Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 2022, Estelle Smith, seorang peneliti ilmu komputer, sering kali melawan pikiran-pikiran yang mengganggu. Ia merasa tidak cocok dan tidak terbantu dengan terapis profesionalnya. Jadi, ia beralih ke chatbot kesehatan mental bernama Woebot.
Woebot adalah chatbot kesehatan mental berbasis skrip populer yang hanya dapat diakses melalui penyedia layanan kesehatan mitra.
Woebot menolak untuk menanggapi dorongan langsung Smith untuk bunuh diri dan memintanya untuk mencari bantuan profesional. Smith juga mengirim pesan teks tentang pikiran nyata yang sering ia perjuangkan sebagai pemanjat tebing yang rajin: memanjat dan melompat dari tebing. Woebot terdorong untuk mengatakan bahwa “luar biasa” Smith menjaga kesehatan mental dan fisiknya.
“Saya bertanya-tanya apa yang mungkin terjadi,” kata Smith, “jika saya berdiri di tebing pada saat yang tepat ketika saya mendapat respons tersebut.”
Chatbot kesehatan mental bukanlah fenomena baru. Lebih dari setengah abad yang lalu, seorang ilmuwan komputer MIT membuat program komputer bernama ELIZA. Program itu dapat merespons seperti psikoterapis Rogerian. Sejak saat itu, upaya untuk mengembangkan alternatif terapi digital semakin pesat dan ada alasannya.
WHO memperkirakan ada rata-rata global 13 pekerja kesehatan mental per 100.000 orang. Pandemi Covid-19 memicu krisis, yang memicu puluhan juta kasus depresi dan kecemasan tambahan.
Di Amerika Serikat saja, lebih dari separuh orang dewasa yang menderita penyakit mental tidak menerima perawatan. Mayoritas dari mereka menyebut biaya dan stigma sebagai kendala utama mereka.
Dapatkah solusi virtual, yang terjangkau dan tersedia 24/7, membantu mengatasinya?
Chatbot menggantikan terapi bicara
Aksesibilitas dan skalabilitas platform digital dapat secara signifikan menurunkan hambatan terhadap perawatan kesehatan mental. Serta membuatnya tersedia bagi populasi yang lebih luas, kata Nicholas Jacobson. Jacobson meneliti penggunaan teknologi untuk meningkatkan penilaian dan pengobatan kecemasan dan depresi di Dartmouth College.
Tersapu oleh gelombang AI Generatif, perusahaan teknologi dengan cepat memanfaatkannya. Sejumlah aplikasi baru seperti “pekerja kesehatan digital” milik WHO, “Sarah” menawarkan konseling otomatis.
Baca Juga: Gibran Yakin AI Bisa Atasi Banjir, Apakah Mungkin Secara Ilmiah?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR