Nationalgeographic.co.id—Dapatkah ekonomi berkembang pesat sambil menjaga kelestarian planet kita?
Konsep ekonomi hijau hadir sebagai jawabannya. Ekonomi hijau adalah kerangka kerja yang mendorong kemajuan ekonomi sekaligus meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Badan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) secara spesifik mendefinisikannya sebagai "peningkatan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial, seraya mengurangi secara signifikan risiko ekologis dan kelangkaan sumber daya."
Model ini ditandai dengan jejak karbon yang rendah, efisiensi penggunaan sumber daya, dan inklusivitas sosial.
Selama "satu dekade terakhir," banyak pemerintah mulai mengadopsi ekonomi hijau sebagai alternatif potensial bagi model ekonomi tradisional yang sering dikaitkan dengan ketidaksetaraan dan penipisan sumber daya alam.
Ekonomi hijau menggabungkan "tiga aspek penting": tujuan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ini diwujudkan melalui berbagai strategi seperti mendorong energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan praktik pengelolaan limbah yang inovatif.
Meskipun transisi ini memerlukan investasi awal yang tidak sedikit, seperti dilansir laman Earth.org, perlu diakui bahwa mempertahankan status quo justru "mungkin akan lebih mahal."
Praktik berkelanjutan menjanjikan manfaat ekonomi jangka panjang, termasuk "penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor baru" dan "pengurangan biaya perawatan kesehatan dari peningkatan kualitas udara."
Tantangan Ekonomi dan Pembiayaan Transisi Hijau
Pergeseran menuju ekonomi rendah karbon bukanlah tanpa hambatan. Salah satu tantangan utama adalah menyelaraskan kebijakan iklim dengan prioritas makroekonomi yang lebih luas, terutama terkait "lapangan kerja dan stabilitas ekonomi."
Baca Juga: Sustainability: Arkeolog Berhasil Ungkap Hubungan antara Kesenjangan dan Keberlanjutan
Teknologi seperti baterai kendaraan listrik dan digitalisasi manajemen energi memerlukan "investasi besar," dengan potensi efek samping seperti peningkatan konsumsi energi oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Transisi ini juga membawa "perubahan di pasar tenaga kerja," dengan kemungkinan "hilangnya pekerjaan jangka pendek di industri padat karbon" dan munculnya peluang di sektor hijau.
Selain itu, ekonomi hijau membutuhkan "investasi modal awal yang substansial" untuk infrastruktur dan teknologi, seringkali melampaui kapasitas finansial, khususnya bagi negara berkembang dengan "sumber daya keuangan yang terbatas" dan "tingkat utang yang tinggi."
Resistensi politik dari industri berbasis bahan bakar fosil juga menjadi faktor rumit.
Strategi Efektif dan Pembelajaran dari Keberhasilan Global
Meski tantangan implementasi ada, kemajuan di berbagai negara menunjukkan potensi efektivitas kebijakan hijau. Konsep seperti ekonomi sirkular menawarkan alternatif bagi produksi dan konsumsi tradisional dengan meminimalkan limbah melalui daur ulang, penggunaan kembali, dan perbaikan.
Mekanisme keuangan hijau seperti obligasi hijau dan dana investasi berkelanjutan menyalurkan modal ke proyek ramah lingkungan. Adopsi "sistem penetapan harga karbon" dan "implementasi kebijakan pengadaan berkelanjutan" memberikan insentif bagi praktik ramah lingkungan.
"Laporan Bank Dunia tahun 2024" menunjuk pada kebijakan sukses di berbagai negara, dari Mesir hingga Peru, menegaskan pentingnya menyelaraskan kebijakan nasional dengan tujuan global seperti "Perjanjian Paris 2015."
Studi kasus seperti "Energiewende Jerman," energi terbarukan Kosta Rika, dan adopsi kendaraan listrik Norwegia memberikan pelajaran penting bagi negara lain.
Baca Juga: Lestari Awards 2025: Apresiasi Terhadap Keberlanjutan, Catat Tanggal Pentingnya
Dinamika Perdagangan Internasional dan Keberlanjutan
Perdagangan internasional memainkan "peran sentral" dalam membentuk hasil ekonomi dan lingkungan global. International Chamber of Commerce (ICC) menggarisbawahi bahwa kebijakan perdagangan dapat mendukung "pertumbuhan ekonomi dan penurunan emisi karbon."
Keterkaitan ekonomi melalui perdagangan memungkinkan kerja sama dalam perlindungan lingkungan dan memfasilitasi transfer teknologi hijau serta inovasi.
Namun, ada kekhawatiran bahwa memprioritaskan keberlanjutan dapat meningkatkan biaya bisnis, "menghambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang," atau bahwa "peraturan lingkungan yang sangat ketat" dapat menjadi hambatan perdagangan.
Pendukung perdagangan berkelanjutan berargumen bahwa keuntungan jangka panjang "jauh lebih besar daripada biaya ekonomi jangka pendek" dan menyerukan "pembagian yang adil dalam transisi hijau" bagi negara-negara berpendapatan rendah melalui kebijakan, investasi, program pembangunan kapasitas, dan transfer teknologi.
Mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam perjanjian perdagangan juga dapat menghasilkan "peluang ekonomi baru."
Hambatan Implementasi dan Perspektif Global
Resistensi terhadap perubahan, "biaya investasi awal yang tinggi," dan ketiadaan alat ukur komprehensif menjadi "hambatan signifikan" bagi transisi ini.
Negara berkembang menghadapi tantangan unik seperti lonjakan permintaan energi dan akses terbatas pada teknologi berkelanjutan. Penting untuk memastikan transisi yang "adil dan merata" bagi pekerja dan masyarakat rentan.
Pendekatan "satu ukuran untuk semua" mungkin tidak efektif. Ada kekhawatiran bahwa fokus pada keberlanjutan dapat mengalihkan sumber daya dari masalah mendesak lainnya seperti pengentasan kemiskinan atau pengembangan infrastruktur dasar.
Teknologi hijau juga mahal, berpotensi memperlebar "perbedaan yang lebih besar dalam aspek ekonomi pada skala internasional."
Mengatasi hambatan ini membutuhkan pendekatan multifaset, kolaborasi antar pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil, serta kerja sama internasional yang hati-hati agar tidak menimbulkan ketergantungan atau menghambat kemajuan ekonomi di negara berkembang.
Ekonomi hijau, meskipun penting, memerlukan keseimbangan cermat agar bermanfaat bagi semua negara.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR