
Dengan terus terang, beliau menambahkan, "Saya ini ketinggalan zaman soal komputer. Saya dinosaurus. Saya sama sekali tidak tahu cara mengoperasikan komputer. Sayang sekali, ya?" Pengakuan ini menunjukkan sisi pribadi Paus yang jujur dan tidak canggung mengakui kelemahannya, bahkan di hadapan audiens global.
Momen menarik lainnya terjadi ketika seorang remaja berusia 14 tahun dari Argentina dengan antusias menceritakan pengalamannya menggunakan tablet. Paus Fransiskus, yang dikenal karena gaya komunikasi yang blak-blakan dan spontan, langsung merespons dengan rasa ingin tahu yang tulus.
"Apakah sulit...? Saya tidak punya," tanya beliau, memperkuat citra dirinya sebagai seseorang yang tidak terbiasa dengan gawai modern yang sudah jamak digunakan banyak orang, bahkan oleh anak-anak muda.
Meskipun mengakui dirinya sebagai 'dinosaurus' dalam pengoperasian teknis, Paus Fransiskus bukanlah sosok yang anti-teknologi. Akun Twitter resmi beliau, @pontifex, adalah bukti nyata kehadirannya di dunia digital, yang kini diikuti oleh angka impresif mencapai 5,4 juta pengguna dari seluruh dunia.
Kehadiran ini menjadi saluran penting bagi Vatikan untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual dan sosial kepada audiens yang lebih luas.
Dalam berbagai kesempatan, Paus Fransiskus memang telah beberapa kali menyampaikan pandangan yang berimbang dan bernuansa mengenai dampak teknologi dalam kehidupan modern.
Setahun sebelum momen Google Hangout tersebut, misalnya, beliau pernah secara terbuka memuji keberadaan Internet dan potensinya untuk menghubungkan manusia. Namun, di sisi lain, beliau juga secara konsisten menyampaikan kekhawatiran terkait aspek negatif dari kemajuan teknologi, seperti sifat media sosial yang serba cepat, cenderung dangkal, dan terkadang impersonal.
Lebih lanjut, pada bulan Agustus di tahun yang sama, Paus Fransiskus pernah memberikan nasihat khusus kepada para misdinar, mengingatkan mereka akan pentingnya keseimbangan.
Beliau secara spesifik menyoroti risiko menghabiskan terlalu banyak waktu untuk "mengobrol di Internet atau dengan ponsel pintar, menonton sinetron TV, dan (menggunakan) produk kemajuan teknologi."
Menurut beliau, alat-alat tersebut, yang seharusnya mempermudah dan meningkatkan kualitas hidup, justru berpotensi mengalihkan perhatian dari hal-hal yang benar-benar esensial dan penting dalam kehidupan, terutama bagi pertumbuhan spiritual.
Pengakuan jenaka Paus sebagai 'dinosaurus' teknologi ini, pada akhirnya, justru semakin menyoroti kebijaksanaan dan perspektifnya yang mendalam mengenai bagaimana manusia modern seharusnya berinteraksi dengan dunia digital.
Baca Juga: Mengapa Pemakaman Paus Fransiskus Disebut Bakal Keluar dari Tradisi?
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR