Nationalgeographic.co.id—Saat matahari terbenam di balik cakrawala bergerigi Pegunungan Pindus yang jauh, jemaat yang berkumpul menjadi sunyi. Mungkin ada 40 orang berkumpul di sini, masing-masing menempati ruas jari mereka sendiri di tonjolan batu yang tinggi. Beberapa orang telah hadir selama 1 jam atau lebih. Mereka menyaksikan hari perlahan memudar dari lanskap yang luar biasa ini. Sebagian lagi mungkin secara kebetulan melewati tempat matahari terbenam yang paling terkenal di Meteora saat senja menjelang.
Tempat ini merupakan titik pandang yang luar biasa. Di sekelilingnya terdapat pilar-pilar batu pasir raksasa yang menjadi ciri khas daerah ini. Di beberapa tempat, pilar-pilar ini sehalus dan seragam seperti corong kapal uap. Yang lain menyerupai sirip hiu raksasa atau tanduk pelana yang sangat besar.
Ahli geologi menjelaskan bentang alam yang sangat tidak biasa ini. Ada yang menyebutkan tentang pergerakan tektonik, garis patahan vertikal, dan jutaan tahun erosi. Namun, ini tampaknya terlalu logis. Terlalu membosankan. Ada aura dan mistikisme yang nyata di Meteora, yang telah menjadikannya mercusuar spiritualitas selama lebih dari satu milenium.
Jejak ini ada di mana-mana. Ada di gua-gua yang dipahat dengan tangan oleh para pertapa abad ke-11. Atau di pertapaan yang sudah tidak berfungsi yang tersembunyi di celah-celah tinggi di permukaan batu. Di sini, hingga munculnya monastisisme terorganisasi enam abad lalu, para pertapa menjalani hidup mereka dengan kesederhanaan. Mereka memuliakan Tuhan dengan penyangkalan diri mereka.
Yang paling mencolok adalah enam biara yang masih dihuni. Enam biara itu berdiri kokoh di atas alasnya masing-masing dengan cakar dari batu bata berusia berabad-abad. Tata letak biara yang tinggi—beberapa pilar batu tingginya hampir 550 meter—hampir seperti keajaiban.
Ketika penulis perjalanan Patrick Leigh Fermor berkunjung pada tahun 1950-an, ia menemukan biara-biara Meteora dalam keadaan yang menyedihkan. “Beberapa pintu sel kosong terbuka. Yang lain ditutup dengan lilitan kawat, dan daun-daun tahun lalu berterbangan di aula kayu yang lebar,” tulisnya.
Saat ini, biara-biara memiliki dinding yang kokoh dan genteng merah yang bersinar seperti bara api di siang hari.
“Yang harus Anda hargai,” kata sejarawan Vasilis Kiritsis, “adalah bahwa ini adalah tempat di mana alam dan manusia berada di puncak permainan kreatif mereka.”
Dedikasi biarawan untuk mempelajari ajaran agama
Biara terbesar, tertua, dan tertinggi dari setengah lusin biara di Meteora adalah Great Meteoron. Biara ini didirikan, bata demi bata, pada abad ke-14 oleh biarawan Athanasios dan para pengikutnya, yang meninggalkan Gunung Athos. Gunung Athos adalah pusat biara besar lainnya di Yunani. Mereka meninggalkan Gunung Athos untuk mencari tempat perlindungan dan kesunyian baru.
Monastisisme terorganisasi di Meteora berkembang pesat pada abad ke-15 dan ke-16. Saat itu, para biarawan berusaha melarikan diri dari penganiayaan selama pendudukan Ottoman di Yunani. Pada puncaknya, dua lusin biara Ortodoks Yunani tersebar di puncak-puncak berbatu ini dan 300 biarawan menghuni Great Meteoron saja.
Baca Juga: Kisah Alexandria, Kota Metropolitan Ikonik dalam Sejarah Yunani Kuno
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR